Terhitung sudah 1 hari mata itu terlelap, entah kapan akan terbuka. Sosoknya seolah hilang, menciptakan duka yang mendalam orang-orang terdekatnya.
Banyak peralatan medis menempel di tubuhnya. Masker oksigen menghias indah wajahnya, berbagai macam kabel warna-warni terpasang di dada bidangnya.
Ceklek....
Pintu ruang ICU terbuka, menampilkan sosok pemuda berstelan pakaian serba hijau. Dengan langkah perlahan ia mendekati ryan.
"Yan.... "
Hening.
"Kapan lo mau bangun? Udah satu hari loh, masih ngantuk? "
Tak ada jawaban.
"Ayah sama bunda sedih yan, mereka sampai stop kerja buat nemenin lo. Abang ezra sengaja cuti dari kuliahnya, aldi, tika, sama mela tadinya juga mau bolos sekolah. Tapi ayah maksa mereka buat berangkat."
"Yan.... Gue mohon, lo bangun."
Masih tak ada jawaban.
"Lo tau seberapa susahnya gue buat masuk sini? Gue harus kena amukannya bang ezra, kena omelannya bunda, parahnya gue kena semprot sama si kunyuk. Mana ayang tika ikutan lagi.... "
Tak ada jawaban.
"Gue ngerasa kaya orang gila tau ngomong sendiri " rendi terkekeh pelan.
"Gue kaya orang bego yang cuma bisa mondar-mandir depan pintu. Dan lo tau itu semua karena siapa? Lo yan.... "
Perlahan tapi pasti air mata kembali membasahi pipinya. Ia segera menepis air mata itu kasar.
Ia terkekeh pelan, "gue cengeng ya yan? Nangis cuma gara-gara lo. Padahal lo nya aja nyebelin tingkat dewa."
Hanya suara beside monitor yang menjawabnya, selebihnya hening.
"Gue pergi ya yan, jangan lupa buat bangun."
Rendi mengusap pelan tangan dingin milik ryan kemudian pergi meninggalkan ruangan. Tanpa ia sadari, setetes air mata jatuh dari sudut mata orang yang terlelap disana. Ia mendengar semuanya, hanya saja matanya sulit untuk terbuka.
•°•°•°•°•
Leta menatap lurus ke depan, wajahnya tak terlihat ceria seperti biasa. Tatapannya dingin, bahkan ia tak mengeluarkan banyak kata hari ini.
Tika menatap ke arahnya bingung, "ta, lo kenapa?"
"Gue gak papa."
Leta melengos pergi meninggalkan mereka berdua, sementara mela tengah bergelut dengan perasaannya.
'Lo kenapa ta? ' batinnya
S
K
I
PAldi melangkah gontai menuju perpustakaan, harinya tanpa ryan dan rendi membuatnya sepi. Mungkin sekedar menumpang tidur di perpus hal yang menarik.
Brukkkk
Ia hampir terjatuh, namun ia lebih dulu mengendalikan keseimbangan tubuhnya. Namun, entahlah bagi orang yang menabraknya.
"Eh, lo kalo jalan gak liat?! "
Orang itu masih terdiam, sedetik kemudian ia berdiri dan berbalik menatapnya dingin.
"L-leta? "
"Sorry." ucapnya singkat lalu pergi meninggalkan aldi yang tengah mematung melihat tingkahnya.
'Leta kenapa? ' batinnya
Ia urungkan niatnya untuk ke perpustakaan, ia memilih mengikuti langkah leta yang menjauh darinya.
"Leta! " serunya.
Leta berhenti, aldi berdiri tepat dihadapannya.
"Lo mau kemana? "
"Taman."
"Gak sama tika atau mela? "
"Gak."
Aldi terdiam dengan kening mengernyit.
"Lo kenapa ta? "
"Gak papa "
"Masa sih? Kok gue rasa beda? "
"Perasaan lo aja."
Aldi kembali terdiam, ia menatap leta dengan tatapan mengintimidasi.
"Lo ngapain natap gue kaya gitu?"
"Lo-"
"Lo gak sama tuh duo curut? "
Kini, aldi tergelak.
"E-enggak. Emang kenapa? "
"Gak papa, tumben aja gak liat tuh bocah kunyuk satu "
"Oh, dia lagi ada urusan "
"Apa? "
Lagi-lagi aldi tergelak, ia harus menjawab apa?
"I-itu.... Bokap kita ada urusan di bandung, jadi mereka ikut "
"Kenapa lo gak? "
"Eh, g-gue kan sekolah. Lagipula itu keinginan mereka buat kesana "
Leta tak melontarkan pertanyaan lagi, hal itu membuat aldi bernafas lega. Namun, sesaat kemudian senyum miring terlukis jelas di wajah leta.
"Lo semua sukses, buat gue percaya."
Kalimat itu membuat aldi kembali terdiam, leta semakin meperlebar senyum miringnya. Kemudian ia melangkah pergi meninggalkan aldi.
"Maksudnya? " gumam aldi.
•°•°•°•°•
Lagi dan lagi, air mata itu keluar. Leta tak dapat menahannya, terlalu deras baginya. Ia mengusap wajahnya kasar.
"Buat apa gue nangisin dia?! Pengecut!! "
"Argggggghhhh!"
Ia melemparkan bantalnya ke segala arah, meluapkan emosi yang terkumpul dalam benaknya. Beruntung, tak ada orang di rumahnya.
"Lo pengecut yan!!! Pengecut!!!! "
Prang....
Bingkai foto itu hancur, menyisakan sebagian sisi yang tersisa. Ia jatuh berlutut, kemudian menangkup wajahnya yang basah dengan air mata.
"Hiks.... Hiks.... Lo jahat yan! Lo jahat! Hiks.... Hiks.... "
Ia sakit ralat benar-benar sakit. Ketika rasa nyaman mulai dirasakannya, mengapa ia harus segera mengakhirinya?
~°~°~°~°~
Good night guys!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cokelat love story (END)
Teen FictionRyan abimana putra, sosok pemuda dengan sifat ceria, baik, serta penyayangnya mampu menaklukan hati setiap wanita yang melihatnya. Dirinya bagaikan cokelat, begitu memanjakan setiap lidah yang merasakannya. Tak hanya dirinya, kehidupannya juga sama...