COMPLETED✅
🎥Yuk, tonton Trailernya di Chapter pertama sebelum baca ((:
---
Arina Ella gadis SMA yang merupakan anak dari seorang pianis dan penyanyi terkenal, Steffie Ella. Bakat musik bundanya menurun pada Arina dan membuatnya juga ingin menjadi p...
Don't be controlled by tragedy that over you. Mainly, don't be controlled by your mind.
-Secret Admirer-
🎹 🎹 🎹
Pagi hari tiba. Terdengar ketukan pintu. "Non, sudah jam tujuh kurang. Non nggak ingin sekolah?" tanya bibi.
Arin berusaha membuka matanya, tetapi tidak bisa. Matanya pedih karena terlalu banyak menangis. Arin mengusap-usap matanya, tetapi tetap saja penglihatannya masih kabur.
"Non?" tanya bibi lagi.
"Arin nggak mau masuk sekolah, Bi," jawab Arin sambil menarik selimutnya.
Mendengar jawaban Arin, bibi pun keluar dari kamar Arin. Saat bibi sudah di luar, terdengar oleh Arin suara ayahnya yang sedang mengobrol dengan Bibi. Mungkin memberitahukan bahwa ia tak ingin sekolah.
Ayah Arin masuk ke kamar dan mendekati Arin. Ayahnya mengelus-elus badan Arin yang tertutupi selimut dan bertanya, "Arin nggak mau sekolah?"
"Arin nggak mau, Yah."
"Arin, coba bangun dulu," kata ayah sambil menarik selimut Arin. Terlihat katup mata Arin yang membengkak.
"Ayah, Arin lagi pingin menyendiri sekarang. Arin nggak mau masuk sekolah," jelas Arin.
"Ayah ngerti perasaan Arin. Arin marah, tapi nggak tahu marah dengan siapa."
"Arin memang marah, dan Arin selalu menjauhi banyak orang kalau marah," dari sudut mata Arin, terlihat air mata yang membendung.
Bagas tidak tega melihat anak semata wayangnya sedih seperti ini. Seketika wajah Arin tampak mirip seperti istrinya. Ia pun semakin meridukan Steffie Ella. Seketika Bagas memeluk Arin dengan erat. Aroma tubuh Arin yang sama dengan Steffie membuat rindunya sedikit berkurang. Bagas ingin menangis, sangat ingin. Tapi hal itu tidak bisa ia lakukan di depan anaknya.
Dengan tatapan tegar, Bagas melepas pelukan dan menatap Arin yang seluruh bagian pipinya sudah basah akan tangisan.
"Ayah mengerti," ucapnya sambil menyeka air mata di pipi Arin, "Ayah akan telepon kepala sekolah Arin. Beliau pasti ngerti kondisi Arin sekarang."
Arin mengangguk-angguk, lalu diciumnya kening Arin oleh ayahnya.
🎹
Satu minggu telah berlalu semenjak tragedi menimpa. Karangan bunga turut berduka yang begitu banyak di depan rumah kini sudah layu.
Sudah seminggu, Arin masih tidak ingin masuk sekolah karena ia belum siap menjadi sorotan banyak orang di sekolah. Padahal di media sosial saja Arin sudah menjadi sorotan orang banyak. Notifikasi Instagram, Line, Twitter, dan Facebook Arin selalu berbunyi untuk berbela sungkawa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Email Arin telah dibanjiri undangan-undangan interview bahkan talk show. Ada juga talk show yang dengan niat mengirimkan Arin bukan berupa email, namun berupa surat pos. Mungkin talk show itu terlalu niat karena Arin telah menolaknya mentah-mentah lewat email.