{bangun}🍃

1.5K 105 5
                                    

Ia menatap sekeliling ruangan, yang ia lihat hanya satu. Putih. Tak ada siapa-siapa disana selain dirinya, ia menghela napas pelan. Rasa sesak kembali menghampirinya, ia mencoba kembali terlelap. Namun,

Ceklek....

Pintu ruangan terbuka, menampilkan sesosok pemuda yang tengah berlari dari sana.

"Ryan."

Ia berhambur memeluk ryan, "lo bangun? "

Ryan tak menjawab, ia seperti kehilangan tenaga. Untuk memgucapkan sepatah kata saja sulit untuknya.

"Sumpah, gue kangen banget sama lo."

"D-di.... " lirihnya.

Aldi melepas pelukannya dan menatap ryan dengan tatapan bertanya.

"Apa? "

"Bunda.... "

Aldi mengangguk, namun tangannya lebih dulu terjulur untuk memencet tombol di samping ranjang ryan. Tak lama ia menunggu, dr. Ardi dan dr. Rio datang beserta beberapa suster.

"Kamu bangun sayang? Puas tidurnya? "

Tanya dr. Rio seusai memeriksa keadaan ryan. Ryan hanya mengangguk, membiarkan para suster melepas kabel warna warni yang melekat indah di dadanya.

"Ryan masih sesek? " giliran dr. Ardi yang bertanya.

Ryan menggeleng. Dr. Ardi memberi komando agar para suster mengganti masker oksigen ryan dengan nasal canula. Setelah selesai, ia pamit pada dr. Rio dan mengecup puncak kepala ryan sekilas sebelum meninggalkan ruangan.

"Gimana? Ada yang sakit? "

Ryan kembali menggeleng, dr. Rio mengusap lembut rambut hitam milik ryan.

"Kamu buat dokter khawatir tau gak? Kamu tau? Dokter bahkan sampe minta dokter lain gantiin dokter begitu dengar kamu anfal."

Ryan terkekeh pelan, "bunda sama ayah mana? " tanyanya lirih.

Dr. Rio mengulum senyum, "mau dokter panggilin? "

Ryan hanya mengangguk, lama dia menunggu namun ayah dan bundanya tak kunjung datang. Ia menatap daun pintu itu.

1 menit....

2 menit....

3 menit....

4 menit....

Terhitung 10 menit sudah ia menatap kesana, namun tak ada yang datang. Ia menoba bangkit meskipun terasa sangat sulit, setelah berhasil ia mencopot nasal canulanya dan meraih tiang infus.

Dengan tempo amat lambat ia mencoba berjalan menuju pintu ruang rawatnya. Sesekali ia menekan pelan dada kirinya, rasa sesak itu kembali datang. Ia berhenti sejenak, mengusir rasa sesak itu. Ketika merasa lebih baik, ia meneruskan langkahnya.

Ceklek....

Pintu ruang rawat terbuka. Dan pemandangan yang pertama kali ryan lihat adalah bunda eva yang sedang menangis di pelukan ayah vito, bang ezra dan rendi yang tengah menenangkan kak nia, dan dr. Rio yang tengah memeluk....

Leta.

"Ternyata bener dugaan leta! Kalian semua munafik! Liat sekarang! Dia bahkan munculin dirinya di depan leta! " ia menunjuk ryan.

Semua orang yang ada disana melihat ke arah ryan.

"T-ta.... "

"Apa?! Setelah semua yang lo lakuin ke gue lo pikir gue bakal ketipu?! Lo salah yan! LO SALAH! Gue kira iyan yang dulu masih nunggu gue, ternyata gue salah. Iyan itu udah mati! INGET, UDAH MATI! Berbulan-bulan gue coba cari dia, tapi gak ada. DAN TERNYATA DIA ITU LO YAN! LO! " leta menangis keras sambil menunjuk wajah ryan.

Ryan terdiam menahan sesak, "t-ta.... G-gue bisa j-jelasin.... "

Leta menjauh dari ayah vito dan berjalan menghampiri ryan, "jelasin apa?! Gue udah tau semua yan! TENTANG JATI DIRI LO YANG SEBENARNYA! "

Ryan terdiam membeku, inikah saatnya?

"Ta-"

"Stop yan! Gue benci sama lo! Lo tau, lo itu pengecut yan! HATI LO BUSUK! "

Leta langsung berlari, meninggalkan ryan yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia mengedarkan pandangannya, menatap semua orang. Hingga pada akhirnya, ia hanya mendengar teriakan seseorang dan semuanya gelap.

"Ryan! "

•°•°•°•°•

Leta meraung keras dalam mobilnya, meluapkan segala emosi yang terkumpul dalam benaknya. Ia menyenderkan tubuhnya, tenaganya terkuras habis hanya untuk satu hal. Menangis.

"Hiks.... Lo jahat yan!.... Hiks.... Gue benci sama lo! "

Ia kembali menangis keras. Tak berselang lama, suara ketukan pada kaca jendela mengalihkan perhatiannya.

Tok....tok....

"Ta.... Buka pintunya, ini kak abi."

Leta membuka pintu penumpang disamping pengemudi, setelah abi masuk ia memeluknya. Ia menangis disana.

"Hey, udah.... "

"Hiks.... Gak kak, iyan udah bohongin leta.... Hiks.... Dia ada...."

"Kakak tau, tapi jangan kaya gini.... "

"Leta harus gimana lagi kak? Leta cape.... Hiks.... Leta udah tau semuanya.... Sekarang apa? Papa bahkan gak bilang apa-apa sama leta, semuanya juga sama.... Cuma kak abi yang ngertiin leta disini.... "

"Kalau gitu, kakak anterin pulang ya? "

Leta menggeleng, "apartemen."

Abi menyeringai tipis, rencananya berhasil. Leta termakan oleh jebakannya, selangkah lagi ia akan mendapatkan segalanya.

S
K
I
P

Leta sampai di apartemen milik abi, dengan langkah gontai ia memasukinya dibuntuti abi dibelakangnya. Setelah ia memasuki kamar, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa.

"Leta yakin mau tinggal disini? "

Leta tak menjawab.

"Apa leta mau ke rumah kakak aja? "

"Gak kak, disini aja."

"Ya udah kalo kaya gitu, semua udah kakak siapin. Kamu tinggal nyiapin makanan paling, atau mau kakak masakin? "

"Thank's kak, gak papa. Nanti leta buat sendiri aja."

"Emang bisa? " goda abi mencoba mencairkan suasana.

"Ishhhhh, kakak! " ia melemparkan bantal kecil kearah abi.

"Hahaha.... Iya-iya, kakak pulang ya? Nanti kalo perlu sesuatu hubungi kakak."

Leta mengangguk kecil. Selepas kepergian abi, leta menutup matanya. Dalam hati ia berucap.

'Kalau keadaan nuntut gue berubah, gue akan lakuin itu. Termasuk, menjauh dari mereka....'

~°~°~°~°~

Hai!!!

Gimana?? Chap ini ngebosenin gak???

Wait for next chapter ya guys....

Bye....

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang