Keluarga Bella

129 7 2
                                    

"Lo tuh ya lucu banget deh kalo lagi cemberut," puji Fajrin sambil mencubit pipi Eriska gemas.

Eriska menghiraukan Fajrin namun terus menyantap sate kambing yang ada di hadapannya. Siang ini, Eriska memang diajak makan siang bersama di depan sekolah bersama Fajrin. Fajrin mentraktirnya sate kambing. Sate kambing Cak Wajid yang masih saja terkenal akan kelegendarisannya sejak tahun 1995.

"Yah, ngambek. Jangan ngambek dong. Kalo lo cemberut, nanti gue makin suka. Gemesin banget," ujar Fajrin lagi sambil mencubit pipi Eriska dengan lebih gemas.

"Iiih, sakit tahu, Kak. Nanti pipi aku biru-biru, dicubitin melulu sih!" keluh Eriska sambil mengelus-elus kedua pipinya.

Fajrin terkekeh. "Nanti kalo kita udah pacaran, gue pelukin lo deh. Nggak gue cubit-cubit lagi,"

"Emang bakal pacaran?" tanya Eriska setengah meledek.

"InshaAllah. Nanti ya, kalo gue udah siap." balas Fajrin sambil tersenyum tulus.

Eriska pasti merona. Kakak kelasnya ini selalu saja berhasil membuatnya merasa beruntung.

"Kak?" panggil Eriska tiba-tiba.

"Iya?"

"Kakak pernah nggak digosipin seseorang karena deket sama aku?" tanya Eriska jujur.

Fajrin menghentikan kunyahannya. Terlihat seperti akan menyiapkan jawaban bagi Eriska. "Kok lo nanyain itu?"

"Ya soalnya aku ngalaman itu. Jujur aja, kalo aku jadi merasa agak risih. Apalagi semenjak kejadian kak Bella nyiram aku di kantin. Beberapa anak angkatan aku juga jadi terpengaruh sama omongannya kak Bella dan adiknya, Sabrina. Aku jadi terkenal kayak perempuan murahan, Kak." ungkap Eriska jujur.

Beberapa hari terakhir ini, Eriska memang sering mendapat direct message misterius dari beberapa akun fake account yang mengecamnya perempuan murahan. Saat berjalan di koridor bersama ketiga temannya itu pun, Eriska sering disindir oleh kakak kelas atau beberapa teman seangkatannya. Eriska jadi tidak nyaman.

"Ngadu aja ke ruang OSIS. Lo tulis di buku kasus biar kepsek juga baca. Sebenernya kan nggak boleh tuh ada pembullyan di sekolah," Fajrin memberi saran.

"Nggak mau ah, Kak. Nanti jadi repot urusannya." jawab Eriska menolak.

"Terus? Lo maunya gimana?"

Eriska berpikir sejenak lalu menatap Fajrin tulus. "Aku maunya dibelain kakak. Pengin ngerasa dilindungin,"

***

"Mamaaaaa!"

"Halooo, Bella. Udah pulang sekolah, Nak?" sambut Maurin, ibu Bella.

Bella mengangguk cepat lalu segera meneguk segelas orange juice yang ada di hadapan mamanya.

"Loh, itu kan minuman Mama! Ih, kok kamu main sembarangan minum aja sih, Bel?" protes Maurin tidak setuju.

Bella meletakkan gelas itu kembali dan langsung bersendawa di depan mamanya dengan tidak sopan.
"Sorry, Ma. Bella dari tadi udah nahan haus dan sekarang karena Bella udah nggak haus lagi, Bella mau ngomong sama Mama."

Maurin berdecak. "Mau ngomong apa sih?"

Bella menarik bahu mamanya ke sofa, seperti mempersilakan duduk. "Ternyata misi Mama berhasil, Ma! Mama tahu nggak, sekarang Alfian jadi deket sama Bella dan bahkan dia udah nggak sungkan-sungkan ngajak Bella duduk berdua di kantin! Oh my God, Ma, Bella seneeeeng banget jadi pusat perhatian di kantin. Aduh, kapan lagi coba bisa duduk sama anak kepsek yang paling ganteng seantero jagat raya?!" pekik Bella bahagia.

Maurin membulatkan matanya tak percaya. "Oh iya? Terus gimana tuh, titipan oleh-oleh Mama buat Pak Aria? Udah disampein belum ke Alfian?"

Bella mengangguk. "Dan bahkan Alfian itu minta tolong sama Bella, Ma."

"Minta tolong apa, Bel?"

"Dia bilang kalo nanti Mama kembali ke Manchester, dia mau nitip barang buat mamanya. Ya maksudnya, setelah Mama sampai di Manchester, Alfian berharap Mama bisa bantu ngirimin paket titipan itu buat mamanya." jelas Bella.

"Wah! Kesempatan bagus, Bel. Mama jadi punya ide bagus, Bel." ucap Maurin sambil memetikkan telunjuknya.

Bella merapatkan telinganya ke mulut Maurin. "Apa, Ma?"

"Jadi, paket yang dititipkan Alfian buat si Dinda kampungan itu akan mama tukar isinya dan juga nama pengirimnya juga akan mama ganti dengan nama Aria Nugraha. Dan kamu bisa bayangin nggak sih, gimana respon mamanya Alfian waktu nerima paket dari suami tercintanya?" tanya Maurin dengan sangat antusias.

"Ummm... Kayaknya Bella tahu deh, Ma. Mungkin waktu tante Dinda nerima paket teror atas nama Pak Aria itu, dia pasti bakal kaget banget dan mungkin aja... Tante Dinda bisa lebih cepet pulang ke Indonesia dan dia nuntut cerai deh sama Pak Aria. Terus Pak Aria juga pasti kaget banget karena tante Dinda udah nuduh Pak Aria yang nggak-nggak. Terus, dua-duanya minta cerai deh. Dan setelah mereka resmi bercerai, kesempatan Mama untuk menikah sama Pak Aria semakin mulus! Yes, berarti Bella bakal saudaraan dong sama Alfian, tinggal satu rumah pula!" pekik Bella bahagia.

"Ckck, Mama nggak nyangka, Bel. Ternyata kita emang sehati dan sepikiran banget ya. Bangga Mama punya anak cerdas seperti kamu." puji Maurin sambil membelai rambut pirang coklat Bella.

Bella memejamkan matanya santai sambil membatin...

Liat aja, Fian. Sebentar lagi lo bakal ngerasain rasanya nangis dua puluh empat jam per tujuh hari. Lo bakal ngerasain kehancuran yang sehancur-hancurnya. Maaf ya, Fian, gue emang sengaja ngelakuin ini. Ini pelajaran yang pantes buat lo.

Sementara itu, di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Maurin juga membatin....

Rasain kamu, Dinda. Siapa suruh kamu merebut semua yang aku miliki dulunya. Maaf ya, aku juga jadi harus merebut suamimu.

***

Fajrin sedang berada di ruang OSIS untuk menyelesaikan tugas mulianya yaitu menyusun proposal acara peringatan HUT RI ke-72.

"Lomba apa lagi ya?" gumam Fajrin pada dirinya sendiri.

Ceklek.

Pintu ruang OSIS terbuka lebar. Dan dari arah luar, Fajrin bisa menangkap sosok Alfian yang sedang dalam keadaan basah kuyup.

"Astagfirullah, Fian, Fian. Lo abis ngapain? Nyebur di kolam depan?"

Alfian mengibas-ngibaskan kerah bajunya untuk mengeringkan lehernya. "Abis main bola. Kan di luar emang panas banget, wajar dong kalo gue keringetan gini."

"Gila lo. Main bola dimana?" tanya Fajrin sambil bangkit menghampiri Alfian.

"Di Lapangan Garuda. Sama anak SMA lain, gue tadi madol." jawab Alfian masih sambil mengatur napasnya.

Fajrin menggelengkan kepalanya. "Yan, mending lo bantuin gue nyusun proposal buat acara 17 Agustus-an deh." pinta Fajrin.

Alfian yang sedang menyogok-nyogok katup AC dengan gagang sapu pun langsung menatap Fajrin tajam. "Yang disuruh buat proposal kan lo. Kenapa jadi gue yang kena ciprat mesti repot segala? Nanti kalo gue yang nyusun, gue bikin acaranya semau gue nih ya." jawab Alfian santai.

Ia baru saja melompat dari atas meja dan langsung menikmati dinginnya udara AC. "Kerjain sendiri. Gue kesini mau ngadem." kata Alfian sambil memejamkan matanya tanpa beban.

Dan si ketua OSIS itu pun hanya bisa mengalah dengan seorang anak kepala sekolah.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang