63. So Warm

1K 47 2
                                    

Arin sibuk di depan piano sementara Lita mencoba mengecek lirik lagu. Tiga puluh menit berlalu dan mereka telah menemukan lirik yang tepat dan sesuai. Lita hanya mengganti beberapa kata dengan kata yang tidak familiar sehingga lagu terdengar lebih puitis.

Kini Arin meraih kertas yang diberikan oleh Lita.

"Liriknya sudah bagus Arina, Tante hanya sedikit merevisi," jelas Lita.

"Oke, Arin coba, ya," ucap Arin yang kemudian mulai menekan tuts piano.

Tak lama lagu berakhir dengan mulus dan Lita menepuk tangan. "Tante yakin, Om Radit akan suka dengan lagu kamu."

"Thank you soooo much, Tante! I love you!" seru Arin yang kemudian membuka tangannya lebar untuk memberi Lita sebuah pelukan.

"Sama-sama," jawab Lita memeluk Arin balik. Baik  Lita maupun Arin sama-sama merasakan kehangatan dalam pelukan mereka. Dalam pelukan, Arin merasa nyaman dan hangat. Ia merindukan dipeluk oleh bunda. Dari pelukan itu Arin kini yakin telah mendapatkan jawaban restu untuk hubungan Lita dan ayahnya.

Ketika Arin melepas pelukan, Lita sangat terkejut ketika ia melihat pipi Arin yang telah basah. "A-Arin? Kenapa? Apa ini masalah Rizky lagi?" tanya Lita sambil menyeka air mata Arin.

"Bukan Tante. Arin senang Tante di sini mau membantu Arin," ucap Arin.

"Of course I'll be here with you," ucap Lita dengan senyuman terpasang.

🎹

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Arin mencari piama bekas bunda di kamar ayah. Setelah mengambil, Arin kemudian memberikannya pada Lita. "Ini, Tan. Tante ganti di kamar mandi Arin saja."

"Thank you, sayang."

Tak lama kemudian, Lita keluar dari kamar mandi dengan balutan piama milik Steffie Ella.

Arin tampak terkejut. "Tante, you're just look like my mother," ucap Arin dengan senyuman yang terpasang.

Lita kini memasang senyum kikuknya kemudian menghampiri Arin.

"So, hubungan Tante dengan Ayah apa kabar?" tanya Arin dengan raut wajah penasaran dan di sudut bibir Arin tampak senyuman terpasang.

"Ba-bagaimana apanya?" tanya Lita dengan sedikit canggung. Kini Lita yang sudah di atas kasur mencari posisi yang nyaman.

"Arin sudah punya jawaban restu hubungan Ayah dan Tante," jawab Arin.

Kini jantung Lita berdegup kencang. Ia memasang lebar-lebar telinganya dan bersiap untuk mendengar jawaban Arin.

"Tante mau nggak jadi Mama Arin?" tanya Arin dengan senyuman yang terpasang lebar.

Rasanya kupu-kupu berterbangan dalam perut Lita. Dengan air mata yang menetes Lita mengangguk-angguk. Ia sendiri bahkan tidak bisa berkata apa-apa sekarang. Dengan segeras Tante Lita membuka tangannya dengan lebar untuk memberikan Arin pelukan.

Arin dengan senang hati memeluk Lita balik. Arin yakin jawabannya adalah jawaban yang tepat karena ia merasa perasaan sayang pada bunda sama dengan sayangnya dengan Lita.

Lita merasa bersyukur sekali akhirnya dirinya bisa merasakan memiliki anak yang sesungguhnya. Ia merasa Arin seperti anak kandungnya yang dititipkan pada rahim Steffie Ella. Bila Steffie Ella benar-benar di sini melihatnya sekarang, Lita akan sangat berterima kasih pada Steffie Ella dan berjanji untuk menjaga Arin seperti anak kandungnya sendiri.

Lalu Lita mengecup puncak kepala Arin, "I love you so much, Darling!"

"I love you too, Ma," jawab Arin yang kemudian melepas pelukannya. "Arin boleh panggil Mama sekarang kan, meski Mama belum menikah dengan Ayah?" tanya Arin. Bagi Arin panggilan Bunda hanya untuk Steffie Ella. Maka itu Arin ingin memanggil Lita dengan sebutan Mama.

"Tentu boleh, sayang. Mama sudah lama menginginkan panggilan itu," jawab Lita pada anak perempuan di depannya.

"Arin senang bisa memiliki keluarga utuh kembali," ucap Arin.

Lalu terpikirkan oleh Lita suatu hal. Keluarga utuh? Apa Arin nantinya mengingkan seorang adik agar keluarga ini semakin utuh adanya. "Arin, tapi maafkan Mama nggak bisa memberimu adik nantinya. Kamu tahu kan soal—"

"Arin sudah tahu dari Ayah," jelas Arin yang mengerti maksud ,amanya yang tidak bisa memiliki seorang anak. "Keluarga utuh itu bukan berarti Arin harus punya adik, kok. Arin senang kita bertiga, Ma," jelas Arin meyakinkan mama.

"Baiklah." Kemudian Lita melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan. "Ya sudah, sekarang kamu tidur, ya," ucap Lita sambil bangkit dari kasur untuk pergi ke kamar tamu.

Dengan cepat Arin menahan tangan Lita dan berkata, "Mama tidur sama Arin ya malam ini. Pleaseeee," pinta Arin dengan bibir bawah yang dimanyunkan.

Lita hanya bisa tersenyum melihat anaknya yang bertingkah manja, padahal ia sudah SMA kelas sebelas. Mungkin wajar karena Arin adalah anak perempuan. "Baiklah, Mama tidur di sini," jawab Lita sambil tersenyum. Kemudian ia kembali ke kasur Arin dan merebahkan badannya di samping Arin.

"Ma,"panggil Arin.

"Iya?"

"Jangan kasih tahu Ayah soal kabar baik ini, ya," pinta Arin, "biar Arin aja yang bilang."

Lita tersenyum sambil membelai rambut Arin yang panjangnya sebahu. "Iya, kamu saja yang bilang. Mama malu," ucap Lita.

"Kenapa malu?" tanya Arin.

"Kita sudah lama nggak ngobrol. Semenjak kamu tahu, Mama seujurnya tidak enak bila dekat dengan Ayah, Arin," jelas Lita dengan raut wajah khawatir.

"Sekarang kan keadaan sudah berubah. Mama jangan merasa malu lagi, ya," jelas Arin sambil menyunggingkan senyuman.

Lita mengangguk tersenyum. Tak lama mereka pun tertidur. Saat tidur, Arin memeluk lengan Lita dengan erat seolah-olah tidak ingin Lita pergi dari sisinya. Kehangatan Arin menjalar pada tubuh Lita. Ini akan menjadi hari terbahagia dalam seumur hidupnya. Rasanya ingin menandai kalendernya dengan warna kuning cerah.

🎹 🎹 🎹

Aww.. Finally Mama baru! Apa pendapat kalian soal Tante Lita sebagai mamanya Arin?

 Finally Mama baru! Apa pendapat kalian soal Tante Lita sebagai mamanya Arin?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalin v o t e kalian

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang