Nasib Buruk Eriska

114 6 2
                                    

Pagi ini, Alfian sengaja tidak menjemput Eriska di rumah. Maklum, ini karena permintaan Eriska sendiri. Hari ini Eriska ingin berangkat bersama Dika karena hari ini adalah hari terakhir Dika berada di Jakarta.

"Dek, ceritain dong gimana hubungan lo sama Alfian!" pinta Dika sambil terus fokus mengemudikan Toyota Rush-nya.

Eriska menolehkan kepalanya. "Apa yang mau diceritain?"

"Ya apa kek. Kan lo doinya, masa nggak ada moment-moment berkesan apa gitu selama lo sama Alfian?" Dika bertanya balik.

Eriska kembali menatap lurus ke depan. "Nggak ada cerita apa-apa ah, Bang. Kak Fian itu cuma kakak kelas gue, gue juga belum lama akur lagi sama dia."

"Belom lama akur? Emang kalian udah kenal sebelumnya?" tanya Dika penasaran.

"Yaelah, Bang, dia itu kakak kelas gue juga di SMP. Waktu SMP, gue pernah laporin dia ke guru BP karena mau madol sekolah gitu aja. Dan nggak tahu juga ya dia dapet ilahi dari mana, dia tahu kalo gue yang ngelaporin dia ke guru BP. Semenjak itu, sial deh hidup gue di SMP!" jelas Eriska lalu mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa bisa sial, Dek?"

"Ya gimana nggak sial, Bang. Sejak hari itu sampai hari kelulusan dia dari SMP, dia itu nggak pernah puas bikin gue emosi! Mana dulu gue baru pertama kalinya jadi pengurus OSIS ya kan, harus ekstra sabar deh gue ngurusin siswa yang bermasalah kayak dia," jawab Eriska kesal.

Dika melirik Eriska sejenak sebelum akhirnya tertawa lepas.

"Kocak juga ya masa lalu lo, Dek! Terus, terus, sekarang lo udah baikan sama dia?"

"Udah. Awalnya sih dengan berat hati, tapi lama-kelamaan dia lumayan asyik juga buat dijadiin temen." balas Eriska.

"Cie, pasti sekarang lo suka deh sama dia. Dianya juga suka kali sama lo, sampai rela anter-jemput lo ke rumah segala tuh." ledek Dika.

Eriska yang mendengar perkataan kakaknya itu mencubit lengan kakaknya dengan gemas.

"Apaan sih, Bang!" protes Eriska.

"Sakit tahu, Dek! Lo semakin kasar sama gue, makin gue doain lo jodoh sama Alfian!" ancam Dika.

Eriska menghentikan aksinya lalu menggembungkan pipinya sebal. Untungnya, jarak menuju sekolahnya sudah tidak jauh lagi. Beberapa saat kemudian, Eriska pun sampai di depan gedung SMA Pertiwi dan segera meloncat turun dari mobil Dika.

Ia pun melangkahkan kakinya dengan ringan saat hendak melewati koridor kelas Alfian.

Santai aja kalo nggak punya musuh.

Namun, semua terjadi di luar dugaannya. Saat ia melintas di koridor kelas 12 IPS, ia justru dicibir.

"Cantik, cantik, kok murahan?! Pacaran cuma sembilan jam terus minta putus, kayak sewaan aja!"

"Yang kayak gini mah malu-maluin nama sekolah aja. Pertiwi kan nggak seharusnya nerima cabe-cabean!"

"Dasar ganjen!"

Eriska berusaha menulikan telinganya sebisa mungkin. Lagipula, apa mungkin kakak-kakak kelasnya itu sedang menyindirnya?

Eriska mempercepat langkahnya dan di depan koridor sana, ia sudah bisa melihat gerombolan Alfian dkk yang sedang sibuk mengamati ponselnya masing-masing.

"Pagi, Kak." sapa Eriska seramah mungkin.

Ricky mengangkat kepalanya dan menatap Eriska sinis. "Satu jamnya berapa?" tanya Ricky tiba-tiba.

Eriska menghentikan langkahnya dan mengadukan tatapannya dengan Ricky. Tak mengerti.

"Maksudnya apa, Kak?"

"Per satu jamnya, lo disewa berapa juta sih, cantik?" tanya Dennis ikut sinis.

Eriska memiringkan kepalanya. "Ini ada apa sih, Kak?"

Daffa beranjak dari duduknya dan berdiri persis di hadapan Eriska. "Nggak usah sok polos deh lo jadi cewek. Wajar aja kalo Alfian nggak demen sama lo, lo nya aja emang suka caper gini!" serang Daffa.

Eriska merasakan matanya mulai memanas. Baru kali ini ia diserang kakak kelas.

"Dimana kak Alfian?" tanya Eriska dengan suara mulai bergetar.

"Lo ada perlu apa nyari-nyari temen gue, huh?! Mau lo jadiin korban juga kayak Fajrin?!" gertak Daffa lagi.

"DASAR ADIK KELAS CARI SENSASI!" hujat Bella yang tiba-tiba datang dari belakang Eriska.

Eriska menatap Bella panik. "Kak, ini maksudnya apa?"

Kini, Eriska telah dikelilingi oleh banyak siswa dan siswi kelas 12 yang menatapnya tajam. Bahkan, siswa dan siswi kelas 10 lainnya yang biasa melewati koridor tersebut, harus memutar ke pinggir lapangan karena koridor tertutup.

"Sadar, Eriska, lo itu masih adik kelas disini. Nggak seharusnya lo berani macem-macem sama kakak kelas! Jujur aja gue sebagai temen seangkatannya Fajrin, ikut ngebela Fajrin disini, karena lo yang salah!" Caesar angkat bicara.

Air mata mulai menetes di kedua pipi Eriska. Ia tak sanggup berada dalam keadaan ini sendirian.

"Permisi, permisi," sela Safina dengan berani.

Safina yang melihat keadaan buruk Eriska pun segera memeluknya erat. "Ris, lo kenapa?" tanya Safina.

Eriska terisak sambil menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau membeberkan ini semua di depan kakak kelasnya.

"Minggir! Lo nggak ada urusannya sama nih cewek kan?" tanya Bella sambil mendorong bahu Safina kasar.
Safina berani membalas tatapan Bella dengan tatapan tidak suka. "Gue sahabatnya Eriska, Kak. Gue berhak berada di samping Eris bahkan di saat titik terendahnya sekali pun!" jawab Safina lantang.

"Berani lo ya ngomong teriak-teriak sama gue! Kenapa juga lo harus jadi pahlawan kesiangan buat cabe-cabean ganjen kayak dia juga sih?!" tanya Bella emosi.

"Eriska bukan orang yang kayak gitu, Kak! Lagian ini ada apa sih?" tanya Safina kepada semua yang ikut menghina Eriska pagi itu.

"Udah, udah. Lo bawa pergi temen lo sekarang juga sekalian lo ajarin dia supaya jadi cewek yang baik-baik. Gue nggak mau guru-guru apalagi Pak Aria tahu sama masalah pagi ini." pinta Ricky kepada Safina.

Safina pun segera menarik Eriska dari kerumunan sambil terus berusaha meredakan tangisan Eriska.

Safina bahkan tidak menyadari, ada seorang laki-laki yang sedari tadi sedang mengamatinya dengan serius.

***

"Selamat ya, Lif, rencana lo berjalan mulus!" puji Mutia gembira.

"Sama-sama, Mut. Ini kan juga berkat dukungan dan doa lo juga. Sekarang, gue tinggal jalanin langkah-langkah selanjutnya," ujar Alifia bangga.

***

Hari ini Eriska sudah kacau. Satu-persatu guru yang masuk ke kelasnya untuk mengajar pun tidak ia hiraukan. Pikirannya terlalu ruwet untuk menerima pelajaran hari ini. Terlebih lagi, setiap kali ia mengingat sedikit saja memori kejadian tadi pagi. Nasib buruk.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang