***
Hari berakhir dengan cepat seperti sebelum-sebelumnya. Nadia membereskan perangkat kerjanya di atas meja sebelum memutuskan kembali ke rumah dan mengerjakan beberapa pekerjaan tambahan. Persetujuan cuti sudah ia kantongi, jadi mau tidak mau dirinya harus rela berbagi waktu dengan pekerjaan sebelum meninggalkan kantor sementara selama lima hari."Mas Adi juga ngajuin cuti di tanggal yang sama, kalian ini ada apa sih?" Dila tiba-tiba menyambangi kursi Nadia dan berdiri mengintimidasi.
"Nggak ada apa-apa, Dil." jawabnya santai seraya membereskan barang-barangnya ke dalam tas.
"Bohong! Masa cuti berdua di tanggal yang sama pula. Kamu berusaha menyembunyikan sesuatu ya?" Dila masih berusaha mengulik informasi yang didapatnya setelah makan siang.
"Lagipula kamu tau dari mana tanggal cuti mas Adi sama denganku?" Nadia menoleh ke arahnya pasrah.
"Tadi Wildan ngasih tau. Katanya surat persetujuan cuti kalian di tanggal yang sama."
"Kami nggak ada apa-apa Dil. Santai aja. Aku cuti cuma mau berlibur." Nadia bangkit dari duduknya setelah selesai mengemas barang. Bersiap meninggalkan kantornya karena jam kerja sudah berakhir.
Dila sepertinya belum menyerah. Ia mengejar Nadia dan berjalan membersamainya sepanjang lorong menuju lantai dasar.
"Kamu bilang mau ke Semarang, kan?" Dila bertanya lagi.
"Iya."
"Tunggu! Bukannya Mas Adi itu orang Semarang ya?"
Nadia menoleh sebentar kemudian mengangkat bahu. Ia mengabaikan Dila sambil tersenyum menggoda sahabatnya sepanjang lorong. Sedangkan Dila hanya berusaha terus bertanya seperti wartawan saja.
****
Adi menulis pesan singkat di layar ponselnya. Mengirim beberapa kata balasan dari ibunya yang tiba-tiba menghubungi. Ia tersenyum gembira di depan meja kerjanya. Pria itu mengusap wajahnya yang memanas. Melihat kalender secara bergantian dengan sebuah surat yang barusaja ia keluarkan dari dalam amplop. Sebuah surat persetujuan cuti dari bosnya. Di akhir bulan ini ia diberi waktu 5 hari menggunakan jatah liburnya.Adi membuka lagi ponsel. Berselancar di internet dan mencari tempat-tempat yang menyenangkan di tempat kelahirannya. Selain akan membawa Nadia ke keluarga besarnya, ia berencana melakukan pendekatan lebih serius dengan gadis itu di sana.
Adi meraih sebuah note kecil dari dalam laci dan pulpen. Menulis list kegiatan yang akan ia lakukan bersama Nadia nanti di Semarang. Dan lagi, mungkin setelah kepulangannya dari Semarang, ia akan langsung membawa keluarga besarnya menemui keluarga Nadia untuk membicarakan pernikahan. Pria itu mengusap wajahnya lagi. Ini terlalu manis sampai pipinya memanas sampai ke dada.
Beberapa situs ia selami dengan senyuman manis. Beberapa poin ia catat dengan baik. Kemudian sebuah headline news tiba-tiba muncul di saran pencarian mengenai berita terbaru tentang Raka Wijaya.
Adi sebenarnya tidak mengenal dengan baik pria itu. Tapi.. apa yang dia lakukan dengan Nadia membuatnya panas hati. Sepertinya pria itu cukup dekat dengan Nadia apalagi mereka memang pernah satu SMA. Pria itu iseng membuka berita tentang Raka. Si artis itu sepertinya ketahuan dekat dengan seorang wanita. Itu yang ia simpulkan dari beritanya. Adi tertarik membaca lebih dalam. Sampai pada sebuah foto amatir dalam berita itu.
Jantungnya melambung sesaat. Ia pastikan itu adalah foto Raka bersama seorang wanita. Walau wajah wanita itu di blur dengan sempurna, tapi Adi yakin mengenalnya. Pria itu membuka fotonya. Melihat jelas dan mengamati perangai wanita dalam foto itu.
"Nadia?"
Ia yakin itu Nadia. Foto dalam berita itu adalah calon istrinya.
****
Nadia sampai di rumah sekitar setengah 5 sore. Diantar Dila sampai depan rumah ia berterimakasih pada sahabatnya yang sejak di mobil memaksa ia bercerita lebih banyak soal hubungannya dengan Adi. Tapi Nadia tidak bicara. Ia belum bisa membuka apapun selain menunggu Dila bersabar sampai pernikahannya benar-benar siap di gelar. Setelah memastikan mobil Dila berbelok di tikungan gang, ia mulai menuju gerbang hitam rumahnya. Membuka slot pintu untuk masuk segera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dia
Romance[TAHAP REVISI] Nadia kira sudah bahagia dengan pernikahannya. Belum genap setahun, suaminya divonis penyakit langka dan kehilangan banyak jati diri. Satu fakta yang Nadia tahu, suaminya menceraikannya. Melepasnya kepada pria lain. Mengatasnamakan ke...