3. si Artis

2.6K 144 49
                                    

****
Setengah jam melakukan pertemuan dengan fansnya. Memberi tanda tangan lalu makan siang bersama. Diiringi teriakan histeris remaja tanggung di balik kursi meet and great nya. Siapa yang tidak kenal Raka Wijaya? Aktor, bintang iklan, model dan penyanyi solo dengan 3 juta followers ekstagram dan ribuan lain remaja yang mengaguminya.

Sudah 3 tahun dirinya bertengger di puncak. Menduduki posisi pria paling diinginkan kisaran usia 14 sampai 35 tahun. Di tahun ketiga ini, dirinya kembali menjadi artis dengan perolehan penghargaan yang tinggi. Membawa pulang banyak uang hanya dari ajang penghargaan. Raka Wijaya benar-benar sedang berada di puncak.

"Ka, setelah ini jadwalmu kembali ke Hotel dan makan malam bersama anak kepala daerah yang sedang berulangtahun."

Seseorang dengan hoddie hitam muncul dari balik pintu mobil. Membawa tablet di tangan kanannya, dan pulpen di tangan kirinya.

"Bisa kosongkan jadwalku besok?" Raka menurunkan jok mobil agar bisa sedikit merenggangkan ototnya yang mulai tegang.

"Kenapa?" Dodi, Raka sering memanggil manajernya dengan sebutan Dodi.

"Selama aku disini, aku hanya sibuk bekerja. Aku belum pulang menemui ibuku." Raka mendongakan kepala. Mensejajarkan kepalanya dengan bahu. Kemudian memejamkan mata sesekali sambil menghela nafas panjang.

"Besok ada jadwal bertemu dengan perusahaan yang akan bekerja sama dengan kita selama setahun." Dodi melihat layar tabletnya. Membaca rentetan jadwal artisnya yang sudah padat.

Raka berdecih. Ia tak menggubrisnya dan hanya memejamkan mata untuk beristirahat.

"Besok kita cuma bertemu dengan mereka sebentar membicarakan kontrak, setelah itu kamu bebas pulang menemui ibumu." Dodi meminta supirnya mulai melajukan mobil dan kembali ke hotel tempatnya menginap selama ia berada di sana.

Dodi melirik wajah Raka dengan ekor matanya. Sepertinya pria yang usianya baru 24 tahun itu memang kelelahan setelah terlalu banyak bekerja seharian ini. Ia hanya akan membiarkannya tidur tanpa stres.

****
Nadia baru selesai membuat laporan penjualannya bulan ini. Setelah mengadakan meeting bersama rekan sedivisinya, ia diminta mengumpulkan data klien perusahaan yang akan mengiklankan produknya. Laporan ditunggu sampai jam 12 siang sebelum istirahat. Tapi karena laporan penjualannya juga menumpuk, ia memilih mengorbankan satu pekerjaannya terbengkalai.

"Nad, datanya si Raka Wijaya mana?" Corry. Rekan kerjanya yang baru bergabung 3 bulan lalu di perusahaan.

"Siapa?" Nadia yang tengah mengencani laporannya menoleh ke meja kerja milik Corry di samping kanan. Memasang telinga baik-baik barangkali tadi salah dengar.

"Raka Wijaya. Artis yang mau kerjasama dengan perusahaan kita. Brand Ambassador produk yang baru." Corry mengulang dengan sabar. Ia menunjukan ponselnya yang masih menyala dengan masih foto seorang pria manis menjadi wallpapernya.

"Memangnya dia brand ambassador kita yang baru?"

"Lho, Mas Adi kan sudah ngasih tau di meeting tadi pagi."

Nadia menepuk dahinya pelan. Mengelus bagian pelipis yang tiba-tiba berdenyut sampai ke saraf otak. Kenapa dia sampai tidak sadar padahal pagi tadi ia merasa sudah sangat menyimak meetingnya.

"Sial." Nadia mengumpat pelan. Ia beranjak memindahkan tumpukkan map laporan miliknya. Menggantinya dengan selembar map tipis berisi berita acara meetingnya pagi tadi. Ia mulai membacanya dengan teliti. Memastikan siapa orang yang dimaksud sebagai klien perusahaannya.

"Raka Wijaya." Nadia mengejanya dalam hati. Ada perasaan panas yang tiba-tiba muncul entah jauh darimana. Sesuatu yang tidak Nadia sukai tapi juga tidak ia mengerti. Rasanya ingin menyesali sesuatu, tapi merasa tak mampu dan hanya bisa beralih ke layar laptopnya. Mencari informasi mengenai orang yang dimaksud di internet sebelum bossnya menagih lagi.

Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang