"Setiap cerita selalu ada akhirnya entah itu bahagia ataupun sedih. Begitupun cerita tentang kita mungkin hari ini adalah akhirnya."
Shelyna Darra
***
Suara Adzan Isya membangunkan Shelyn dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu mengedarkan pandangannya. Dia berada di kamar Abi. Shelyn tak ingat kenapa ia bisa berada disini. Seingatnya tadi siang ia menangis dipelukan Sandra dan setelah itu ia tak ingat apa-apa lagi.
Jam di atas nakas menunjukan pukul 7 lebih beberapa menit yang artinya Shelyn tertidur disana hampir 7 jam. Shelyn menggeleng tak percaya lalu menyibakkan selimut.
"Lo udah bangun!" Shelyn menengok ke asal suara dan melihat Abi tengah berdiri diambang pintu kamar mandi.
Shelyn mengangguk, "lo abis wudhu?" tanyanya saat melihat wajah Abi basah karena air.
Abi mengangguk lalu berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil sejadah yang ia simpan di atasnya.
"Abi!" pangil Shelyn. "Makasihnya udah bawa dan bolehin gue tidur disini."
"Hmm.." gumam Abi.
"Yaudah gue pulang dulu." pamit Shelyn sambil menyambar tasnya yang ada di atas nakas.
"Nanti aja, biar gue anter." cegah Abi.
Shelyn tersenyum kecil, "gak usah, lagian rumah gue cuma kehalang dua rumah dari sini. Yaudah gue pulang dulu ya." pamitnya lalu berjalan menuju pintu kamar Abi.
Abi hanya bisa menghela nafas panjang saat melihat kepergian Shelyn. Ia berharap jika setelah ini tidak akan ada lagi air mata yang ia keluarkan demi cowok berengsek itu.
Shelyn mendongkak melihat langit yang terlihat cerah di atasnya. Namun tak seperti biasanya, tak ada bintang yang menghiasinya hanya ada bulan yang bersinar terang disana. Shelyn menghirup dalam udara malam yang terasa segar lalu menghembuskannya.
Langkah Shelyn berhenti saat melihat seseorang yang sangat ia kenal tengah terduduk di jalan sambil bersandar di mobil. Sekelebat ucapan yang ia dengar tadi pagi tiba-tiba terngiang di telingannya. Tanpa sadar sebulir air mata jatuh di pipinya. Kedua tangan Shelyn terkepal kuat di sisi tubuhnya.
Shelyn mengusap bekas air mata itu dengan kasar. Ia tak boleh lemah, ia harus kuat. Dengan langkah pasti Shelyn berjalan kedepan cowok itu.
Adhwi yang tadinya menunduk, mendongkak melihat siapa yang berdiri di depannya itu. Matanya membelalak ketika melihat Shelyn lah yang berdiri disana. Dengan cepat ia berdiri, ia menatap kedua mata Shelyn dengan penuh penyesalan. Sedangkan Shelyn menatap Adhwi dengan dingin.
"Lyn ma--"
"Semuanya udah berakhir, kita putus." potong Shelyn lalu berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya, namun cekalan di tangannya membuat ia berhenti.
"Lepasin!" pintah Shelyn tanpa berbalik.
"Gak, aku gak mau putus sama kamu. Aku mohon dengerin penjelasan aku." mohon Adhwi.
Shelyn mendengus pelan, lalu berbalik menatap Adhwi dengan nyalang. "Apa lagi yang perlu di jelasin? gue udah denger kalau lo cuma jadiin gue bahan taruhan. Dan sekarang lo puaskan karena lo udah menang." decak Shelyn dengan suara naik satu oktaf.
Dengan cepat Shelyn menghentakan tangannya membuat cekalan Adhwi terlepas. Ia berbalik dan berjalan meningalkan Adhwi dengan air mata yang kembali menetes.
"AKU MOHON! DENGERIN PENJELASAN AKU." teriak Adhwi saat Shelyn menutup pintu gerbang rumahnya.
Kedua kaki Adhwi terasa lemas seketika, ia menyandarkan tubuhnya di mobil. Kedua matanya menatap rumah Shelyn di depannya dengan campur aduk. Sedih, sakit, menyesal, hampa semuanya menjadi satu kesatuan yang membuatnya terasa sangat rapuh. Semua ketakutanya benar-benar terjadi, Shelyn memilih meningalkannya. Lagi-lagi ia kehilangan orang yang ia sayang karena kesalahannya.
Shelyn berjalan menuju kamarnya dengan cepat. Bahkan ia tak sedikitpun mengindahkan bundanya yang bertanya. Ia menutup pintu kamarnya dengan keras lalu menyandarkan tubuhnya disana. Ia kembali terisak, tubuhnya merosot membuatnya terduduk diatas lantai yang dingin. Shelyn menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sekarang semuanya telah berakhir. Tak ada lagi cerita mereka berdua.
Sekarang Shelyn tahu semua yang pernah terjadi di antara mereka hanyalah kepalsuan. Kebahagiaan itu hanyalah sandiwara. Tak ada ketulusan di dalamnya. Adhwi hanya mempermainkannya seperti cewek-cewek lain. Semua janji yang pernah terucap hanya omong kosong yang tak mempunyai bukti. Shelyn menyesal telah berbarap lebih padanya. Cowok berengsek tetaplah cowok berengsek ia tak akan pernah berubah.
Shelyn berdiri lalu berjalan menuju ranjang. Ia mengambil boneka yang selama ini selalu menemani tidurnya lalu melempar boneka itu ke sembarang arah.
Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang lalu menangis disana. Selama ini Shelyn tak pernah merasa sesakit dan sekecewa saat ini. Adhwi benar-benar mengajarinya semua hal yang tak pernah terjadi padanya. Jatuh cinta, sakit, kecewa, semua itu hanya dari Adhwi Shelyn bisa merasakannya.
***
Keesokan harinya Shelyn terbangun dengan kedua mata yang bengkak karena terlalu banyak menangis semalam. Walaupun ia sudah berusaha menutupinya dengan make up tetap saja mata pandanya itu terlihat. Ia sampai bingung harus menutupinya dengan apa. Setelah pusing karena tak menemukan solusi akhirnya Shelyn memutuskan keluar dari kamar. Masa bodoh dengan bundanya yang akan mengintrogasinya nanti, ia tinggal jawab saja jika semalam ia kelilipan dan saking perihnya ia sampai menangis.
Shelyn berjalan menuju meja makan. Namun, pemandangan yang sudah selama ini tak terjadi kini terjadi lagi. Disana, tepatnya di salah satu kursi Abi tengah duduk sambil melahap sepotong roti dengan tenang. Shelyn sampai mengerjap tak percaya dengan apa yang ia lihat itu.
"Mata kamu kenapa Lyn?" tanya Maya saat melihat mata anaknya sedikit bengkak.
Shelyn menengok ke arah bundanya dengan cengiran. "Semalam Shelyn--"
"Nangis karena putus," potong Abi dengan santainya membuat Shelyn dan Maya menengok ke arah Abi bersamaan.
Shelyn menatap Abi dengan kesal, bisa-bisanya ia mengucapkan itu dengan santai. Ingin sekali Shelyn melahapnya sekarang juga.
"Lyn kamu beneran putus sama Adhwi?" tanya Maya tak percaya.
Shelyn menghela napas, "iya!" lirihnya lalu ia duduk di sebelah Abi.
"Kenapa putus?" tanya heran Maya sambil duduk berhadapan dengan Shelyn.
"Shelyn nya mau sama Abi bun!" sahut Abi dengan wajah tanpa dosanya.
Shelyn mendecak kesal, lalu menjitak kepala Abi dengan tanpa perasaannya, "itu sih mau lo," sentaknya.
"Tuh tau!" sahut Abi lagi sambil memegangi kepalanya yang sakit karena jitakan Shelyn.
"Iyalah, orang lo yang bilang suka sama gue dulu." sewot Shelyn.
"Jadi kamu suka sama Shelyn Bi?" tanya Maya tak percaya.
Abi menyengir, "iya!"
Maya hanya bisa diam dengan kedua mata menatap Abi penuh selidik. Sedangkan Shelyn menatap Abi dengan tak percaya. Berani-beraninya ia berbicara seperti itu pada bundanya. Shelyn merasa ada yang aneh dengan Abi hari ini. Shelyn tak habis pikir, kenapa bisa-bisanya Abi berubah seperti ini. Bahkan kemarin Abi masih menjauhinya tapi sekarang tiba-tiba ia bersikap seratus delapan puluh derajat dari biasanya.
Dengan bodohnya Shelyn mengecek suhu tubuh Abi, takut jika sebenarnya Abi sedang sakit. Namun saat ia menempelkan tangannya di dahi Abi suhu tubuh Abi nomal, ia tak demam sedikitpun.
"Lo gak lagi sakit tapi kok aneh Bi!" heran Shelyn. "Atau jangan-jangan tadi sebelum kesini lo kepentok ya?"
"Ya gue kepentok cinta lo!"
What the .....
----------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELYNA [End]
Teen FictionKita pernah saling mencintai begitu dalam. Sampai aku lupa bagaimana untuk berhenti. Kita pernah saling mendekap dalam pelukan. Sampai aku tak ingin untuk melepaskan. Aku dan kamu begitu menikmati rasa itu. Namun, kita melupakan satu hal. Dia yang b...