Cimahi Saksi Pertama

101 6 0
                                    

Eriska menyisir rambutnya dengan jari. Rambut sebahunya dibiarkan tergerai karena kebetulan Eriska pun baru saja keramas. Entah mengapa Eriska ingin sekali merebahkan tubuhnya dan tidur secepat mungkin. Walaupun ini masih pukul lima sore dan kegiatan siang ini belum terlalu banyak, Eriska merasa lelah sekali.

"Rin, nanti kalo makan malam terus ada yang nyariin gue, bilang aja gue tidur di pondok." ujar Eriska kepada Kerin yang kebetulan menjadi teman satu pondoknya.

"Tumben banget, Ris, lo tidur sore?"

"Iya. Capek banget, pusing juga." jawab Eriska sambil naik ke atas ranjang.

"Jangan tidur dulu, Ris. Rambut lo masih basah, nanti bisa rematik kepala." Kerin mengingatkan.

"Oh iya. Makasih, Rin, diingetin." jawab Eriska lalu duduk kembali.

Eriska pun terpaksa menunggu sejenak sampai rambutnya agak kering sambil membaca novel bawaannya.

"Ris, lo nggak mau ikut gue?" tanya Kerin tiba-tiba.

Eriska meletakkan novelnya. "Kemana?"

"Lihat sunset. Katanya sunset disini bagus banget, lihatnya dari bukit sebelah sana." jawab Kerin sambil menunjuk ke suatu arah.

Eriska berpikir sejenak.

Ikut aja kali ya? Daripada gabut sendirian gue di pondok. Udah nggak ada hape, nggak ada TV, nggak ada Fajrin.

"Boleh deh, Rin. Sekalian nyari angin buat ngeringin rambut gue," balas Eriska sambil beranjak dari bibir kasur.

Eriska pun segera mengenakan sneakers putihnya lalu mengunci pintu pondok. Kemudian ia pun berjalan bersama Kerin menuju bukit yang dimaksud.

Dari atas puncak sini, Eriska sudah dapat menikmati keindahan kota Cimahi. Kota ini cukup ramai dan cantik. Walaupun sudah cukup padat penduduk, Cimahi tetap masih dibilang asri. Masih ada beberapa bagian kota yang nampak hijau segar. Berbeda jauh dengan Jakarta yang setiap harinya Eriska hanya bisa menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi. Senja di kota Cimahi pun ternyata cukup menarik. Matahari mulai menurun, bersiap bertukar posisi dengan bulan. Eriska menikmatinya.

"Tumben nggak sama kak Fajrin?" ujar Kerin membuka topik.

"Eh, oh, iya. Dia lagi ada urusan Bu Riana. Maklum, jabatannya di OSIS kan penting, Rin." jelas Eriska.

Eriska dan Kerin pun terus melanjutkan perjalanannya menuju sebuah bukit, tempat terbaik untuk menikmati sunset. Mereka berdua terlibat dalam perbincangan ringan yang membuat keduanya pun melalui perjalanan tanpa merasa lelah.

Sesampainya di atas bukit, langit sudah semakin cantik. Langit memamerkan semburat merah dan jingganya bersama tenggelamnya matahari.

"Rin, bagus banget sunsetnya!" Eriska terkagum-kagum.

"Iya, Ris. Bener juga dong kata kak Alfian, dia yang ngasih tahu ke anak-anak kalo sunset disini bagus." balas Kerin tak kalah kagum.

Eriska sebenarnya ingin sekali mengabadikan momen ini dengan kamera ponselnya. Namun sayang, ponsel para peserta LDK harus dikumpulkan ke guru pembina terlebih dahulu selama acara LDK berlangsung. Namun, Eriska tetaplah Eriska. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan secantik ini begitu saja.

"Rin, gue kesana dulu ya?" pamit Eriska.

Kerin hanya mengangguk lalu mengacungkan jempolnya. Eriska pun berjalan ke bagian belakang bukit dan menikmati pemandangan sunset ini dari segala sisi. Seandainya saja ada Fajrin di samping Eriska kini, pasti kesenangannya pun akan berlipat ganda.

Tak hanya menikmati pemandangan langit sunset yang disuguhkan Tuhan secantik sore ini, Eriska pun akhirnya penasaran dengan padatnya kota Cimahi yang berpadu dengan terpaan senja yang semakin cantik. Ia pun melangkah maju, semakin mendekati ujung bibir bukit untuk melongok ke bawah. Namun, baru dua langkah Eriska maju ke depan, ada seseorang yang menarik tangannya dengan paksa.

Eriska memutar kepalanya dan sangat terkejut ketika melihat sosok tersebut.
"Konyol lo ya! Ngapain lo minggir-minggir ke sana?!" bentak Alfian.

"Gue cuma mau lihat pemandangan di bawah. Lebay amat sih lo jadi cowok!" omel Eriska tak mau kalah.

"Jangan, bahaya!" cegah Alfian sambil menatap tajam Eriska.

Tetapi, Eriska tetap keras kepala. Peringatan dari Alfian pun tetap ia hiraukan. Ia pun kembali melangkah maju ke bibir bukit. Dan apakah yang terjadi?

Eriska ditarik paksa oleh Alfian.

"Ck! Ribet lo ya, Kak! Maksud lo narik-narik tangan gue apa sih?!"

Alfian belum menjawab. Ia hanya mengunci Eriska dengan tatapannya.

"Jawab dong kalo gue nanya! Nggak usah sok romantis deh lo jadi cowok. Pake tatap-tatapan segala lagi kayak film India!" omel Eriska lagi. Ia tidak suka bertatapan dengan Alfian.

Alfian melepaskan tatapannya dari kedua manik mata Eriska.

"Mending lo nurut sama gue deh. Lo duduk disini dan lo nggak perlu kepo sama pemandangan di bawah sana!" pinta Alfian sambil menggeret tangan Eriska dan memaksanya duduk.

Alfian pun akhirnya duduk berhadapan dengan Eriska sambil memangku gitarnya. "Mendingan lo dengerin gue konser." ujar Alfian lagi.

Eriska mengernyitkan keningnya. "Hah? Apa? Dengerin lo konser, Kak? Pecah gendang telinga gue!"

"Lo jangan ngeremehin gue mulu loh. Emangnya lo nggak tahu kalo suara gue bagus?" balas Alfian mulai kesal.

Eriska memutar bola matanya dengan malas. "Mau suara lo bagus, mau suara lo jelek, gue sih nggak peduli, Kak. Dan satu lagi, gue kesini buat nikmatin sunset. Bukan buat dengerin konser tunggal lo!" kata Eriska sambil beranjak berdiri hendak meninggalkan Alfian.

Eriska pun berjalan beberapa langkah, menjauhi Alfian.

"Woi!" teriak Alfian tiba-tiba.

Alfian bangkit berdiri lalu menghampiri Eriska yang sudah mulai menjauh.

"Kenapa sih lo nggak demen banget sama gue?" tanya Alfian frontal.

Eriska menatap Alfian tak percaya lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Harusnya gue kali yang nanya sama lo, Kak. Kenapa sih lo nggak demen banget sama gue?"

"Soalnya lo nyolot!" jawab Alfian cepat.

Eriska terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Ya udah, sama!"

"Kalo gitu, mulai sekarang kita damai aja." ujar Alfian spontan.

"Apa? Gue nggak denger, Kak, coba diulang." Eriska ingin mendengarnya sekali lagi.

"GUE MAU DAMAI SAMA LO! MULAI HARI INI,"

Eriska tertawa lepas. Menurutnya, Alfian terlalu idiot.

"Kenapa lo ngetawain gue?"

"Kak, coba lo pikir ya. Mana ada sih orang yang tiba-tiba ngajak damai duluan padahal dulunya tuh dia yang ngibarin bendera perang duluan?" balas Eriska sinis.

"Lo jangan kegeeran ya. Lo perlu tahu dua alasan kenapa gue ngajak lo berdamai. Yang pertama, gue capek ngeladenin lo. Dan yang kedua, ini permintaan adik gue karena lo udah nolongin dia waktu itu,"

Bohong. Alfian sedang berbohong.

Eriska menyipitkan matanya, mengamati mimik wajah Alfian. "Sepanjang 15 tahun hidup gue, gue baru tahu kalo seorang Alfian Nanditto Nugraha itu bisa capek ngeladenin cewek juga. Curiga," ujar Eriska sambil menyeringai.

"Sok tahu."

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang