Jangan lupa yaa v o t e kalian, much much smoches!
🎹 🎹 🎹
Tidak ada kata kabur lagi dari masalah. Sekarang lo harus berani menghadapi ini, batin Arin menegur dirinya sendiri.
Kemudian ia melangkahkan kakinya masuk ke gedung sekolah. Di lorong yang penuh dengan loker, Arin berjalan menuju loker milik Tasya. Terlihat Tasya yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam loker. Dengan segera Arin menghampiri Tasya.
"Tasy." Tasya terkejut ketika mendengar suara Arin memanggilnya. Kemudian ia menoleh dan melihat Arin berdiri sambil memeluk sebuah buku tebal. "Gue mau jelasin semuanya," ucap Arin dengan lemah.
Tasya kembali menghadap lokernya dan mengihiraukan Arin.
"Gue tahu, gue salah. Tapi sebenernya—"
DAK!
Tasya membanting pintu lokernya hingga terkunci. Lalu Tasya pergi meninggalkan Arin sendiri.
Kini Arin semakin erat memeluk buku tebal ditangannya. Arin menegaskan dirinya sendiri untuk tidak menyerah. Ia harus mencoba berbicara pada Tasya lagi. Harus!
Lalu tiba-tiba datang Elvan yang menghampiri Arin. "Hei Arina! Kamu kemarin kemana?" tanya Elvan yang membangunkan Arin dari lamunannya.
"Eh Kak Elvan. Arin kemarin ada acara seminar, jadi izin sekolah," jelas Arin.
"Oh. Umm—" Elvan menggaruk-garuk kepalanya lalu berkata, "kalau nanti sore, kamu nggak ada seminar, kan?"
Arin mengernyit, "Maksud Kakak?"
"Kakak mau ngajak kamu keluar sore ini. Bisa?"
"Maaf Kak, Arin nggak bisa," jawab Arin dengan mantap. Karena ia sudah merencakan plan B jikalau Tasya masih sulit untuk diajak berbicara, ia akan meluangkan waktu pulang sekolah untuk bertemu Tasya.
"Baiklah. Tapi bagaimana dengan besok sore?" tanya Elvan lagi.
"Waktunya sekarang kurang tepat nih, Kak. Nanti Arin kabari kalau Arin bisa," ucap Arin yang sebenarnya ia pun tidak yakin akan mengabari Elvan atau tidak. Bila ia jalan dengan Elvan, bisa-bisa ia akan dicap oleh satu sekolah sebagai playgirl. Kemarin saja Arin sudah digosipi oleh satu sekolah soal dirinya yang berpacaran dengan Dika.
Dengan raut wajah kecewa, Elvan berkata, "Hhmm.. Baiklah. Kabari Kakak aja kalau waktunya sudah pas."
"Maaf ya, Kak," ucap Arin yang menjadi tidak enak.
"Iya, nggak apa-apa. Santai aja," ucap Elvan sambil tersenyum hingga membentuk lesung pipi pada pipi kanan dan kirinya.
🎹
Seharian ini di sekolah berlangsung tidak baik. Dika mulai menjaga jarak dengan Arin. Arin sudah menduga Dika akan melakukannya karena tidak ingin menyakiti Tasya.
Kini jam pulang sekolah Arin berencana untuk mencoba kembali berbicara dengan Tasya. Arin ingat, hari ini adalah jawal tim cheers berlatih. Dengan segera Arin pergi menuju hall basket menemui Tasya.
Saat masuk, Arin mendapati segerombolan anak-anak basket termasuk Dika yang sedang berlatih. Ia melihat sisi pinggir lapangan dan tidak melihat satu pun anak cheers yang sedang berlatih. Kini Arin berjalan masuk lalu duduk di pojok kursi penonton, menunggu Tasya datang. Mungkin tim cheerleader datang terlambat sore ini.
Di lapangan, Dika kebingungan saat melihat Arin yang berada di hall basket. Tadinya saat break Dika berniat untuk menghampiri Arin. Namun disisi lain ia juga takut dengan teman-teman basketnya yang akan mempercayai rumor soal dirinya yang berpacaran dengan Arin. Jadi Dika memutuskan untuk membiarkan Arin sendiri dan ia kembali fokus dengan basket.
Sudah lima belas menit lebih Arin menunggu. Dika pun menjadi penasaran sebenarnya apa yang sedang Arin tunggu. Saat break kedua akhrinya Dika datang menghampiri Arin.
"Arin, lo ngapain di sini?"
"Gue nunggu Tasya," jawab Arin.
Dika menghela napas panjang dan berkata. "Semenjak pertengkaran itu, Tasya dan teman-teman cheers-nya memutuskan buat pindah tempat latihan."
Ini benar-benar sial! Daritadi ia menunggu hanya membuang-buang waktu. "Lo tahu mereka berlatih dimana?" tanya Arin
"Gue dengar mereka latihan di halaman belakang sekolah," jawab Dika.
"Oke," ucap Arin sambil bangkit dari tempat duduk.
"Arin," panggil Dika saat Arin sudah berjalan menuju pintu hall basket. "Lo mau ngomong sama dia?" tanya Dika dengan tatapan lesu.
"Ya. Gue harus jelasin semuanya ke dia, Dik. Biar semua nggak jadi salah paham," ucap Arin dengan yakin.
"Baiklah," ucap Dika dengan wajah pilu. Arin mengerti dengan mimik wajah Dika yang begitu sakit hati telah diputusi oleh Tasya.
"Dik, gue juga akan minta dia untuk balikan lagi sama lo, kok," ucap Arin sambil tersenyum.
"Nggak usah, kita nggak akan mungkin balikan," jelas Dika yang pasrah.
"Tasya sayang banget sama lo, Dik. Gue yakin kalian pasti akan balikan lagi," kata Arin yang meyakinkan Dika. Setelah itu, Arin keluar dari hall dan pergi menuju halaman belakang sekolah.
🎹
Halaman belakangan sekolah ini begitu luas dan hijau. Di sana, terlihat Tasya dan tim cheers yang sedang berlatih. Kemudian Arin berjalan lalu duduk di atas sebuah batu besar dekat pohon yang ada di halaman belakang tersebut.
Ketika Arin duduk, Tasya sempat membuat kontak mata dengannya. Meski begitu, Tasya tetap mengacuhkan Arin seolah-olah ia tidak ada. Ia tidak peduli dengan dirinya yang diacuhkan oleh Tasya. Ia juga tidak peduli berapa lama Tasya akan berlatih, karena Arin tetap dengan rencana.
Lima menit berlalu. Saat Tasya melakukan atraksinya berdiri di atas bahu teman-temannya, ia merasa tidak konsentrasi karena dari atas sana ia melihat Arin yang masih duduk menunggu.
Karena tidak ingin membuat teman-teman yang sedang menggotongnya terluka nantinya, Tasya pun memutuskan untuk berhenti."Guys, gue nggak bisa. Gue mau turun," pinta Tasya. Lalu teman-temannya dengan perlahan menurunkan Tasya.
"Kita break dulu aja, deh," ucap Tasya. Kemudian semua tim cheers bubar untuk mengambil minum masing-masing, sedangkan Tasya justru berlari ke arah Arin.
"Arin, please. Lo pergi dari sini! Lo bener-bener ganggu konsentrasi gue," ucap Tasya dengan nada sedikit membentak.
Kemudian Arin bangkit dan berkata dengan lemah. "Tasya, kasih kesempatan gue buat jelasin."
"Itu dia masalahnya, Arin," ucap Tasya, "gue belum siap buat dengar penjelasan lo. Gu-gue nggak mau hati gue makin sakit setelah dengar alasan dari lo," jelas Tasya dengan air mata yang sudah membasahi pipi.
Arin pun mendekati Tasya dan kemudian memeluk Tasya dengan erat. "Gue bisa jamin, penjelasan gue nggak akan bikin lo sakit hati," bisik Arin yang kini dekat dengan telinga Tasya.
Tak disangka-sangka Tasya memeluk balik Arin. "Gue nggak bisa marah sama lo, Rin. Gue kangen kita berempat," ucap Tasya sambil terisak-isak.
"Gue juga," ucap Arin sambil mengelus-elus punggung Tasya.
Tasya melepas pelukannya sambil menyeka air mata. "Oke, setelah latihan kita ngobrol. Di Sugar Cafe, bagaimana?"
"Oke," ucap Arin sambil tersenyum terharu.
Kemudian terpikirkan oleh Tasya suatu hal. "Kita nggak akan ngobrol bareng dengan Dika, kan?" tanya Tasya yang sedikit ragu.
"Girls time now," ucap Arin meyakinkan sambil tersenyum.
"Baiklah," jawab Tasya yang kemudian kembali berlatih.
🎹 🎹 🎹
Hei-heii jangan lupa follow IG nya Shab, biar bisa tahu update-an terbarunya.
Luff yaa,
Shabrina Huzna😘Instagram: shabrinafhuzna
KAMU SEDANG MEMBACA
Arina Ella
Teen FictionCOMPLETED✅ 🎥Yuk, tonton Trailernya di Chapter pertama sebelum baca ((: --- Arina Ella gadis SMA yang merupakan anak dari seorang pianis dan penyanyi terkenal, Steffie Ella. Bakat musik bundanya menurun pada Arina dan membuatnya juga ingin menjadi p...