Apalagi

206 12 0
                                    

Eriska membenamkan wajahnya di atas meja dengan tangan. Ia mulai sedikit merintih ketika merasakan perutnya yang terasa perih. Sudah tiga puluh menit dan ketiga temannya pun belum juga kembali.

Eriska meremas perutnya beberapa kali. Berharap rasa perih akibat maag yang diidapnya itu bisa sedikit mereda.


"Ini dimakan, udah gue beliin."

Eriska sedikit terkejut. Suara itu lagi?

Gue pasti halu! Nggak mungkin lah dia kesini. Iya, nggak mungkin, Ris.

"Nanti maag lo kambuh. Cepet dimakan,"

Eriska pun mengangkat kepalanya perlahan dan benar ia mendapati sosok tersebut.

"Lo ngapain, Kak?" tanya Eriska dengan suara bergetar.

Alfian tidak menjawab. Ia terus menyodorkan sekotak nasi goreng dari tangannya kepada Eriska.

"Buat gue?"

"Iya."

Eriska mengulurkan tangannya dengan ragu. Meragukan nasi goreng ini beracun atau tidak.

"Serius?" tanya Eriska.

Alfian hanya menjawabnya dengan anggukan. Eriska pun akhirnya menerima sekotak nasi goreng itu sambil membaca doa dalam hatinya.

"Makasih, Kak." kata Eriska singkat.

"Lain kali nggak usah takut sama geng gue. Biasanya kalo jam istirahat, gue emang suka nongkrong di tangga." ujar Alfian tiba-tiba.

Alfian bisa baca pikiran gue?

"I... Iya." jawab Eriska grogi.

Alfian pun tersenyum simpul lalu segera membalikkan badannya dan meninggalkan kelas Eriska.

***

Eriska berjalan sendirian menuju halte busway. Sebenarnya ia bisa saja pulang sekolah menggunakan ojek online. Namun, ia lebih memilih menggunakan busway karena lebih irit. Sementara, ketiga temannya itu pulang menggunakan ojek online.

Butuh waktu tiga puluh menit untuk menempuh perjalanan dari daerah Ancol ke Matraman. Sesampainya di rumah, Eriska segera melepas seragamnya dan menggantinya dengan pakaian rumah. Ia langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur lalu menghela napas panjang.

Pikirannya melayang kembali ke kejadian siang tadi. Singkat tapi mengesankan bagi Eriska.


***

Eriska menggulung rambutnya dengan jedai berwarna ungu muda lalu merapikan anak rambutnya yang jatuh ke kening. Tak lupa ia juga memoleskan sedikit liptint ke bibir mungilnya. Ia pun segera mengenakan ranselnya dan segera pergi sekolah.

Sesampainya di bawah, Eriska segera berpamitan dengan kedua orang tuanya lalu langsung pergi sekolah menggunakan angkot.

Setibanya di sekolah, Eriska masih memiliki waktu sepuluh menit sebelum jam pelajaran dimulai. Ia pun berencana pergi ke perpustakaan untuk meminjam beberapa novel. Maklum saja, Eriska ini emang pecinta fiksi. Ia melangkahkan kakinya dengan ringan menuju perpustakaan.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang