Jadi Imam

156 9 0
                                    

"GUE MAU SEMUANYA KELUAR DARI SINI!" bentak Alfian kepada semua orang yang berdiri mengerumuni sekitar gudang.

"Lo ngusir kita juga, Yan?" tanya Ricky heran.

Alfian masih terengah-engah. Berusaha mengatur napasnya.

"Kecuali kalian berempat. Daffa, Ricky, Dennis, Caesar." sambung Alfian lagi.

Mereka berempat pun saling pandang. Bingung harus berbuat apalagi setelah ini.

Kerumunan orang-orang di luar sana pun mulai membubarkan diri. Fajrin dan Eriska pun juga hendak meninggalkan gudang tersebut dan membiarkan masalah ini diselesaikan sendiri oleh Alfian. Baru selangkah Fajrin dan Eriska menjauhi gudang, Eriska mendengar Alfian mengatakan sesuatu.

"Gue udah beda. Gue bukan Alfian yang kalian kenal lagi."

Spontan, Eriska menghentikan langkahnya. Langsung memutar kepalanya ke arah gudang itu lagi.

"Gue udah hancur." lanjut Alfian lagi.

"Ris, ayo balik. Gue anterin lo ke kelas ya," ajak Fajrin sambil menarik tangan Eriska.

"Kakak duluan aja. Aku masih pengin disini." jawab Eriska dengan setengah berbisik.

"Eris, lo jangan macem-macem sama Alfian. Kalo Alfian udah marah kayak gitu, apalagi sampe ngusir orang-orang, itu artinya dia udah murka. Udah ya, lo nurut sama gue, daripada lo kenapa-napa disini. Bentar lagi juga bel kan?" Fajrin memaksa Eriska sambil terus mencengkal pergelangan tangannya.

"Kak, kakak nggak perlu khawatir. Aku bisa jaga diriku sendiri. Please, Kak, jangan paksa aku balik ke kelas." Eriska memohon.

Fajrin menatap Eriska lekat-lekat. "Tapi janji ya kalo lo sampai diapa-apain sama Alfian, lo nggak boleh diem aja. Karena gue pasti akan ngebela lo," ujar Fajrin serius.

Eriska mengangguk paham. Lalu mempersilakan Fajrin kembali ke kelasnya. Eriska segera melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Semakin mendekati gudang tersebut. Kemudian ia pun mencari tempat teraman untuk menyadap semua pembicaraan di dalam gudang yang setengah terbuka itu.

"Ini masalah keluarga?" tanya Caesar perlahan.

Eriska mendengar suara isakan seseorang di dalam sana.

Siapa?

"Bokap-nyokap gue mau cerai."

Ya, itu suara Alfian. Eriska bisa mendengarnya dengan jelas.

"OMG! KOK BISA SIH, YAN?" sahut Dennist terkejut.

"Sssstt... Den, biasa aja kali. Udah tahu Fian lagi sedih, lo malah bacot." tegur Daffa galak.

"Kalian tahu nggak sih apa yang bikin gue sehancur ini?" tanya Alfian tiba-tiba.

Hening. Tidak ada jawaban.

"Nyokap gue udah menikah. Bahkan dia udah punya keluarga baru di Manchester. Dan dengan bangganya, dia ngirimin foto dia sama Adrian, adik tiri gue." lanjut Alfian lagi dengan suara bergetar.

Eriska baru menyadari suatu hal. Alfian rupanya menangis.

"Gue nggak nyangka kalo gue bakal punya nyokap sebejat itu. Nyokap yang rela ninggalin anaknya sendiri hanya untuk mencari pekerjaan dan sekarang... Tiga belas tahun berlalu,nyokap gue berkhianat. Dia menikah dengan pria lain tanpa adanya perceraian sama bokap gue!" Alfian menaikkan nada bicaranya lagi. Emosinya tersulut lagi.

Bukkkk! Bukkkk!

"Yan, stop, Yan. Jangan nyakitin diri lo sendiri lagi!" cegah Ricky sambil berusaha menahan tangan Alfian yang kembali ingin melayang meninju tembok.

Jari-jemari Alfian sudah membiru. Itu semua akibat perlakuan konyolnya meninjui tembok.

"GUE CAPEK, KY. CAPEK BANGET, KY!" teriak Alfian tak sabar lagi.

Ia benar-benar berubah. Emosional. Alfian semakin meraung. Terus berusaha meluapkan semua emosinya.

Eriska pun jadi semakin penasaran. Ia pun memberanikan diri mengintip apa yang terjadi di dalam sana.

Alfian menangis. Sejadi-jadinya. Eriska bisa melihat itu dengan jelas.

"Kamu ngelihatin apa?"

Eriska terkejut. Suara itu tiba-tiba muncul di belakang Eriska dan bahkan si pemilik suara itu pun menyentuh bahu Eriska.

"E... Eh, Pak Aria. Selamat pagi, Pak." ujar Eriska sambil menyalami tangan berurat Aria.

Mampus gue keciduk langsung sama kepsek.

"Apa yang kamu lihat di dalam gudang?" tanya Aria tegas.

"Anu, Pak, saya cuma... sa--"

"Tunggu, tunggu. Kamu itu... Eriska Aulia Tsamara kan? Yang tempo hari berhasil membuat Alfian berhenti merokok di belakang sekolah kan?"

Terpojok.

"Bapak masih ingat saya?" tanya Eriska gugup.

"GUE JADI BENCI SAMA NYOKAP GUE.GUE BENCI SAMA PEREMPUAN MACAM DIA!"

Aria tentu mendengar suara itu. Suara anaknya yang berasal dari dalam gudang. Ia pun segera mendorong pintu gudang tersebut dan segera mendapati Alfian beserta keempat temannya.

"Sedang apa kamu, Fian?" tanya Aria frontal.

"Nggak ada apa-apa, Pak. Kita lagi ngobrol-ngobrol aja," jawab Daffa sesantai mungkin, berusaha menutupi.

"Saya bertanya kepada anak saya. Bukan kepada kamu, Daffa. Apa yang kamu ucapkan barusan, Fian?" tanya Aria lagi sambil menatap tajam Alfian.

Alfian belum menjawab. Ia justru sibuk menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Kalian berempat kembali ke kelas." perintah Aria tegas.

Keempat sejoli Alfian itu pun tak bisa melawan lagi.

Yakali ngelawan kepsek, Bor.

"Kamu menceritakan masalah keluarga kita ke mereka?" Aria mulai mengintrogasi Alfian.

Alfian tetap membisu. Ia hanya menatap lurus ke depan dan tanpa sengaja ia menangkap ujung sepatu seseorang di dekat pintu. Ia pun langsung bangkit berdiri dari kursi tua tersebut dan berjalan menghampiri si pemilik sepatu tersebut.

"Ngapain lo?"

"Waaaa!" Eriska tersentak sambil mengelus dadanya.

"Ngapain?" tanya Alfian lagi.

"Gu... Gue barusan cuma lewat doang kok. Udah ya, gue balik ke kelas dulu." pamit Eriska begitu saja.

"Temenin gue shalat," ajak Alfian tiba-tiba.

Eh? Apaan? Alfian shalat?

"Kenapa mesti gue yang harus nemenin lo shalat?" tanya Eriska heran.

"Nggak usah kebanyakan nanya." Alfian berkata begitu saja. Ia pun langsung berjalan mendahului Eriska.

"Ikuti saja apa maunya Alfian." ucap Aria tiba-tiba.

"Tapi, Pak, say--"

"Jarang sekali dia mau shalat. Kamu mau kan menemani dia shalat?" tanya  Aria tajam.

Ini mah udah jatuh ketimpa tangga pula!

"Ummm... Ya, Pak. Saya mau nemenin kak Alfian shalat. Kalo begitu saya ke mushola dulu ya, Pak. Permisi," Eriska pun bergegas menyusul Alfian menuju masjid. Berharap Alfian shalat dengan tulus hari ini.

Sesampainya di depan masjid sekolah, Eriska bisa mengamati Alfian yang sedang wudhu. Alfian bahkan melakukan wudhu itu dengan benar. Eriska jadi senyum-senyum sendiri.

Kece juga sih.

Ia pun mendekatkan dirinya ke arah Alfian dan mulai berdeham kecil.

"Gue udah boleh balik ke kelas?" izin Eriska.

"Kok balik ke kelas sih? Lo shalat juga lah bareng gue. Gue imamin," protes Alfian sambil mematikan keran airnya.

"Hah? Lo ngimamin gue?" Eriska tak percaya.

"Gece wudhu dulu."

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang