Pertama Kalinya (2)

117 7 0
                                    

Eriska memandangi pantulan dirinya di depan cermin. Matanya masih membengkak karena ia terlalu sibuk melukis tadi malam dan akibatnya ia pun jadi kurang tidur. Maklum, mood Eriska sedang kurang bagus semenjak perjumpaannya dengan Fajrin kemarin sore. Eriska memoleskan sedikit concealer di bawah matanya lalu mendesah pasrah.

"Ya ampun! Concealernya abis lagi. Duh, gue pake apa coba?" keluh Eriska sambil menepuk jidatnya.

"Eris, ayo cepet, Ris! Abang kamu udah nunggu nih!"

"IYA, MA! SABAR YA, NANGGUNG!"

Eriska pun melemparkan concealer itu dengan asal dan hanya memoleskan liptint nya dengan polesan tipis. "Ya udahlah, biar aja kantong matanya segede kantong kangguru. Yang penting, bibir nggak pucet-pucet amat,"

Setelah berkata demikian, Eriska segera menyampirkan ranselnya di bahu sambil mengunci kamar. Sesampainya di lantai bawah, Eriska mendapati kakaknya yang telah menunggunya.

"Ya Allah, pantes aja lama. Lo dandan dulu toh kalo mau sekolah?" tanya Dika sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ih, dandan apanya sih, Bang? Gue cuma make liptint doang kok." balas Eriska sebal.

"Menor banget sih, Dek. Duh, buset dah adek gue, mana bedaknya sedempul gini lagi dah!" protes Dika sambil mengusap-usap pipi Eriska.

"Bang, apaan sih! Gue cuma make liptint! Bedak, pelembab, blush on, dan kawan-kawannya nggak gue pake sama sekali!" kata Eriska tidak terima sambil menjauhkan tangan Dika dari wajahnya.

Dika menarik tangannya dari wajah Eriska lalu mengerutkan kedua alisnya tak percaya. "Masa sih? Perasaan terakhir gue ketemu lo, lo masih kumel binti dekil gitu-gitu aja deh, Dek."

"Abang, jangan suka ngeledek adiknya. Syukur-syukur, adiknya udah berubah jadi lebih cantik." tegur Cahyo sambil terus sibuk membaca korannya.

"Iya nih, Abang. Udah, jangan kelamaan, katanya mau nganterin Eris sekolah hari ini." timpal Fika.

"Iya, Ma. Dika lagi nggak percaya aja, soalnya tiba-tiba Eris keliatan cantik banget di mata Dika. Kayak ada aura khasnya gitu semenjak SMA ya?" Dika masih menggoda.

"Abang, udah deh. Nanti Eriska nya telat. Kalo masih kangen, ngeledekinnya nanti aja ya pas Erisnya pulang sekolah." Fika menegur Dika lagi.

"Tahu lo! Ayo ah, udah kelamaan nih gue!" ajak Eriska sambil menarik pergelangan tangan Dika paksa.

"Iya, iya. Pa, Ma, Dika anterin Eris sekolah dulu ya. Assalamualaikum, Pa, Ma." pamit Dika kepada kedua orang tuanya. Eriska pun mengikuti tingkah kakaknya yaitu berpamitan kepada kedua orang tuanya sambil mencium tangan.

"Ya udah, Pa, Ma. Dika berangk--"

Tin tin tin tin

"Siapa tuh, Ma?" tanya Cahyo sambil menengokkan kepalanya ke arah jendela.

"Tukang koran kali, Pa." sahut Fika asal.

"Tukang koran dari Hongkong, Ma? Ini, Papa aja udah selesai baca koran hari ini. Jelas bukan tukang koranlah, Ma." jawab Cahyo sambil melipat rapi korannya.

Fika, Eriska, dan Dika sibuk bertanya-tanya siapa sosok yang membunyikan klakson di halaman rumahnya.

"Atau mungkin temen kamu ya, Ris?" tanya Fika tiba-tiba.

"Hah? Temen aku?" Eriska sedikit terkejut.

"Ya udah. Ayo kita bukain pintu aja, siapa tahu tamu penting." ucap Fika sambil berjalan ke arah pintu.

"Hati-hati ya, Ma, takutnya orang jahat." Cahyo beranjak berdiri sambil memperingatkan.

Eriska berjalan di belakang ibunya sambil terus melayangkan berbagai pertanyaan dalam hatinya. Semakin dekat kakinya melangkah ke pintu, semakin jelas pula ia mendengar bunyi deru motor Ninja di depan rumahnya. Detik-detik selanjutnya, Fika telah menarik knop pintu.

"Assalamualaikum, Tante."

"Waalaikumsalam, Nak. Cari siapa ya?" tanya Fika.

Eriska yang baru saja tiba di belakang Fika langsung terkejut ketika mendapati siapa sosok yang sedang berhadapan dengan ibunya kini.

"Cari Eriska, Tan." jawab laki-laki itu sambil melirik Eriska yang kini berdiri di belakang Fika.

Fika menatap Eriska sejenak lalu tersenyum jahil. "Kamu pacarnya Eriska ya?"

"Eum..." "Bukan, Ma!" jawab keduanya bersamaan.

Fika jadi bingung. Keduanya masih terlihat sungkan.

"Bukan, Tante. Saya bukan pacarnya. Cuma kakak kelas," potong laki-laki itu lugas.

Eriska menghela napasnya dengan lega. Setidaknya, laki-laki ini tidak mengada-ada.

"Oh iya, kamu ada perlu apa ya nyari Eriska pagi-pagi begini?" tanya Fika lagi.

"Mau jemput, Tan." jawab laki-laki itu cepat.

Ketika mendengar jawaban tersebut, kaki Eriska pun melemas. Terlalu tidak siap untuk mendengar jawaban tersebut terlontar dari mulut laki-laki itu.

"Maaf, Kak. Gue mau berangkat sama abang gue," ujar Eriska angkat bicara.

"Oh iya betul, Nak. Eriska hari ini mau dianterin sama abangnya." Fika terdengar mendukung Eriska.

"Berangkat sama saya aja, Tan. Oh iya, maaf, Tante. Saya lupa memperkenalkan diri saya. Saya Alfian Nanditto Nugraha, Bunda. Saya anak sulungnya bapak Aria Nugraha, kepala sekolah SMA Pertiwi. Jadi, tante nggak perlu khawatir kalo Eriska berangkat sama saya. Bunda bisa langsung telepon Papa saya kalo sampe Eriska kenapa-napa." tutur Alfian sambil menjabat tangan Fika.

"Oh.... Kamu anaknya Pak Aria? Wah kebetulan sekali ya tante ketemu sama kamu disini. Salam kenal ya, Alfian, tante senang berkenalan denganmu." sambut Fika dengan ramah.

"Ma, ada siapa sih?" tanya Dika yang tiba-tiba muncul dari dalam.

"Ini, kakak kelasnya Eriska. Namanya Alfian. Nak Alfian, perkenalkan ya, ini namanya Bang Dika, abangnya Eriska." Fika memperkenalkan keduanya.

"Aduh, Ma. Aku udah telat nih. Ya ampun, udah jam segini lagi. Yuk ah, Bang, kita berangkat sekarang. Umm... Kak Fian, maaf ya, gue nggak bisa berangkat bareng lo, gue sama abang gue aja ya. Sorry banget udah bikin lo repot-repot dateng ke rumah gue," Eriska jadi salting.

"Kurang lima belas menit lagi dan lo masih milih berangkat sama gue, Dek? Telat lo!" kata Dika sambil menoyor kepala Eriska.

"Oh iya, betul kata abang kamu, Ris. Kamu kan tahu sendiri, abang kamu juga nggak bisa nyetir ngebut-ngebut. Umm... Nak Alfian, Eriska nya berangkat sama kamu aja kali ya? Apalagi kalo naik motor kan bisa nyelip-nyelip, bisa cepet nyampe sekolah juga kan?" tanya Fika kepada Alfian.

"Bener, Tan. Daripada Eriska telat terus dapet hukuman dari guru piket, mendingan berangkat sama saya aja kan, Bun?"

"Nah iya gue setuju sama Alfian. Ya udahlah, gece lo berangkat sekolah!" ucap Dika mendukung sambil mendorong-dorong punggung Eriska secara paksa.

"Tapi, Ma--"

"Yuk, sekarang?" tanya Alfian tiba-tiba sambil menggandeng tangan Eriska.

Eriska menatap Alfian jengah dan mau tidak mau hanya mengangguk lemah.

Ya mau gimana lagi dong gue? Minggu depan UTS dan kalo hari ini gue milih nggak masuk aja, bisa ketinggalan banyak kisi-kisi!

Setelah Alfian berpamitan pada ibu dan kakak Eriska serta tak lupa juga menitipkan salam untuk ayahnya Eriska, Alfian segera menaiki motornya dan menyodorkan sebuah helm kepada Eriska. Eriska pun segera mengenakan helm tersebut dan naik ke atas motor Alfian dengan sedikit gugup. Bagaimana tidak, karena ini adalah kali pertama Eriska diboncengi oleh laki-laki. Eriska pun mencoba mengatur napas dan detak jantungnya seritme mungkin juga bersiap mengelukan mulutnya sepanjang perjalanan. Sementara itu, Alfian telah selesai mengenakan helm full face nya dan mulai melajukan motornya.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang