47. One by One

994 34 0
                                    

Sesuai request, Shab bakal rajin post nih, yuhuuu!

Semakin sering comment dan vote, semakin semangat juga Shab update nya, YAYY!

🎹 🎹 🎹

Minuman pesanan Arin telah diantar ke mejanya. Ia meniup secangkir cokelat panasnya lalu menyesapnya. Tak lama terdengar petikan gitar dari jemari Veron dan ia mulai memainkan sebuah lagu.

Kini Arin berusaha menutupi wajahnya dengan sebagian rambutnya agar tidak terlihat oleh Veron. Alasannya tentu karena ia tidak ingin diganggu lagi oleh Veron. Terakhir ia di sini, Veron menyeretnya ke panggung dan membuat jantung Arin setengah copot. Untung saja Rizky melindunginya dari keisengan Veron.

Rizky?

Mengapa pikirannya tiba-tiba tertuju pada Rizky lagi?

Arin kini merasa dirinya sudah menjadi gila. Apa ini karena banyak sekali masalah yang sedang ia hadapi.

Pertama, pertengkaran Rizky dengannya. Kedua, Tasya yang sedang marah besar dengannya. Ketiga, ayahnya yang diam-diam berpacaran dengan Tante Lita. ARGGH! Kenapa jadi begini.

Kali ini perasaan sesal Arin yang dulu pernah ada muncul kembali. Ia menyesali telah menerima Dika untuk menjadi pacarnya. Coba saja dirinya saat dulu SMP tidak berpikiran sempit, ia pasti sudah menolak Dika, lalu sekarang bisa bersama Rizky, dan persahabatan mereka berempat masih utuh. Tapi akhirnya, semua menjadi rusak.

Lalu masalah dengan Ayah dengan Tante Lita. Sejujurnya, ia merasa nyaman dengan Tante Lita, namun hanya sebatas teman ayahnya, bukan sebagai ibu tirinya kelak.

Arin belum siap dengan posisi Bunda yang akan digantikan. Kemudian air mata Arin terjatuh ketika terbayang wajah Steffie Ella.

Lalu terdengar suara kursi yang ditarik mengagetkan Arin. Ia membuka pejaman matanya dan melihat Veron yang telah menarik bangku. Dengan segera Arin menyeka air matanya dan memberanikan diri menatap Veron.

"Boleh gue join?" tanya Veron. Belum ada jawaban yang keluar dari mulut Arin namun Veron sudah duduk. Baru memulai satu percakapan, Veron sudah bertingkah menyebalkan.

"What do you want?" ucap Arin dengan ketus.

"You seem... not okay, so I come," ucap Veron dengan hati-hati.

"Sekarang lo udah liat gue nggak baik-baik, kan? Now, get lost!" titah Arin yang jengkel.

"Gue di sini cuma bantu lo. I thought that maybe you need a friend to talk."

"Bantu gue?" tanya Arin sambil tersenyum sinis. "Terakhir lo di sini lo malah bikin gue nyaris pingsan!"

"Gue bener-bener minta maaf soal dulu," ucap Veron yang sungguh-sungguh. "Gue keterlaluan udah ngerjain lo waktu itu. Sekali lagi gue minta maaf."

Arin memutar bola matanya tak peduli. "What ever."

Kemudian suasana menjadi hening sejenak. Lalu Veron pun menyadari bahwa Arin di sini sendiri dan tidak bersama dengan teman-temannya. "Yang lain kemana?" tanya Veron.

Arin bungkam tak menjawab. Ia pun mengambil cokelat panasnya dari meja dan berpura-pura tidak peduli dengan pertanyaan Veron.

"Apa lo galau gini karena kalian berantem?" tanya Veronmenduga.

Akhirnya Arin membuka mulut. "Mereka bukan masalah gue satu-satunya."

Kemudian Veron memberi saran. "Kalau lo merasa lagi banyak masalah, jangan dibawa rumit. Selesain masalah lo pelan-pelan dan satu per satu. Pilih masalah mana yang paling mudah buat diselesaiin," jelas Veron.

Arin terkesima mendengar nasehat dari Veron. Pilih masalah mana yang paling mudah, batin Arin yang terus diulang.

"Anyway, gue balik lagi ke panggung, ya. Maafin dengan sifat sok bijak gue tadi." Kemudian Veron berdiri dan kembali menaruh kursi di hadapan Arin kembali diposisinya.

Sebelum Veron pergi semakin jauh, Arin memanggil Veron. "Veron. Kalimat tadi bukan sok bijak. Jadi makasih, ya," ucap Arin sambil tersenyum pada Veron.

"Akhirnya es beku udah mencair," sindir Veron dengan wajah jahil.

"Rese!" gerutu Arin sambil memukul Veron. Sambil tertawa Veron berlari menjauh dari Arin.

Kini Arin kembali dengan cokelat panas dan pemandangan di depan kafe. Benar yang Veron ucapkan, ia harus menyelesaikan masalahnya satu per satu. Dimulai dengan masalah yang paling mudah.

Masalah dengan ayahnya?

Tidak-tidak. Arin bahkan belum memberikan jawaban apa pun soal hubungan ayahnya dengan Tante Lita.

Apakah ia siap untuk menerima kehadiran Tante Lita di rumahnya?

Oke, masalah itu lumayan rumit. Arin pun mencoret masalah itu dari urutan pertama.

Bagaimana dengan masalahnya dengan Tasya?

Baiklah, mungkin benar. Ia perlu menjelaskan semuanya pada Tasya, karena bila Dika yang berbicara, akan sangat kecil kemungkinannya Tasya akan percaya.

Ya, Arin harus menyelesaikan masalahnya dengan Tasya. Besok Arin harus kembali sekolah. Tidak ada kata lari lagi dari masalah. Ia sudah terlalu lelah untuk berlari menjauh dari masalah.

🎹 🎹 🎹

Duh, Arin nih ya bikin gereget. Kalau ada masalah selalu kabur.

Tapi tenang aja, kali ini Arin lagi mencoba menjauhi dari sifat buruknya nih.

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang