{Leta hilang(?)}👧

1.1K 93 2
                                    

Pesta dansa dimulai, hanya sebagian dari seluruh siswa angkatan yang mengikutinya. Ada banyak macam alasan, seperti tak ada pasangan, gengsi, atau karena memang pada dasarnya tidak bisa berdansa.

Ryan menatap kosong pemandangan dihadapannya. Ketika kedua sahabatnya tengah asik berdansa dengan pasangan masing-masing, ia sendiri. Hingga ia tersadar ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Ngelamun aja dek!"

"Gak."

Kening Ezra berkerut, mengapa adiknya menjadi ketus begini?

"Lo marah?"

"Gak."

"Lo marah."

"Enggak!"

Ezra terkekeh pelan lalu mengusap rambut hitam Ryan, sang empu sontak memelototkan mata kearahnya.

"Ish, abang! Rese lo!"

Ezra tertawa, "muka tolong dikondisikan mas."

"Bodo amat!"

Ryan berpaling meninggalkannya, belum sempat kakinya melangkah Ezra lebih dulu mencekal tangannya. Sontak saja ia menepisnya kasar.

"Apalagi sih bang?"

"Lo mau kemana?"

"Keluar."

"Ngapain? Acara juga belum selesai."

"Gue cape."

Ezra terdiam, hingga akhirnya bersuara. "Gue panggil bunda, ya?"

"Gak usah, gue istirahat di mobil aja. Jangan bilang ayah sama bunda!"

Ezra terdiam menatap sendu punggung adiknya, sejujurnya ia tau apa yang sedang dipikirkan adiknya itu.

'Sebentar lagi dek, dan lo bakal dapetin apa yang lo mau.' Batinnya.

•°•°•°•°•

Ryan melangkah pelan meninggalkan ruang aula. Diparkiran tampak sepi, hanya ada beberapa siswa dan guru serta petugas keamanan. Ia menuju mobil silver milik kakaknya.

Ia menutup pintu mobil, lalu memejamkan mata sejenak. Sejujuranya ia tidak merasa lelah, tapi itu tadi. Namun, sepertinya ucapannya menjadi nyata. Pusing mulai mendera kepalanya.

"Shhhh...." Desisnya pelan, rasa sakit mulai terasa.

Ia memijit pelan pelipisnya, berharap rasa sakit itu pergi. Hingga suara deringan ponsel mengalihkan perhatiannya.

Kak Dego....

Ia bimbang, haruskah ia mengangkatnya? Tapi, egonya mengatakan tidak. Ia memutuskan untuk menaruh ponselnya di jok pengemudi, sejenak deringan ponsel itu mati hingga bersuara kembali.

"Shit!"

Ia mengangkatnya kasar, terdengar deru nafas tak beraturan dari sebrang sana. Entah kenapa firasat Ryan mengatakan hal buruk.

"H-halo?"

"...."

"Yan? T-tolongin gue...."

"...."

Ryan masih saja terdiam, mengingat seberapa kasar perlakuan Dego padanya. Dan kini, pemuda itu meminta tolong?

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang