57. An Awkward Dinner

1K 39 3
                                    

Tour Arin di studio musik sudah selesai. Studio tidak ada yang berubah semenjak ia terakhir kali ke sini. Suasananya mengingatkan ia pada memori saat dulu menemani bunda untuk rekaman. Tapi Arin merasa bangga dengan dirinya yang sudah berani. Tinggal tugasnya kini adalah membuat lagu.

Di lobi studio, Arin sedang duduk di sofa menunggu Elvan menjemputnya. Tadi Arin sudah sempat memberikan alamat studio pada Elvan. Ada perasaan ragu karena Arin takut dimarahi ayah. Ia belum izin sama sekali dengan ayahnya.

Lima menit kemudian Elvan tiba dengan mobilnya. Arin terkejut saat Elvan mau keluar dari mobil hanya untuk membukan pintu mobil penumpang depan untuknya. What a gentle, batin Arin dalam hati.

"Makasih, Kak," ucap Arin dengan sopan.

"Sama-sama," ujar Elvan yang kemudian menutup pintu mobil.

"Kita mau ke mana?" tanya Arin.

"Di restoran yang dekat sini saja," jawab Elvan. Arin hanya mengangguk tersenyum sebagai jawaban.

Kemudian ketika mereka tiba, Arin duduk di depan Elvan. Entah mengapa ia menjadi gugup. Mungkin karena ini adalah pertamakalinya Arin jalan berdua dengan laki-laki selain Rizky. Dulu saat berpacaran dengan Dika ia tidak pernah jalan bersama karena takut ketahuan oleh Rizky maupun Tasya.

Usai Arin memilih menu makanan, ia kini melihat Elvan yang sedang membuka sebuah surat. "Itu apa?" tanya Arin.

"Surat dari universitas yang kemarin aku daftar."

Arin bahkan lupa dengan Elvan yang kini sudah kelas tiga. Tentu Elvan sedang bersiap-siap dengan tingkat pendidikan selanjutnya di universitas. "Oh, wow. Universitasnya bilang apa di surat itu?" tanya Arin lagi.

"Ini jadwal tes yang bakal aku ikuti nanti," jelas Elvan sambil men-scanning surat itu.

"Semangat!" seru Arin. Kemudian Elvan mengucapkan terima kasih sambil melipat kembali suratnya.

Melihat surat membuat Arin teringat sesuatu. Ah ya, surat dari secret admirer. Kemana dia? tanya Arin dalam hatinya. Ia tidak mengharapkan surat itu muncul lagi, namun ia bingung mengapa surat itu sudah tidak datang lagi padanya

Apa Elvan yang mengirimnya waktu dulu? Karena bagi Arin sangat masuk akal bila Elvan lah secret admirer. Alasannya karena Elvan sekarang sudah berani mengobrol dengannya langsung, jadi untuk apa Elvan repot-repot menulis surat.

Sepertinya Arin harus bertanya pada Elvan.

Eh, tidak. Kalau bukan Kak Elvan bagaimana? Malu-maluin ah, Arin! batin Arin yang akhirnya kembali menutup mulutnya.

Ketika makanan datang, Arin dan Elvan makan sambil membicarakan hal yang tadi terjadi di studio rekaman. Dalam makan malam bersama ini, sepertinya Arin tidak begitu menikmatinya. Entah mengapa, mungkin karena Elvan tidak mengerti banyak soal musik. Tidak seperti Rizky.

Tunggu dulu, mengapa dirinya terbayang dengan Rizky lagi? Ayo Arin, enyahkan Rizky dari pikiranmu, batin Arin menegur dirinya sendiri.

Saat ditengah makan, Arin terkejut melihat Tante Lita dan teman-teman kerjanya yang sepertinya sudah dari tadi ada di restoran yang sama. Dengan reflek, Arin memanggil Tante Lita. "Tante!"

Tante Lita menoleh dan melihat Arin dengan dahi yang dikerutkan karena ada laki-laki yang sedang bersama dengan Arin. Ia yakin itu bukan Rizky. Lalu ia meminta Arin untuk ke tempat duduknya.

"Bentar ya, Kak," ucap Arin sambil berdiri. Elvan mengangguk mempersilakan Arin.

Arin berjalan menghampiri Tante Lita. Dengan wajah bingung Tante Lita bertanya, "Itu siapa?"

"Itu senior aku Tante," jawab Arin.

"Ayah tahu soal ini? Ayah kamu kan protektif Arin," jelas Tante Lita yang paham dengan sifat seorang Bagas Nasution.

"Nggak tahu, Tante," ucap Arin dengan lesu. "Arin sendiri juga bingung bakal bilang apa ke Ayah nanti. Tante jangan bilang Ayah ya. Pleaseeee," kata Arin dengan memohon sangat.

"Tenang aja, Tante nggak akan kasih tahu. Tapi dia cowok baik-baik, kan?" tanya Tante Lita dengan wajah tidak yakin.

"Dia cowok baik kok, Tan. Jangan khawatir," ucap Arin meyakinkan Tante Lita.

"Baiklah," kata Tante Lita yang sudah percaya dengan Arin. "Begini saja, kamu pulang ke rumah bareng Tante saja. Nanti Tante akan bilang sama ayah kalau kamu habis pergi sama Tante," usul Tante Lita.

Dengan segera Arin memeluk Tante Lita erat dan berkata. "Makasih Tante!" Arin lega masalah yang tadi ia takuti soal ayahnya terselesaikan.

"Sama-sama, Sayang. Berarti kamu punya hutang sama Tante soal cowok ganteng senior itu," ucap Tante Lita dengan senyum meledek.

Dengan wajah memerah Arin berkata, "Apaan sih, Tan."

"Oke-oke, nanti cerita di mobil. Gih, ke sana. Kasihan dia sendiri," titah Tante Lita.

Arin mengangguk dan kembali ke meja bersama Elvan.

Ketika sudah di meja, Elvan bertanya pada Arin, "Siapa dia, Rin?"

"Dia Tante Lita, teman Ayahku," ucap Arin. Kemudian Arin meminta izin pada Elvan, "Kak, Arin nanti pulang bareng Tante Lita?"

"Boleh," ucap Elvan dengan wajah sedikit kecewa. Sebenarnya Elvan sudah merencanakan kegiatan lainnya setelah ini bersama Arin. Namun sepertinya dari tadi Arin memang terlihat tidak terlalu menyukai kencan ini.

Melihat wajah kecewa Elvan membuat Arin menjadi tidak enak. "Kak, maaf ya Arin mengacau rencana Kak Elvan. Memang kenapa Kak Elvan mau repot-repot merencanakan ini?" tanya Arin dengan wajah polos.

"Kamu nggak sadar Arina?" tanya Elvan.

"Sadar apa?" tanya Arin yang masih dengan wajah polos.

"Aku suka kamu Arina," ucap Elvan yang mengakui perasaan hatinya.

Dugaan Arin benar dan kini ia bingung harus berkata apa. Tak lama Arin menjawab,  "Maaf Kak," Arin merundukkan kepala tidak berani menatap Elvan. "Arin nggak bisa," tolak Arin dengan halus.

"Ya, aku tahu kok, Rin. Karena kamu sayang Rizky, kan?" tanya Elvan.

Arin dengan segera mengangkat kepalanya. "Bukan gitu. Arin saja sedang berantem dengan Rizky," ucap Arin dengan ketus.

Elvan tertawa pelan, "Meskipun kalian berantem,  kamu masih sayang, kan?" Arin diam tak menjawab pertanyaan Elvan. "Arina?" panggil Elvan

"Arin nggak tahu."

Elvan menyenderkan badannya pada kursi dan mendengkus. "Arina. Maafin aku yang udah terlalu maksa kamu buat mau jalan sama kamu. Aku tahu kamu mau jalan sama aku karena nggak enak sama aku."

"Maafin Arin, kak," ucap Arin yang menundukkan kepalanya kembali. Keduanya sama-sama tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Lalu Arin mendapat ide yang mungkin akan mencairkan suasana. "Mungkin Kakak harus ajak jalan anak Cheers kelas sebelas yang berambut ombre."

"Rambut ombre pink, bukan?" tanya Elvan yang kemudian dijawab oleh Arin dengan sebuah anggukan. "Memang kenapa?"

"Dia suka dengan Kak Elvan," ucap Arin.

"Benarkah?" tanya Elvan.

"Ya," jawab Arin tersenyum tipis.

"Oke, mungkin aku akan mengajaknya keluar," ujar Elvan sambil membalas senyuman Arin. Hanya itu yang bisa jawab karena Elvan mengerti bahwa Arin kini sedang mencairkan suasana.

🎹 🎹 🎹

Jangan lupa tinggalin v o t e kalian

Luff yaa,
Shabrina Huzna😘

Instagram: shabrinafhuzna

Arina EllaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang