Ryan mengedarkan pandangannya, aman. Sebenarnya ia tengah bersembunyi dari pantauan aldi dan rendi. Dari jam pertama mereka selalu mengawasinya.
Ia menghela napas lelah, dadanya kembali terasa sesak. Ia mendudukan diri dikursi depan lab fisika, ia sadar bahwa ia terlalu memaksakan diri.
Lari dari lantai atas sampai lantai dasar dengan jalan berkelok-kelok, bukanlah hal yang mudah untuknya. Ia menundukkan kepalanya.
Ia memejamkan mata, namun seketika ia membulatkan matanya. Tetesan darah terlihat di matanya, dan itu tepat diatas lantai ia menunduk.
Ia memegang bawah hidungnya, bau anyir tercium. Ia terkejut, bagaimana bisa? Dengan segera ia berlari menuju kamar mandi sembari menutup hidungnya.
Beberapa siswa memandangnya aneh, tapi ia tak peduli. Tepat saat dirinya berbelok, ia menabrak seseorang. Beruntung dirinya tak terjatuh.
Dia seorang gadis, namun bukan masalah gendernya melainkan siapa gadisnya. Ryan mundur selangkah.
"T-ta.... "
Leta tak menjawab, ia menatap lurus ke depan. Lalu, berjalan melewatinya seolah ryan itu tidak ada. Ryan mengumpat.
"Shit! "
Sadar bahwa aliran darah itu semakin banyak, dia segera berlari menuju kamar mandi. Tanpa ia sadari, tetesan darah mengikuti langkahnya.
S
K
I
P"Tuh kunyuk satu kemana sih?!"
"Ajib tuh orang, bisa ngilang cepet gitu."
"Ini semua gegara lo di! "
Aldi tersentak, "kok gue? Kan yang ijinin dia ke ruang guru lo."
"Pokoknya ini semua salah lo! "
Aldi mendengus pelan, "sabar di, beruang lagi kelaperan.... "
"Eh, lo ngomong apa? " tanya rendi garang, ia mendengar gumaman aldi.
"Siapa yang ngomong? Gak tuh" ia memalingkan wajahnya.
"Tadi, lo-"
Aldi langsung membekap mulut rendi, "berisik bege! Gak ada gunanya! Mending cari tuh anak satu! "
Aldi menyeret rendi tanpa melepas bekapannya.
•°•°•°•°•
"La, kantin yuk.... "
"Gak ah ka, males."
Tika menghela napas, "la, gue tau lo sedih gara-gara liat leta. La, dengerin gue. Meskipun sekarang dia bukan sahabat kita lagi, setidaknya ikatan yang kita jalin dulu gak bakal lepas."
Sadar akan mela yang tetap terdiam, tika mendudukan diri disampingnya.
"Look at me.... " mela menoleh.
"Sejauh apapun leta ninggalin kita, dia bakal balik lagi. Karena alasan dia buat pergi ada disini, dan alasan dia buat kembali juga ada disini. Gue yakin suatu saat dia bakal sadar. Ayolah la, wake up! Kita gak boleh terus-terusan kaya gini."
Mela tersenyum tipis, "iya...."
"Daripada badmood, mendingan kita ke kelas tuh trio curut."
Mela kembali tersenyum, lalu mengikuti langkah tika. Sebelumnya, ia menatap meja yang berada dibelakangnya.
"Gue percaya ta, lo pasti berubah.... " gumamnya.
•°•°•°•°•
"Kak dego! "
Dego berbalik, sosok leta menyambut pandangannya.
"Leta? Ngapain kesini? "
"Salah kalo leta pengin kesini? "
"Ya gak gitu, tapi.... Ya.... Gak jadi deh."
Leta mengernyitkan dahi, "maksudnya? "
"Gak."
Leta hanya menghela napas pelan, kemudian mendudukan diri disamping dego. Pandangannya menatap langit diatas sana, awan-awan nampak berkumpul. Mendung.
Sejenak leta berpikir, apakah alam tau suasana hatinya? Ia menggeleng samar, pikiran macam apa itu?
"Ta.... "
Leta menoleh, dego tampak mendekatkan tangannya ke tangan miliknya. Kini, jemari mereka berkaitan. Leta sadar, jantungnya berdetak tak karuan. Perasaan apa ini?
"Ta.... "
"Sebenernya.... "
Ucapan dego menggantung di udara, ia tampak ragu. Sadar akan leta yang tak bisa berkutik, ia melepaskan genggaman tangannya dan memalingkan wajahnya.
Leta menghela napas, jantungnya serasa berdebar. Ia beralih menatap dego, pemuda itu tampak gelisah. Apa yang dia fikirkan? Ia menepuk pelan bahu pemuda itu.
"Kenapa? "
Dego hanya terdiam, hening. Tak ada yang memulai percakapan. Hingga pada saat dego menoleh ke arah leta, matanya membulat sempurna.
"T-ta, DARAH! "
Leta tersentak kaget, ia melihat ke arah bahu kirinya. Benar kini, noda merah tampak menghiasi seragamnya.
Ia termenung, ini darah siapa? Seingatnya ia tak terkena benda tajam apapun, hingga satu pertanyaan melintas dibenaknya.
Apa ini darah ryan?
•°•°•°•°•
Rendi melepaskan bekapan tangan aldi, "sesek nyet! Bau juga! "
"Eh"
"Lo sarapan sama apa sih? Baunya bangke! "
"Anjiirrrr, ngatain orang lo! Eh, yang tadi pagi numpang makan siapa? "
Rendi terkekeh garing sembari mengusap tengkuknya, "hehehe... Gue."
Aldi mendengus kasar, ia memalingkan wajahnya ke arah pintu kamar mandi. Matanya membulat, bercak darah terlihat didepannya.
"Di-"
"Syuuuut! "
Aldi kembali membekap mulut rendi tanpa mengalihkan pandangannya. Ia menunduk, tepat diatas lantai pijakannya bercak darah berhenti di tempatnya.
"Ishhh, lepas! Lo kenapa sih? "
Aldi tak menjawab, rendi kembali mengusap tengkuknya. Namun, seketika pandangannya mengikuti arah pandang aldi. Matanya ikut membulat.
"D-DARAH?! " pekiknya.
Aldi mengikuti jejak darah itu diikuti rendi dibelakangnya, entah kenapa ia penasaran. Tepat ketika ia menarik daun pintu kamar mandi, seseorang membukanya.
Mereka memekik tak percaya, "R-RYAN?! "
~°~°~°~°~
Hello everybody!!
Tadinya ini mau di publish ntar malem, tapi berhubung tangan gatel pen nulis jdi di publish sekarang. 😂
Jangan lupa vomment ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cokelat love story (END)
Teen FictionRyan abimana putra, sosok pemuda dengan sifat ceria, baik, serta penyayangnya mampu menaklukan hati setiap wanita yang melihatnya. Dirinya bagaikan cokelat, begitu memanjakan setiap lidah yang merasakannya. Tak hanya dirinya, kehidupannya juga sama...