{khawatir (2)}💗

2.2K 149 3
                                    

Ryan kembali berangkat ke sekolah seperri biasa, meskipun beberapa kali ia oleng. Itu menjadi alasan untuk rendi dan aldi stay disamping ryan.

"Kuat gak yan? " ryan hanya mengangguk.

Langkah mereka terhenti karena suara lengkingan nyaring dibelakang mereka.

"Ryan! "

Oh, ryan mengenal suara itu. Tiba-tiba saja ingatannya berputar saat beberapa minggu yang lalu, leta memanggilnya, ia berbalik, leta terjatuh, mereka bersitatap. Sungguh, ryan tak dapat melupakan kejadian itu.

"Balik kapan ta? "

Ekspresi gadis itu berubah, "kemarin, jadi gitu ya katanya mah sahabat gue telpon malah gak ada yang ngangkat."

Mereka menggaruk tengkuk masing-masing yang sama sekali tak terasa gatal.

"Eh, s-soryy ta. Gue kemarin nemenin ryan di rumah sa-" ucapan aldi terhenti ketika ryan mendelikkan mata kearahnya.

"Di rumah sa? Sa apa? Sakit? Dirumah sakit? " tanya leta khawatir.

"Eh, b-bukan maksudnya...."

Rendi menghela napas, "dirumah sandi maksudnya, dia temen sekelas kita. Kemaren kita nemenin ryan ngerjain tugas di rumah dia."

Leta hanya mengangguk, ia beralih menatap ryan yang tengah menatapnya sambil menahan tawa.

"Lo kenapa? "

Tawa ryan pecah seketika, "lo kalo lagi khawatir gitu lucu ya? Sama kaya lo marah pas waktu itu."

Kedua pipi leta memanas, "a-apaan sih lo. Ogah banget gue khawatirin lo! "

"Terus tadi apa? "

"Kalo suka mah bilang aja kali ta."

"Berisik lo di! Gue gampol baru tau rasa lo! " aldi menyengir kemudian mengangkat tangannya berbentuk peace.

"Oh ya, si tika ama mela mana? "

"We were in here! "

Leta berbalik, sedetik kemudian ia berlari dan berhambur kedalam pelukan mereka.

"Sumpah gue kangen bet sama lo berdua."

"Kita juga."

Ryan menatap mereka sambil menahan tawa, sementara rendi dan aldi mereka malah memutar kedua bola mata bersamaan.

"Udah si pelukannya, mirip teletubies tau gak? "

Tika mendengus pelan, "sirik ae lo !"

"Tau! Tuh bocah peluk sono gih!"

''Bocah-bocah, gue udah gede tau." ryan mengerucutkan bibirnya lucu.

Mela tertawa, "aduh, adik kakak kok gitu? Itu bibirnya mau jatoh loh. Nanti kakak beliin permen cokelat lagi deh."

Mereka tertawa, sedangkan ryan ia berbalik meninggalkan mereka. Tanpa mereka sadari, leta mengulas senyum tipis.

'Sekarang gue tau yan, sumber kebahagiaan mereka itu lo' batinnya.

•°•°•°•°•

Sakit itu lagi, sungguh ryan tak tahan. Beruntung ia dapat meyakinkan aldi dan rendi untuk ke kelas terlebih dahulu. Ia meremas seragamnya, sakit benar-benar sakit.

Ia mendongakkan kepalanya berusaha mengisi oksigen didalan paru-parunya. Namun, nihil. Keringat dingin mulai turun membasahi wajahnya.

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang