{hotel}🏢

1.1K 98 2
                                    

Seusai menyelesaikan acara sarapan mereka, dego mengajak leta pergi ke cafe disebrang komplek rumahnya.

Ia tau, apa yang ada di dalam hati leta. Ia merindukan keluarganya. Oleh sebab itu, dia mengajak leta untuk sekedar merefreshkan otaknya.

"Kok mina gak diajak kak?"

"Kalo tuh anak diajak, ribet ntar. Pengin inilah, itulah, semua dia makan."

Leta tertawa kecil, "dia lucu ya? "

Dego mengangguk, "iya, semenjak kematian mama sama papa dia berubah. Awalnya gue kira, dia bakal sedih atau gak jadi pendiem. Ternyata, dia nutupin semua itu dengan sikapnya."

Leta sedikit tertegun, rupanya dego tengah membahas masalah sensitif sekarang. Dia memang sudah tau atas kematian orang tua dego.

"Lo tau ta? Saat pertama kali rasanya gue liat sendiri gimana kondisi mama sama papa waktu itu, gue sakit. Gue ngurung diri dikamar seharian penuh, tapi mina dateng nemuin gue dan bilang kalo kita harus tetep sabar. "

"Gue ngerasa jadi pecundang ta, seharusnya gue sebagai kakak bisa jadi penyemangat buat dia. Dan nyatanya kebalik, mina yang berusaha buat nyemangatin gue. Dan mulai saat itu gue ngerasa jadi kakak terburuk di dunia. "

Mata pemuda itu tampak berkaca-kaca. Leta terhenyak, apa perlakuannya selama ini terlalu berlebihan?

Terlintas satu ingatan di kepalanya saat kakaknya menguslinya, lalu membuatnya terjatuh.

Nia langsung menghampirinya dan mengobati lukanya. Ia merindukan kejadian itu, sosok kakak terbaiknya.

Dengan ragu ia bertanya, "k-kak?"

Dego menoleh, "ya? "

"Anterin ke rumah mama. "

Dego tersenyum tipis, "oke, tapi kita balik dulu ya. Berberes, sekalian pamit sama mina. "

Leta hanya tersenyum, mungkin inilah saat dimana dia harus memulai kehidupan yang baru.
Menghapus segala masalah yang telah dilaluinya. Ia sadar, ia harus berubah.

Ia bisa hidup tanpa bayang pemuda itu, yang dulu sempat menghias relung hatinya. Kini, matanya terbuka. Ia melihat sosok dego disampingnya, pemuda itu selalu ada disampingnya.

Kini ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia harus membuka hatinya untuk dego? Atau tetap bertahan, dan memilih ryan?

Entahlah, ia tak tau.

•°•°•°•°•

Pemuda bertopi dan berjaket hitam ini mengintai salah satu rumah mewah, dengan seringaian licik dia melangkah pelan mendekati rumah itu.

Seorang satpam mendekatinya dengan tatapan bertanya. Ia hanya membalasnya dengan senyuman sinis.

"Maaf, ade teh nyari siapa? "

"Pemilik rumah? " tanyanya dingin.

"Oh, tuan vito sama kerabat kerjanya sedang berlibur ke yogyakarta. Ada keperluan apa ya? "

Pemuda itu mengeluarkan sebuah amplop kecil dari sakunya.

"Serahin ini ke pemilik rumah." ia menyodorkan amplop kecil itu.

Dengan ragu, satpam itu mengambilnya. Bau amis langsung menusuk indranya, saat di teliti ada bercak merah yang merembes ke luar amplop itu.

Satpam itu panik, "dek, ini apa?!"

Pemuda itu menyeringai, "pastiin surat ini sampai ke tangan vito. Kalo gak.... "

Ucapannya menggantung, ia menarik sebuah pisau lipat di balik jaketnya. Ia menodongkan pisau itu kepada sang satpam.

"Lo bakal mati! " desisnya.

Satpam itu langsung berkeringat dingin. Ia mundur menjauhi pemuda itu. Pemuda itu berbalik dan melangkah, namun langkahnya terhenti.

"Jangan sampai lo lapor polisi! Kalo lo masih sayang sama nyawa! " ia melirik satpam itu sinis.

Ia meninggalkan rumah itu lalu masuk ke mobilnya dan melaju membelah jalanan kota.

•°•°•°•°•

Ryan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Sementara yang lain sibuk berberes untuk semuanya. Kamar mereka bersebelahan.

Orang tua ryan di kamar 201, orang tua mela di kamar 202, orang tua rendi di kamar 203,
Orang tua tika di kamar 204.

Sementara para anak-anak.
Ryan, aldi, rendi, dan ezra berada di kamar 208 tepat di depan kamar orang tua ryan. Tika dan mela berada di kamar 207 tepat di depan kamar orang tua mela.

"Capek? "

Ryan mengangguk, perjalanan dari jakarta ke yogyakarta bukanlah perjalanan yang dekat. Ia bahkan menghabiskan waktu sebagian perjalanannya untuk tertidur.

"Ada yang sakit gak? "

Ryan menggeleng. Rendi menghela napas pelan, mereka pergi ke pantai hari besok. Berhubung hari menjelang malam.

"Di? "

Aldi menoleh, "apa? "

"Ke kamar ayang tika yuk, bosen sumpah. "

Aldi melirik ryan, "hey, bocah! Lo mau ikut? "

Mata ryan mendelik, "eh, anjirrr gue bukan bocah nyet! "

"Bodo. Mau ikut gak? "

Ryan menghela napas, "gak! Cape, pengen bogan gue. "

"Tinggal lah, ntar malah ngrepotin. "

Mereka meninggalkan kamar, namun suara ryan membuat mereka berhenti.

"Ngomong aja gak pengen di ganggu. "

Rendi menyengir kuda, lalu melanjutkan langkah mereka. Ryan putuskan untuk memejamkan mata.

Ezra menghampiri adiknya dan duduk di sebelahnya. Ia menatap lamat-lamat wajah ryan, kemudian ia mengukir senyum tipis.

'Lo terlalu muda buat nanggung semuanya yan.... ' batinnya.

~°~°~°~°~

Hola!

Ryan come back guyss....

Ada yang kangen gak nih???

Kalo sama authornya? 😆

Btw, kalian mau cerita ini sad ending atau happy ending??

Kalo kalian bisa nebak, mungkin bisa ambil dari jalannya cerita ini dari awal...

Oke, segitu dulu ya....

Jangan lupa tinggalkan jejak, babay....

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang