Siapa yang Lebih Unggul?

126 6 0
                                    

Sudah sebulan, Eriska bersekolah di SMA Pertiwi. Sudah sebulan pula ia dekat dengan Fajrin dan belum ada kejelasan hubungan. Eriska yang sudah lama menyukai Fajrin sejak awal MOS pun jadi sedikit kecewa dengan balasan perasaan Fajrin kepadanya. Fajrin sering mengatakan bahwa ia menyukai Eriska. Namun, apa buktinya? Fajrin belum juga menyatakan perasaannya.

"Woi, bengong aja lo!" Safina mengejutkan.

Eriska yang sedang mengetukkan-ngetukkan pulpennya pun langsung tersentak ketika mendengar suara Safina.

"Ih, demen banget sih lo ngagetin orang!"

Safina terkekeh. "Lagi mikirin apaan sih? Bengong-bengong mulu sambil mainin pulpen,"

"Nggak kok. Gue nggak mikirin apa-apa. Oh iya, Muti sama Alif mana?" tanya Eriska mengalihkan pembicaraan.

"Alif ada latihan paduan suara. Buat acara besok, kan abis upacara kita ada lomba-lomba. Terus kalo Mutia, lagi ada rapat rohis." jawab Safina.

"Loh? Kok belom ada pengumuman tentang lomba-lomba? Lagian kan seharusnya, kalo tanggal 17 Agustus itu cuma masuk buat upacara bendera doang. Gue kira lombanya lusa,"

"Ya lo kayak nggak tahu betapa antiknya bapak kepsek kita aja, Ris. Sekolah lain libur, kita masuk. Sekolah lain masuk, kita libur." balas Safina sambil mengeluarkan powerbank dari saku roknya lalu menyambungkan kabel kecil tersebut ke ponselnya.

"Fin,"

"Hmm?"

"Lo yakin nggak sih, kak Fajrin suka sama gue?" tanya Eriska langsung.

"Lo kenapa dah?" tanya Safina tak mengerti.

Eriska menghela napasnya panjang. "Lagian dia ngegantungin gue, Fin. Dia sering loh ngomong suka sama gue. Gombal gombal gitu. Tapi, sampai gue kodein pun, dia cuma nyuruh gue buat nungguin dia sampai siap. Emangnya dia kurang apa sih? Menurut gue, dia udah siap, udah nggak kurang apa-apa lagi. Dia nembak gue sekarang juga udah pasti gue terima, Fin." keluh Eriska kecewa.

Safina tersenyum miring lalu mengusap-usap punggung Eriska. "Eris, cewek itu kodratnya dikejar, bukan mengejar. Lo juga harusnya sabar. Mungkin secara fisik, kak Fajrin emang udah pantes jadi pacar lo. Tapi, kan lo nggak tahu gimana batinnya?"

Eriska menatap lurus ke depan. "Tapi, gue bisa kok jadi pacar yang pengertian. Sumpah ya, gue baru tahu, ternyata cowok juga susah ditebak."

"Cowok itu emang kayak teka-teki. Lo sebagai cewek harus pinter-pinter nyelesaiin teka-teki itu kalo mau dapetin hatinya."

Safina dan Eriska langsung menolehkan kepalanya ke seseorang yang kini ada di hadapannya.

"Ngapain lagi sih, Kak?" tanya Eriska dengan nada tak suka.

Alfian menatap Eriska serius. "Nih, gue cuma mau ngasih lo daftar lomba-lomba buat besok."

"Kenapa dikasihnya ke gue?" Eriska tak paham.

"Karena gue mau lo kebagian lomba duluan. Dengan cara ini, lo jadi bisa milih lomba mana yang lo mau pilih duluan."

Alfian membalikkan tubuhnya dan melenggang begitu saja dari kelas Eriska.

"Cieeee, Ris. Kak Fian peduli banget tuh sama lo, jangan-jangan dia naksir sama lo." ledek Safina dengan suara keras.

"Apaan sih, Fin! Sok tahu deh!" respon Eriska sambil menginjak sepatu Safina kesal.

***

"Hai," sapa Fajrin tiba-tiba.

"Hai, Kak." balas Eriska sedikit canggung.

God's PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang