1. Teman dekat

5.1K 210 67
                                    

***

Pukul setengah sembilan lebih 3 menit, Nadia baru tiba di parkiran kantornya. Setelah menemukan ruang yang pas untuk motornya meneduh, ia berlari mencincing tas dengan terburu-buru. Dia akan terlambat lebih banyak lagi kalau tidak bergegas.

Nadia tidak mau menyalahkan keadaan motornya yang sudah tua. Motor matic keluaran jadul itu pertama dia beli saat masih duduk di bangku kuliah semester 2. Jadi wajar saja kalau sekarang ini motor kesayangannya butuh banyak jajan.

Melewati lobby, ia disambut satpam yang menyapanya dan bertanya kenapa terlambat. Nadia hanya membalas sekilas lalu bergegas naik ke ruangannya di lantai 2. Ia lupa mengirim sms kalau dia akan datang terlambat karena motornya bermasalah, bisa saja rekan kantornya menyangka ia tak akan masuk kerja.

"Kemana aja sih, Nad? Kok terlambat?" Dila menyambutnya di pintu masuk ke ruangan karyawan.

"Maaf, tadi motorku mogok, Dil. Aku juga lupa nggak kirim sms buat ngasih tau." Nadia meletakan tasnya kemudian bergegas menuju alat fingerscanner di dekat pintu masuk.

"Sudah harus ganti motor itu, Nad. Motormu sudah tua." Dila merangkul bahu Nadia dan menyuruhnya duduk di kursi sementara waktu. Melemaskan otot dadanya yang menegang karena berlarian seperti di kejar setan dari parkiran.

"Maunya sih gitu. Tapi tabunganku belum cukup." Nadia tersenyum sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan kerudung yang melilit menutupi lehernya.

"Mas Adi sudah 2 kali bolak-balik nyariin kamu, mending temui dulu sana!"

Nadia berdiri spontan. Ia baru ingat kalau semalam dirinya diminta membuat desain brosur untuk produknya yang terbaru. Pasti 'si Mas Adi' itu mencarinya karena butuh dengan data yang ia bawa.

"Iya aku lupa. Desain brosurnya."

Daripada menunggu lama, Nadia beranjak menuju mejanya. Meraih tas jinjing berwarna abu gelap dan mencari keberadaan flashdisk serba guna. Setelah menemukannya di dalam sana, ia pamit keluar sebentar menemui pimpinan divisinya.

****

Nadia mengetuk pintu sebanyak tiga kali sebelum diperbolehkan masuk ke ruangan 3×3 milik si kepala divisi. Ia tersenyum ramah saat tahu si empu ruangan sedang duduk bersama laptop dan jaket di sisi kiri.

"Eh masuk, Nad!" Pria itu beralih dari laptopnya menjadi melihat ke arah Nadia yang baru datang. Tersenyum ramah seperti apa yang dilakukan Nadia padanya.

"Maaf telat Mas. Tadi motor saya mo-

"Nggak apa-apa. Tapi kamu bawa kan?" Katanya memotong sambil tersenyum. Lipatan dimatanya hampir menutup mata karena tersenyum.

"Iya." Nadia menyerahkan flashdisk berwarna hitam di atas mejanya. Lalu membungkuk sekali lagi meminta maaf atas keterlambatannya.

"Lain kali kalau motormu bermasalah, telpon saya. Biar saya jemput." Katanya tak menoleh Nadia. Hanya fokus pada layar laptop yang barusan dipasangi flashdisk milik Nadia.

"Makasih, mas." Nadia tersenyum malu. Menyadari hawa sekitarnya berubah menjadi panas. Apalagi area pipinya yang mungkin sudah seperti kepiting rebus yang renyah.

"Oke, desainnya saya pake. Makasih ya." Katanya lagi sambil tersenyum. Jangan lupakan mata tegasnya yang memikat saat tertawa. Nadia saja sampai menyukainya. Ehh maksudnya menyukai caranya tersenyum itu.

"Itu kan tugas saya, mas." Nadia mengangguk menyetujui desainnya dipakai lagi untuk promosi produk bulan ini. Lalu berencana pamit kembali ke ruangannya yang terpisah.

"Eh iya, Nad. Jam 10 nanti, bisa temani saya ketemu calon pembeli?" Dia memanggilnya lagi. Nadia menoleh sejenak kemudian menyanggupinya.

"Nanti saya ke ruangan kamu ya. Tolong siapkan juga power point yang kemarin kita buat."

Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang