43. The Fight

969 36 0
                                    

Sebelum mulai,
boleh dong minta  v o t e  kalian.

V o t e  kalianlah yang bikin kalian semangat, uunchhhh😘😘

🎹 🎹 🎹

Kini Tasya dan Dika berada di kantin sekolah. Saat akan melahap makan siangnya, Dika meringis karena luka pada bibirnya yang masih basah dan terbuka.

Melihat Dika membuat Tasya menyipitkan matanya karena mengilu. "Dik, makan sedikit-sedikit, biar makanannya masuk mulut," ucap Tasya sambil mengambil alih sendok Dika. Kemudian Tasya mengambil nasi Dika dengan porsi yang sedikit.

Dari jauh, Rizky melihat momen dimana Tasya yang menyuapi Dika. Botol plastik yang Rizky pegang kini remuk dengan tangannya karena kesal melihat momen romantis mereka sedangkan dirinya tidak dengan Arin. Namun entah mengapa, keinginan Rizky untuk bersama Arin berubah menjadi perasaan dendam juga cemburu luar biasa.

Kemudian ia melihat ke kanan dan kiri, mencari Arin. Tidak ada Arin.

Bodoh sekali, untuk apa ku mencari Arin? Dia juga takkan peduli denganmu Rizky, gerutu Rizky dalam hati.

Saat Tasya kembali menyuapi Dika, Rizky menjadi merasa bersalah dengan Tasya. Ini nggak bisa dibiarin. Gue nggak bisa biarin Tasya dibohongin sama pacarnya sendiri, batin Rizky yang kini semakin penuh amarah.

Usai Tasya menyuapi Dika, ia menatap luka-luka Dika. Setelah Tasya perhatikan lebih teliti, ia menjadi sedikit curiga dengan lukanya. Kalau jatuh dari motor, kenapa hanya wajahnya saja yang luka? Kenapa tidak dengan lengan atau kakinya? Lalu Tasya menarik pikirannya, Tidak mungkin, Sya. Jangan berprasangka buruk sama pacar lo, oke?

Tasya pun kembali mengambil suapan dengan sendok Dika lalu menyuapnya kembali.

"Jadi gimana kemarin dengan Rizky?" tanya Tasya mengenai rencana mereka berdua kemarin. Namun sayangnya Dika tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dika bingung harus menjelaskan apa pada Tasya karena misinya untuk meminta Rizky menemui Arin telah gagal. Bahkan Dika sendiri belum berkata apa-apa pada Rizky.

"Dika?" panggil Tasya lagi.

Kemudian Dika memberanikan dirinya untuk menatap Tasya. "Kamu sendiri bagaimana kemarin dengan Arin?" tanya Dika mencoba mengalihkan.

 "Arin bilang ia mau untuk berbicara dengan Rizky," jawab Tasya.

Dika hanya bergeming. Wajah lesu Dika membuat Tasya yakin bahwa misinya gagal. "Rizky nggak mau, ya?"

Dika mengangguk lemah. "Kayaknya berantem mereka bukan kayak biasanya, Dik," ucap Tasya. "Kemarin pas aku ke rumahnya, aku lihat Arin maksain dirinya buat main piano lagi. Arin benar-benar kesepian," jelas Tasya dengan wajah lemah.

"Dia bisa main piano lagi?" tanya Dika yang terkejut mendengar Arin dengan pianonya.

"Dia masih takut," ucap Tasya lemah. Kemudian Tasya kembali membahas soal pertengkarannya dengan Rizky. "Jadi gimana, nih? Gimana kalau kamu coba ngomong sama Rizky lagi?"

Pukulan kemarin dari Rizky begitu keras. Bila Dika datang dan kembali dihajar, ia hanya takut emosinya akan meledak sehingga membuat lengan atletnya akan lebih kuat meninju Rizky balik. Maka keputusan akhir Dika adalah: tidak akan menemui Rizky. Tapi apa yang harus ia katakan pada Tasya?

"Umm..." belum Dika menjawab, tiba-tiba muncul Rizky yang kemudian duduk di samping Tasya. Ucapan Dika terhenti saat Rizky telah berada dihadapannya. Ia menduga Rizky menghampiri mereka karena ia telah mendengar Tasya sedang membicarakannya

"Sya, Dika nggak akan mungkin mau nanya ke gue lagi. Ya, kan?" tanya Rizky pada Dika dengan nada meremeh.

Kini rahang Dika mengeras juga tangannya kini telah mengepal. Tahan Dika. Tahan, ucap Dika dalam hati.

Tasya yang berada di samping Rizky menatapnya dengan serius dan bertanya, "Oke, kalau gitu gue yang nanya sama lo. Kenapa lo berantem sama Arin?"

Rizky mendecih sambil tersenyum sinis menatap Dika. "Tanya aja pacar lo, Sya."

Tasya menatap Rizky dan Dika dengan bergantian. Ia merasa dua laki-laki di depannya telah menyembunyikan sesuatu di belakangnya. "Dik, lo tahu kenapa mereka berantem?" tanya Tasya pada pacarnya.

Belum menjawab, Rizky kembali berbicara dengan nada sinis. "Bukan tahu lagi, tapi dia juga yang terlibat."

Tasya mengernyitkan dahinya karena bingung. Ini ada apa sih sebenarnya?

"Ayolah Dik, kasih tahu Tasya. Gue malas berantem lagi sama lo," tukas Rizky pada Dika. Seketika Tasya membelalakan matanya karena telah mendapat jawaban dari kecurigaannya tadi. Ternyata luka itu bukan karena Dika jatuh dari motor, melainkan karena Rizky menghajar Dika.

Dika bangkit dari tempat duduknya dan menarik tangan Tasya. "Sya, ayo pergi."

"Dika, lepasin!" titah Tasya. Dengan lemah, Dika melepas pergelangan Tasya dan menatap Tasya bingung. "Jadi luka ini karena kalian berdua berantem?!"

Rizky pun ikut bangkit dari kursi. "Benar. Itu maha karyaku, Sya. Gimana? Keren, nggak?" tanya Rizky dengan santai dan memasang senyum miring.

Seketika Tasya berbalik. "Lo apa-apaan, sih?! Kalau berantem sama Arin nggak perlu berantem sama Dika!!" bentak Tasya sambil mendorong Rizky. Suara Tasya yang keras membuat mereka bertiga menjadi sorotan orang-orang di kantin.

"Tapi memang Dika terlibat, dan dia pantas dapetin itu, Sya," ucap Rizky membela.

"Gue percaya Dika nggak ada sangkut pautnya sama pertengkaran kalian!" seru Tasya yang membela Dika. Sebenarnya ada perasaan ragu dalam hati Tasya pada Dika.

🎹

Di kelas IPS, tiba-tiba teman sekelas Arin memanggil Arin dari luar kelas.

"Arin! Cepat ke kantin, Rizky, Tasya, dan Dika lagi berantem di kantin."

Arin membelalakan matanya, "Hah? Seriusan lo?"

"Serius. Ayo!"

Arin meninggalkan bekal makannya begitu saja di atas mejanya dan segera pergi ke kantin.


🎹 🎹 🎹

Shab nggak mau pake kata penutup deh. Lanjut aja ya ke bab selanjutnya.

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang