Cepat dan Hilang Lagi

106 3 0
                                    

Alfian menyeruput Americano nya dengan cepat. Ia kehausan. Sementara, Eriska hanya memesan segelas Taro Latte setibanya mereka di kafe Kroma. Suasana kembali canggung. Apalagi Eriska sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Alfian.

"Lo suka ya sama Havana?" tanya Alfian memulai topik.

Eriska langsung menatap Alfian dengan tatapan bingung. "Kenapa nanyain itu?"

"Jadi, bener?"

"Jangan sok tahu. Gue sama Havana cuma sebatas temen," jawab Eriska agak ketus.

"Tapi, keliatannya lo gelisah banget pas tadi Havana pulang duluan." balas Alfian lagi. "Ris, kalo seandainya lo emang suka sama Havana, buat apa lo nutupin hal itu dari gue. Gue ini cuma mantan lo, gue udah nggak punya hak apapun atas lo. Dan cepat atau lambat, gue juga akan tahu dengan sendirinya."

Eriska berdecak. "Gue nggak pernah suka sama Havana, Al."

"Tapi, Havana yang suka sama lo?"

Krik. Eriska terhujam.

"Gue bener kan?" tanya Alfian lagi.

Eriska langsung menyembunyikan wajahnya, pasrah. Alfian masih saja cenayang seperti dulu. "Lo tahu dari mana?"

"Havana pasti udah pernah jujur sama lo kan?" tanya Alfian lagi dan tidak menjawab pertanyaan Eriska yang tadi.

"Pernah. Tapi, gue nggak bisa nerima dia lebih dari temen atau sahabat." jawab Eriska mulai resah.

Alfian terkekeh kemudian sibuk mengaduk-ngaduk minumannya. "Kok lo tega sih?"

"Lo kali yang tega." balas Eriska dengan cepat lengkap dengan nada suara meninggi.

Alfian langsung menautkan kedua alisnya dan menatap Eriska. "Kenapa jadi gue?"

Eriska bungkam lagi. Rasanya ia tidak ingin melanjutkan perbicangan ini. Perbicangan dengan mantan. Eriska ingin pulang sekarang juga.

"Kenapa jadi gue, Ris?" Alfian mengulangi.

"Ya jelas ini lo yang tega, Al." Eriska mencoba menjawab. "Lo udah bikin gue jatuh cinta sejatuh-jatuhnya. Bahkan, setelah berbulan-bulan kita mantanan, gue tetap sama. Tetap ngerinduin sesosok Alfian Nanditto Nugraha yang pernah membuat hari-hari gue lebih berwarna." Eriska terpaksa jujur. "Kenapa sih, Al, lo nggak mau pergi dari hati dan pikiran gue?"

Alfian terdiam juga. Ia tak menyangka, pancingannya ini akan berhasil hingga membuat Eriska menumpahkan kejujurannya.

"Kalo gue pergi dari hati dan pikiran lo, hati dan pikiran lo jadi kosong dong? Daripada kosong, kan mending gue yang ngisi." ledek Alfian. Ia berusaha membuat suasana tidak tegang.

"Alfi, gue lagi serius!"

Alfian langsung mendatarkan wajahnya. Ia paham, Eriska sedang serius dan tidak ingin digoda. Lalu, ia diam.

"Kalo lo sendiri?" tanya Eriska. "Ada yang baru di Bandung?"

"Namanya Lala. Mau gue ceritain nggak?" Alfian menawarkan.

Eriska menatap Alfian dengan serius, isyarat ia menyetujui tawaran Alfian.

"Dia itu anak dari pemilik kafe, tempat gue kerja. Ya, sebenernya dia juga sih yang megang kendali di kafe itu karena orang tuanya udah sibuk banget. Nggak tahu kenapa, kita bisa deket. Setiap ada waktu, Lala selalu nyari celah buat ngedeketin gue sih. Jujur aja, gue nggak paham kalo dia ternyata suka sama gue." tutur Alfian. "Sampai akhirnya, dia jujur sama gue."

Eriska menghela napasnya. Ia mulai paham dengan maksud Alfian menemuinya. Alfian pasti ingin memamerkan pacar barunya, Lala.

"Tapi, gue mah masih sayang sama mantan. Makanya, Lala gue diemin aja." sambung Alfian tiba-tiba.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang