Rumah

95 4 1
                                    

"Nilai-nilai Eriska sudah sangat baik juga memuaskan, Bu. Selamat ya, Eriska berhasil meraih peringkat pertama di kelas ini." ujar Bu Sulis, selaku wali kelas Eriska di kelas 11 ini.

Fika tersenyum lebar, merasa bangga. "Terima kasih, Bu. Eriska pasti senang sekali bila mendengar kabar ini. Dia itu memang tekun sekali belajarnya. Untungnya pepatah memang benar, bahwa tidak ada usaha yang mengkhianati hasil." kata Fika kepada Bu Sulis.

"Betul sekali, Ibu Fika. Di sekolah pun, Eriska juga sangat serius jika sedang belajar. Oh iya, Bu, apa Eriska ikut bimbel di luar?" tanya Bu Sulis penasaran.

Fika menggelengkan kepalanya. "Eriska selalu belajar sendiri di rumah, Bu. Dulu memang saar kelas 10, pernah ikut bimbel di daerah Rawamangun sepulang sekolah. Tapi, dia justru mengeluh kalo dia kecapekan. Maka dari itu, dia berhenti bimbel dan belajar sendiri di rumah. Kadang, dia malah sampe ketiduran di kursi. Saya kadang kasihan lihat dia, Bu. Usahanya sangat gigih demi menggapai prestasinya. Dia bilang sama saya, kalo dia pengin banget ikut SNMPTN. Saya sebagai ibunya hanya bisa mendoakan dan mendukung Eriska, Bu." tutur Fika dengan penuh kejujuran.

Bu Sulis membulatkan matanya. "Eriska belajar sendiri? Wah, hebat sekali ya, Bu Fika. Walaupun dia tidak ikut bimbel, tapi nilainya benar-benar sempurna loh, Bu." Bu Sulis terkagum-kagum.

Fika tersenyum tulus. "Ya begitulah, Bu. Belajar itu memang datangnya dari kemauan diri sendiri."

"Betul, Bu, saya setuju. Oh ya, Bu, menurut saya semuanya sudah cukup jelas dan ini rapornya Eriska." kata Bu Sulis sambil menyerahkan buku rapor tersebut kepada Fika.

Fika menerimanya dengan senang hati dan segera berpamitan dengan sopan. Fika pun kini telah berada di luar kelas dan tengah menyusuri koridor sekolah.

"Tante,"

Fika menghentikan langkahnya dan melihat siapa yang memanggilnya.

"Havana?" Fika tak menyangka.

"Iya, Tante. Saya Havana." jawab Havana sambil mencium tangan Fika. "Eriska kemana, Tan?"

"Eriska di rumah. Dia belakangan ini lagi hobi masak. Jadi, pasti sekarang ini dia lagi masak di rumah." jawab Fika ramah.

Havana berdecak kagum. "Pasti enak banget tuh, Tan, masakannya Eriska. Oh iya, Tan, gimana rapornya Eriska?"

"Rapornya Eriska bagus kok. Alhamdulillah, dia peringkat pertama di kelas." jawab Fika ramah.

"Alhamdulillah , hebat banget Eris. Pasti kebanting jauh deh, Tan, sama rapor saya." Havana menyadari.

Fika menautkan kedua alisnya. "Itu artinya kamu harus lebih sering belajar, Havana. Semua orang itu terlahir cerdas kok, hanya tergantung dia malas belajar atau tekun belajar saja,"

"Iya, Tan. Saya emang kurang rajin belajar. Langit dan bumi deh, Tan, kalo dibandingin sama Eris,"

"Nggak perlu berlebihan, Vana. Eriska juga masih butuh banyak belajar kok. Oh iya, kapan-kapan kamu main ke rumah lagi dong. Kamu tuh bikin rumah Tante rame loh." ajak Fika.

Havana mengulum senyumnya. "Kalo Eriska nya ngizinin sih, pasti saya main ke rumah Tante lagi kok."

"Emangnya Eriska pernah ngelarang kamu?" tanya Fika heran.

"Oh, ngg... nggak kok, Tan. Saya nya aja yang belum sempet main ke rumah Tante lagi." elak Havana.

Fika ber-oh panjang. "Tapi, beneran loh ya, kalo kamu ada waktu luang, jangan sungkan mampir ke rumah Tante. Sekarang Tante pulang dulu ya? Eriska pasti udah penasaran banget sama rapornya," pamit Fika.

"Oh, silakan Tante. Maaf ya, saya nggak bisa nganterin Tante. Soalnya Mama juga masih ngantri ngambil rapor di dalam kelas." Havana meminta maaf.

"Gapapa, Van. Semoga nilai kamu bagus juga ya. Jangan pesimis dulu,"

***

Alfian sampai di Jakarta, tepat di depan rumahnya. Ia sengaja tidak memberi tahu Adinda atau Katya terlebih dahulu agar menjadi surprise. Alfian mengetuk pintu rumahnya dan tak lama kemudian pintu jati itu pun terbuka.

"Den Alfian?!" sambut Bi Elis bahagia.

"Assalamualaikum, Bi." sapa Alfian dengan ramah lalu mencium tangan Bi Elis.

"Waalaikumsallam, Den! Ya ampun, mahasiswa ITB, makin kasep aja," puji Bi Elis tak menyangka.

Alfian mengeluarkan senyum simpul nan manis andalannya. "Makasih, Bi. Fian masih kalah ganteng kok sama temen-temen Fian yang lain. Oh iya, Mama sama Katya ada di rumah kan?"

"Ada. Kemarin saya denger Nyonya telepon sama Den, katanya Den balik ke Jakarta nya baru lusa. Kok hari ini udah di Jakarta?" Bi Elis keheranan.

"Sengaja, Bi, mau ngasih kejutan orang rumah." jawab Alfian jahil.

Bi Elis menggelengkan kepalanya. "Oalah, gitu. Ya udah, Den, silakan masuk. Nyonya sama Non Katya pasti kaget banget liat Den," Bi Elis mempersilakan Alfian masuk.

Alfian pun menganggukkan kepalanya dengan sopan sambil sedikit membungkukkan badannya saat melewati Bi Elis. Alfian benar-benar sudah berubah. Ia begitu santun.

Alfian sangat merindukan rumah ini. Rumah dimana ia merasakan kasih sayang dari orang-orang yang begitu menyayanginya. Ia pun mengatur langkahnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara. Ada aroma-aroma masakan lezat yang menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Ia tahu, pasti ada seseorang di dapur.

Sesampainya di ambang dapur, Alfian melongokkan kepalanya dan mendapati Adinda juga Katya disana. Kebetulan posisi mereka berdua sedang memunggungi Alfian sehingga Alfian dapat dengan mudah menjalankan aksinya.

Alfian telah berdiri di belakang Adinda dan Katya tanpa bersuara sedikit pun lalu merangkul keduanya.

"Fian?" "Abang?" seru Adinda dan Katya bersamaan.

Alfian terkekeh lalu segera mengecup pipi Adinda. "Kangen banget sama Mama," ujar Alfian manja.

"Katya juga kangen sama abang!" ujar Katya semangat.

Alfian pun segera melakukan hal yang sama kepada Katya. "Kangen dedek abang juga,"

Katya mengukir senyum manisnya lalu mencuri cium pipi kiri Alfian.

"Katanya kamu pulangnya lusa. Lihat nih, Mama belum masakin makanan kesukaan kamu." keluh Adinda sambil menunjuk wajannya.

"Pisang goreng kayak gini aja udah cukup buat Fian, Ma." jawab Alfian menenangkan.

"Enak aja. Pisang gorengnya pesenan gue, Bang. Siapa suruh lo, datengnya mendadak." Katya memprotes tiba-tiba.

"Mama gorengnya banyak kok. Jangan gitu, Kat. Pelit banget sih sama abang sendiri. Gue juga paling cuma minta dua potong," balas Alfian sinis.

Katya terkekeh. Alfian baperan. "Bercanda, Abang."

"Katya, temenin abang kamu ke atas gih. Mama mau lanjutin goreng pisangnya. Sekalian, si dedek. dilihat udah bangun tidur atau belum." ujar Adinda lembut.

Katya mengacungkan ibu jarinya lalu segera berjalan bersama Alfian. Meninggalkan dapur.

Alfian benar-benar bersyukur. Ia masih punya rumah. Dan esok, ia punya tujuan.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang