Patah Hati Jangan?

105 6 3
                                    

"Ini semuanya disiapin yang bener ya!" seru Fajrin memerintah.

Masih pukul tujuh pagi namun dirinya telah terlihat sibuk dengan rangkaian acara LDK hari kedua.

"Han, Alfian mana?" tanya Fajrin kepada Farhan yang sedang menyusun bangku panjang.

"Paling masih tidur di pondok." jawab Farhan santai.

Fajrin berdecak. Ia benar-benar kesal dengan tingkah Alfian. Ini LDK bukan main-main. "Tolong lo susun ini semua serapi mungkin. Minta bantuan Rafi kalo lo kesusahan. Gue mau bangunin Alfian ke pondoknya." pamit Fajrin kepada Farhan.

Farhan hanya mengacungkan jempolnya dan membiarkan Fajrin berlalu untuk menjemput Alfian di pondoknya.

Fajrin bergegas menuju pondok tempat Alfian menginap. Ia sudah menyusun strategi dan kata-kata sematang mungkin untuk mengomeli Alfian. Sebenarnya, setelah memasrahkan pekerjaan kepada juniornya, Fajrin memutuskan untuk menjemput Eriska di pondoknya
Tetapi, semua niatnya itu harus ia kurungkan terlebih dahulu. Karena ia ingin menggebrak Alfian. Namun, sesampainya di tengah perjalanan, Fajrin bertemu Kerin.

"Kerin!"

Kerin menghentikan langkahnya lalu menatap Fajrin dengan tatapan bertanya.

"Eriska masih di pondok?"

"Udah keluar dari tadi pagi, Kak. Sekitar jam lima pagi deh," jawab Kerin jujur.

"Dari jam lima? Katanya kemana?" Fajrin terdengar panik.

"Lihat sunrise dari bukit sebelah sana, Kak."

"Sama siapa, Rin?" tanya Fajrin semakin panik.

"Nggak tahu, Kak. Tadi keluarnya sendiri kok. Gue nggak lihat dia pergi sama siapa ke bukit sana," jawab Kerin lagi.

Fajrin berdecak gelisah. "Makasih ya, Rin. Gue susulin Eriska dulu deh. Duluan ya," pamit Fajrin begitu saja.

Fajrin pun memutar arahnya, menuju bukit. Ia tidak bisa membiarkan Eriska terlepas dari pengawasannya. Masa bodoh dengan Alfian yang pasti masih tertidur di pondoknya. Ia pun semakin mempercepat langkahnya, menanjaki jalanan yang agak curam dan berkerikil. Ia rela menjemput Eriska.

Puncak bukit sudah terlihat. Ujung sepatu Fajrin bahkan sudah sedikit robek karena ia sempat terjatuh beberapa kali dalam perjalanan. Telapak tangannya pun sedikit terluka karena menahan beban tubuhnya.

Fajrin semakin menggesitkan pergerakannya dan akhirnya ia pun tiba di puncak bukit. Tepat dimana matahari pagi mulai memancarkan sinar cerahnya. Fajrin tak mau membuang-buang banyak waktu lagi. Ia segera mengelilingi bukit tersebut untuk mencari Eriska.

Dari tempatnya ia berdiri kini, ia bisa mendengar suara tawa Eriska yang terdengar sedang berbicara dengan seseorang. Iya! Fajrin tidak mungkin salah dengar. Fajrin pun menghampiri arah suara tersebut dan ingin mencari tahu dengan siapa Eriska sekarang.

"Iya, Ma. Eris seneng kok di Cimahi."

Kini, Fajrin bahkan telah mampu mendengar pembicaraan Eriska dan benar ternyata Eriska sedang bersandar di sebuah pohon bersama seseorang. Fajrin yang kini hanya berjarak beberapa langkah dari belakang Eriska dan seseorang itu pun sudah semakin geram. Eriska munafik di belakang Fajrin.

"Eriska!" panggil Fajrin dengan berteriak.

Eriska dan seseorang di sampingnya itu pun menoleh ke belakang dan begitu terkejut ketika mendapati kehadiran Fajrin. Eriska bangkit berdiri dan segera menghampiri Fajrin yang terlihat emosi di tempatnya.

"Kak... Kakak ngapain kesini?" tanya Eriska sedikit gugup.

Fajrin menatapnya tajam, bersiap menumpahkan amarahnya. Namun, tiba-tiba pandangannya teralihkan dengan jaket OSIS yang dipakai Eriska. Fajrin membaca nama yang tertulis di atas saku kiri jaket tersebut.

Alfian N. Nugraha

Eriska menyadari apa yang dilihat Fajrin. Ia pun jadi semakin kalut. Eriska lupa melepas jaket OSIS Alfian yang dipinjamkan Alfian kepadanya, tadi pagi saat menjemputnya di belakang pondok.

"Jawab, Eriska!" paksa Fajrin.

Alfian yang tadinya hanya mematung di samping pohon, melangkahkan kakinya dengan cepat untuk menyusul Eriska. Sesampainya Alfian di samping Eriska, Fajrin segera menatap Alfian dengan tatapan membunuh.

"Kalem dong, Bro. Gue nggak ngapa-ngapain cewek lo kok. Takut amat," ujar Alfian santai.

Fajrin sudah benar-benar emosi. Ia pun langsung melayangkan tinjuannya ke rahang Alfian.

"MAKSUD LO APA, NGEREBUT-REBUT ERISKA DARI GUE, HUH?!" cecar Fajrin sambil menyerang Alfian.

"KAK FAJRIN, BERHENTI!" cegah Eriska sambil berusaha menarik Fajrin menjauh dari Alfian.

Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Alfian, ia segera memundurkan dirinya dari hadapan Fajrin sambil memegangi rahangnya yang sudah membiru.

"KALO LO EMANG MAU SAMA ERISKA, PAKE CARA SEHAT! LO BRENGSEK, FIAN, LO NIKUNG TEMEN LO SENDIRI!"  Fajrin masih tersulut emosi.

"Sorry, Bro, gue nggak pernah tuh namanya nikung temen. Lagian bukannya lo sama Eriska belum ada status juga ya?" Alfian balik bertanya.

"ASAL LO TAHU YA, GUE SAMA ERISKA ITU UDAH SERIUS. KALO LO EMANG NGGAK PERCAYA SAMA OMONGAN GUE, GUE BISA BUKTIIN SEKARANG JUGA!"

"Kak, udah!" tegur Eriska sambil menepuk-nepuk bahu Fajrin.

"Buktiin gimana coba?" tanya Alfian terdengar meremehkan.

Fajrin tidak menjawab Alfian dan langsung menatap Aulia lembut.

"K... Kak, mau apa?" Eriska jadi merinding.

"Eris," panggil Fajrin lembut. "Seperti yang lo mau, seperti yang lo tunggu selama satu bulan lebih ini. Pagi ini, gue mau semesta tahu kalo gue sayang sama lo. Singkat aja, Ris, gue pengin lo jadi pacar gue. Mulai sekarang dan sampe nanti saatnya lo jadi istri gue. Mau ya, Ris?"

Ini sih geblek. Fajrin nembak gue di depan Alfian.

Eriska memutus kontak matanya dengan Fajrin lalu melirik Alfian diam-diam. Aulia berharap Alfian paham maksud lirikannya.

"Terima aja, mumpung sekarang masih cinta." sahut Alfian sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Eriska menggigit bibirnya ragu. Bingung harus menjawab apa. "Kenapa harus sekarang sih, Kak?"

"Gue udah sayang sama lo." jawab Fajrin cepat.

Ayo, Ris, jawab aja. Ini kan yang lo mau?

Please deh, Eris, lo jangan ngelirikin si Fian cungpret mulu dong!

"Jawab gue sekarang juga," Fajrin memaksa lagi.

"I... Aku... Iya, aku mau jadi pacar kakak." jawab Eriska cepat.

Senyuman Fajrin langsung mengembang lebar. Bahkan, ia pun langsung menarik Eriska ke dalam dekapannya. "Makasih, Ris. Gue sayang banget sama lo,"

Entah mengapa Alfian yang menyaksikan aksi pernyataan cinta oleh Fajrin yang akhirnya diterima Eriska pun merasa kecewa.

"Lo lihat kan, Yan, Eris nerima gue." pamer Fajrin kepada Alfian yang hanya mematung di tempatnya.

Alfian hanya mengeluarkan smirk nya kemudian berlalu begitu saja.


God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang