0. Prolog

10.1K 303 82
                                    

***

Dari       : noname234@gmail.com
Kepada : nadialmeerays@gmail.com

Halo, Nadia.
Saya tidak tahu cara berbasa-basi, atau mungkin menyentuh hati kamu dengan rayuan yang saya miliki. Langsung saja pada poin utama. Saya berniat datang melamar mu.

Saat ini, banyak hal yang harus saya siapkan lebih dulu. Saya harap kamu mengerti. Saya akan datang. Itu pasti. Untuk saat ini, jaga saja hatimu.

~

Nadia membuka satu lagi email yang masuk ke dalam ponselnya. Dengan mata masih setengah menutup, ia bangkit dari posisi tidur. Membelah selimut yang menutup sebagian badannya itu. Lampu tidur yang masih menyala ia terangkan lebih banyak karena butuh cahaya yang cukup agar matanya segera terbuka. Nadia masih setengah linglung karena 6 nyawanya yang lain masih belum kembali.

Untuk beberapa saat, Nadia tak mengerti email aneh yang masuk ke email pribadi. Gadis itu mengusap wajah beberapa kali agar cahaya yang masuk lebih banyak dan menerangi otaknya.

"Datang melamar?" katanya sambil menguap dan membaca setengah-setengah email yang masuk di ponselnya. Ia melirik jam analog di atas layar ponsel. Lalu mengutuk siapapun seseorang yang iseng mengirim email lelucon seperti itu.

"Apa maksudnya? Siapa ini?"

Setelah nyaris setengah dari kesadarannya kembali, Nadia baru memikirkannya. Sebuah surat lamaran di tengah malam bahkan sudah hampir pagi.

Ia melihat nama pengirim dan sama sekali tidak mengenal email yang masuk. User asing yang bahkan Nadia tak tahu siapa si pelaku. Ia ingin mencari lebih banyak tapi terlalu malas melakukan hal semacam itu. Untuk sekarang dia hanya akan tidur dahulu. Anggap saja email itu bukan untuk dirinya. Mungkin Nadia yang lain dan kebetulan pengirimnya salah mencantumkan satu faktor email sampai salah sasaran. Untuk malam ini, abaikan saja. Yang terpenting adalah ia mendapat tidur yang cukup untuk asupan energi besok pagi.

***

Bayangkan jika setiap malam dengan jam yang nyaris selalu sama, pengirim yang sama dan isi yang sama. Nadia harus menerima email misterius yang dirinya saja tidak tahu apa maksudnya. Ehh bukan, maksudnya Nadia hanya tidak tahu apa maksud si pengirim. Mengirimnya setiap hari dari senin sampai minggu. Dan yang lebih konyol, Nadia tidak tahu siapa orang dibalik layar laptop yang kurang kerjaan menghabiskan waktu 10 menit hanya untuk mengirim email aneh.

Sudah hampir dua bulan dari email yang pertama. Awalnya Nadia senang karena berpikir seseorang akan datang ke rumah dan melamar. Namun setelah 2 bulan, pria yang katanya serius menyukainya ini bahkan tidak pernah mengirim informasi apapun mengenai petunjuk apalagi profil diri. Yang ada hanya email yang sama setiap malam. Sudah dua minggu Nadia bahkan tidak membuka email yang masuk. Ia pikir pasti pria aneh dibalik sana hanya bercanda atau bahkan sedang mencoba menipu.

"Nad, penggemar rahasiamu masih suka kirim email?"

Nadia menoleh sejenak sambil menerima segelas es teh manis dan rujak dari teman sekantornya. Sebut saja Dila, orang pertama yang ia beritahu soal email itu.

"Penggemar apanya, sih?"

"Bisa disebut penggemar rahasia kan kalau yang suka kirim-kirim email sampai dua bulan berturut-turut. Apalagi isinya surat lamaran." Dila tertawa lalu memilih duduk di kursi kayu di samping penjual es.

"Aku ini bukan perusahaan yang kalau butuh orang harus open recruitment via email, Dil."

Nadia sebenarnya bukan tidak suka. Ia hanya tak mengerti maksud si pengirim kurang kerjaan itu. Jika dia memang berniat melamar, kenapa tidak datang saja menemuinya langsung? Malah menyia-nyiakan tenaga mengirim email singkat yang bahkan saat Nadia balaspun tak berbalas lagi.

"Kamu sudah coba mencari tahu siapa orangnya?" Dila termasuk orang yang bicara dan memberi saran padanya, tapi untuk kali ini tidak membantu sama sekali.

"Sudah. Aku sampai bosan memintanya berhenti mengirimiku email itu. Kalau memang suka kenapa nggak datang menemuiku langsung? Pakai email-email segala."

"Aku punya teman yang ahli melacak orang, siapa tahu kamu mau coba?" Dila meremas bungkus rujaknya yang sudah nyaris habis.

"Nggak usahlah. Kalaupun dia serius, nanti juga dia datang." Nadia ikut melahap potongan pepaya muda terakhir dibungkus rujaknya. Sambil tersenyum setengah.

"Kalau nggak datang?"

"Ya nggak jodoh."

Tbc...

[Tahap Revisi]

Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang