62. Too Emotional

1K 40 0
                                    

Arin kini sibuk dengan pensil dan kertas untuk menulis lirik lagu yang baru. Ini adalah momen yang tepat untuk menulis lirik. Tentu saja, karena Arin masih emosi dengan sikap Rizky hari ini. Mungkin lirik ini bisa jadi sindiran yang tepat untuk Rizky.

Tak lama datang Tante Lita sambil membawa minuman yang tadi ia telah buat di dapur. Arin sudah selesai dengan lirik dan menaruh kertas not balok dengan lirik di piano.

Kini Arin berada di depan piano sambil menatap serius not balok yang kemarin sudah diubah.

"Jadi, lirik yang mana yang harus kita ubah?" tanya Tante Lita sambil melihat not balok dengan serius. Sebenarnya Tante Lita tidak benar-benar melihat not balok, hanya saja ia melihat lirik yang berada di bawah not balok.

"Baru saja Arin mengubah liriknya," ucap Arin.

"Wow! Cepat sekali. Oke, coba Tante ingin mendengar dulu pianonya," pinta Tante Lita.

Kemudian jari-jari Arin kini menyentuh tuts piano. "Jadi lagunya diubah seperti ini, Tante," ucap Arin yang kemudian bermain piano sesuai dengan not balok yang baru. Usai bagian intro pada lagu, Arin kini mulai bernyanyi sesuai dengan lirik yang baru ia buat tadi.

Lalu entah mengapa saat di tengah lagu, ia salah memainkannya. Ia pun mencoba mengulangnya dari awal agar Tante Lita bisa mengetahui perbedaan lagu dari awal hingga akhir. Namun sayangnya, ia kembali salah dan akhirnya ia mengulangnya kembali, dan itu ia lakukan terus menerus.

Ia benar-benar tidak bisa berkonsentrasi. Pikirannya terus memaksa untuk bermain dan menyelesaikan lagunya sedangkan hatinya berkata tidak. Sepertinya ada yang mengganggu hatinya saat ini.

Karena sadar Arin telah memainkan pianonya dengan emosi—bukan perasaan, Tante Lita langsung menghentikan Arin. "Arina stop!" seru Tante Lita.

Arin menghiraukannya dan bermain lebih keras lagi. Matanya kini berkaca-kaca. Ia tidak mengerti mengapa ia begitu emosional saat bermain dan menyanyikan lagunya itu.

"Arina, cukup!" bentak Tante Lita sambil menyngkirkan kedua tangan Arin dari pianonya.

Arin menghembuskan napasnya dengan keras karena menahan air mata. Saat air mata sudah membendung, Arin kini menangis.

"Maaf Tante membentakmu, tapi Tante nggak ngerti. Kamu kenapa?" tanya Tante Lita dengan berhati-hati.

"Arin nggak tahu kenapa?" Terdengar isakan dari tangisan Arin, dan kemudian Arin mencoba menarik napas panjang agar ia bisa kembali berbicara, "Arin masih kepikiran soal Rizky tadi," ujarnya dengan jujur.

Dengan segera Tante Lita memeluk Arin erat. Lalu pelukannya dibalas oleh Arin dengan lebih erat.

"Arin nggak ngerti. Kenapa Rizky bisa sebodoh itu?!" ucapnya dengan kesal. "Arin tahu, awalnya memang Arin yang bodoh karena mau berpacaran dengan Dika. Tapi Rizky lebih bodoh!"

"Apa maskud kamu, Arina?" tanya Tante Lita dengan lembut.

"Tadi pagi Rizky datang pada Arin. Arin sangka ia akan minta maaf dengan Arin karena telah meledek Arin, ternyata dia malah muji Arin bermusik dan ngajak Arin keluar untuk merayakannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara kita," jelas Arin dengan kesal.

Tante Lita mengelus puncak kepala Arin. "Kalau kamu ingin Rizky minta maaf, mengapa saat tadi pulang sekolah kamu tidak mau ikut dengan Rizky? Rizky kan sudah mengatakan bahwa ia ingin bicara dengan kamu."

"Saat tadi Arin sudah terlanjur kecewa dengan Rizky, Tante. Lagi pula, memangnya benar Rizky mau meminta maaf saat tadi?" tanya Arin.

"Iya, dia bilang sama Tante tadi. Dia ingin membicarakan masalahnya denganmu," jelas Tante Lita dengan lembut.

Kemudian Arin mengusap air matanya dan mencoba untuk bermain piano kembali. "Ayo kita lanjutin saja Tante," ucap Arin yang mencoba mengalihkan topik agar ia bisa berkonsentrasi kembali dengan lagu.

"Tidak!" seru Tante Lita sambil mengambil kertas berisi not balok lagu lalu menurunkan penutup tuts piano yang terbuat dari kayu itu. "Tante tahu kamu nggak akan bisa berkonsentrasi bila seperti ini. Oke? Jadi kita lanjutkan nanti saja," jelas Tante Lita dengan memaksa.

Arin mengangguk pelan dan kemudian memeluk Tante Lita.

"Bagaimana kalau kita keluar sebentar. Kita drive thru makanan lalu kita kembali melanjutkan lagunya? Mungkin kamu butuh waktu jeda dulu," tawar Tante Lita.

Arin mencoba memasang senyuman. "Baiklah."

🎹

Setelah sekitar dua jam berada di luar rumah, Arin terlihat sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Kini Lita lega dengan Arin yang tenang.

Usai melahap burger yang tadi dipesannya Lita bertanya pada Arin, "Bagaimana? Lebih tenang sekarang?"

"Tante kok tahu sih kalau Arin lagi emosi harus makan? Hahaha," ucap Arin yang terkekeh.

"Tahu, dong!" Padahal Lita tahu karena sifat Arin seperti itu pasti menurun dari Bagas. Lagi-lagi ia merindukan Bagas. Ah sudahlah! Enyahkan Bagas dari pikiranmu, Eli, batinnya dalam hati.

Namun tiba-tiba ia terkejut saat melihat wajah Arin yang mirip dengan Bagas. Ya Tuhan, apa sudah gila?

"Tante?" panggil Arin karena bingung dengan Lita yang memperhatikannya dengan serius.

Lita sadar dari lamunannya. "Hah?"

"Wajah Arin kenapa? Kok Tante perhatiin Arin kayak gitu?" tanya Arin padanya.

"Nggak apa-apa. Maaf Tante melamun tadi," ucap Lita.

"Oh," jawab Arin singkat. Kemudian Arin kembali teringat dengan lagunya tadi. "Jadi bagaimana dengan liriknya, Tante?"

"Besok Tante akan cek," jawabnya.

"Kok, besok?" tanya Arin dengan raut wajah kecewa. "Tante bilang habis makan kita akan lanjutin lagunya."

"Ini sudah malam. Tante harus pulang," tolaknya dengan halus.

"Then, stay in here," usul Arin pada  Lita.

"Maksud kamu, Tante menginap di sini?" tanya Lita.

"Ya!" jawab Arin yang begitu senang, "Kan tidak ada Ayah malam ini," ucap Arin yang membujuk. "Arin pingin ditemani Tante."

Lita tahu Arin benar-benar sedang dititik lemahnya. Lita juga tidak tega meninggalkan Arin karena tadi Arin penuh dengan emosinya. Akhirnya Lita tersenyum dan mengangguk. "Tapi Tante nggak bawa baju ganti lho," ucap Lita

Kini giliran Arin yang kebingungan. Lita memiliki postur badan yang tinggi sedangkan Arin memiliki postur tubuh yang mungil. Tidak mungkin Tante Lita menggunakan piama miliknya. Kemudian Arin memperhatikan tubuh Lita baik-baik. "Umm... Apa Tante mau pakai piamanya Bunda?" tanya Arin dengan sedikit ragu-ragu. Tidak ada pilihan lagi, namun di sini hanya ada baju milik bunda. Arin dan ayah masih menyimpannya sebagai kenang-kenangan.

Lita menjawab dengan ragu-ragu juga, "Tidak apa-apa bila Tante pakai piama Bundamu?"

"Tentu saja," ucap Arin dengan mengulas senyuman.

"Baiklah, Tante menginap," jawabnya sambil membalas senyum Arin. "Berarti Tante akan revisi liriknya malam ini."

"YES!" seru Arin dengan semangat. Bukan karena lagu yang sebentar lagi selesai, melainkan senang dengan Lita yang akan menginap malam ini.

🎹 🎹 🎹

Jangan lupa tinggalin v o t e kalian

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang