34. Too Much Hope

1K 41 1
                                    

Nggak tahu kenapa lagu ini bener-bener pas banget momen di chapter ini.

Jessie Ware juara kalau bikin lirik galau (":

🎹 🎹 🎹

Mengapa semua tidak sesuai harapan? Ataukah ini salahku yang terlalu berharap?

-Arina Ella-

🎹 🎹 🎹

Arin tiba di rumahnya dan bertemu dengan ayahnya yang sedang berada di ruang makan, menunggu makanan disiapkan oleh bibi. "Hi sweetie!" sapa Bagas

"Hi Dad!" sapa Arin. "Maaf ya, Yah, kita nggak bisa makan malam bareng sama Tante Lita."

"Nggak apa-apa, sayang."

Kemudian Arin berjalan menghampiri meja makan dengan sedikit bungkuk karena lemas. Emosinya sedang naik turun saat ini karena Rizky. Pertama karena pertengkarannya dengan Elvan, kedua karena tadi meninggalkannya begitu saja tanpa pamit.

Melihat raut wajah Arin membuat Bagas mengernyit."Temen kamu yang tanding basket tapi kok kamu yang lesu?"

Seketika Arin langsung mengubah ekspresinya menjadi senang, meski tidak sepenuhnya. "Nggak Yah, Arin malah seneng." Kini Bagas menatap dengan wajah penasaran. "Soalnya tadi temen Arin tadi jadian. Dika sama Tasya, Ayah tahu, kan?"

"Dika? Ayah kira dia pacarmu," celetuk Bagas sambil menyesap kopinya.

"Enggak lah, Yah! Ayah, kan tahu Arin suka sama siapa," bantah Arin.

"Masih sama Rizky, nih?" tanya Bagas sambil tersenyum meledek.

Arin mengernyit kebingungan. "Memang Ayah ngijinin Arin buat pacaran?"

"Sekarang Ayah percaya sama kamu," ucap Bagas sambil tersenyum pada Arin.

Arin membalas dengan tersenyum terpaksa. Disaat Ayah mengijinkanku, Rizky malah melarangku untuk mendekati cowok manapun. Bahkan pacaran dengan Rizky pun tidak akan mungkin, ucap Arin dalam hatinya dengan kesal.

"Hei! Kamu kenapa, Sayang?" tanya Bagas yang menyadarkan Arin dari pikirannya yang entah dimana.

Arin tersenyum untuk meyakinkan ayahnya. "Nggak apa-apa." Tidak sadar, ternyata makanan sudah ada di meja makan.

"Ayah tahu kamu sedang tidak apa-apa, namun bila ada yang ingin kamu ceritakan, ceritalah dengan Ayah," pintanya lalu menghembuskan napas panjang. "Memang, Ayah bukanlah Bunda. Tapi Ayah akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi Ayah terbaikmu, Swetie."

"Don't say that, Dad. You are my Best Dad," ucap Arin tersenyum dengan wajah terharu.

"Janji untuk cerita segala hal pada Ayah, ya?"

"Oke," jawab Arin meyakinkan ayahnya. Namun tetap saja, ia akan menyeleksi cerita apa yang ingin ia ceritakan pada ayahnya.

🎹

Paginya di sekolah, Arin berpapasan dengan Rizky. Dengan segera, ia menarik siku Rizky. "Ky!"

"Apa?" tanya Rizky dengan dingin.

"Kenapa kemarin lo pulang nggak nungguin gue?" gerutu Arin. "Gue kan jadi nggak enak sama Tasya karena Dika yang nungguin! Lo lupa kalau mereka udah pacaran?!"

Rizky mendecih. "Kenapa nggak minta Elvan aja buat nungguin elo?" ketusnya.

"WHAT?!" Arin menggeleng-gelengkan kepalanya, dengan nada tinggi Arin melanjutkan. "Jadi kemarin marah karena Elvan doang? Emang kenapa kalau gue sama Elvan?! Emang salah banget ya kalo gue mungkin nantinya jadian sama Elvan?!"

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang