11. Rencana Kunjungan

1.6K 111 20
                                        

****
Selesai makan malam, Nadia membantu ibunya mencuci beberapa piring kotor di dapur. Sesekali ia melirik adiknya yang sedang duduk di ruang tengah sambil nonton tv, lalu mencuri pandang pada ibunya yang juga sedang membereskan meja makan. Ia mendesis beberapa kali, sampai ibunya sempat ikut melirik dan bertanya perihal apa anak gadisnya seperti sedang menahan buang air. Tapi berkali-kali Nadia menggeleng sambil tersenyum kaku, memilih melanjutkan perangnya dengan piring dan sabun.

"Ia nggak belajar? Bukannya besok masih UAS?" Nadia menoleh sebagian kepalanya ke arah Dania yang asik dengan remotenya.

"Besok pelajaran Olahraga teh, Ia udah pinter jadi nggak akan belajar." sahutnya tanpa menoleh.

"Sana masuk ke kamar terus belajar! Kalau nilai sampe turun, uang jajan teteh kurangi ya!" Nadia menoleh seluruh badannya dan berkaca pinggang seperti orang marah. Tapi percayalah, Nadia punya rencana lain makanya sampai harus mengusir adiknya.

"Ih curang!" dengusnya sambil berdiri dan mematikan tv. Tanpa banyak bicara lagi, Dania bergegas masuk ke kamar dengan langkah kaki besar dan beradu keras.

Nadia bernafas lega. Ia berbalik kembali dan membilas piring terakhir di washtafle. Gadis itu kembali melirik ibunya yang sudah beranjak ke ruang tengah dan menyalakan tv lagi. Mengganti chanel dengan sinetron balap-balapan yang jadi favorit ibunya.

Ia menggosok tangannya yang mendadak dingin. Sekarang adalah waktu yang tepat setelah Nadia menunggu. Ibunya harus tau, perihal rencana lamaran yang datang secara tiba-tiba. Bukan tidak mungkin ibunya terkejut. Rencana kunjungan ini memang mendadak. Nadia saja masih harus beberapa kali membasuh wajah agar percaya. Tapi Nadia harus benar-benar bicara pada ibunya.

"Bu." Nadia beranjak mendekati ibunya yang duduk santai sambil melonjor depan tv.

"Kenapa, sayang?" Ibunya dengan lembut menoleh.

Nadia berjalan mendekat. Kakinya mulai beradu dengan lantai yang dingin. Padahal jarak antara dapur dan ruang tengah tidak terlalu jauh, tapi mendadak Nadia merasa kakinya berat dan lelah. Ditambah tangannya yang dingin menusuk. Jangan tanya jantungnya, mungkin sudah bergerak 2 cm dari tempat asal.

"Itu... besok malam ibu ada acara?" Nadia bingung. Yang jelas ia harus memastikan ibunya tidak sibuk, ya kan?

"Besok malam kan ada arisan di rumah bu RT." jawab ibunya tanpa menoleh dan kembali sibuk pada layar televisinya.

"Terus bilang apalagi?" batinnya gelisah. Nadia berdiri kaku sambil tersenyum aneh.

"Kenapa? Kok gelisah gitu?" Bu Diana,-ibunya Nadia-. mulai curiga. Wanita yang usianya tidak lagi muda itu mengecilkan volume tvnya, lalu menoleh putrinya yang masih menolak duduk disebelahnya.

"Kalau besok ibu nggak ikut arisan dulu bisa? Mau ada tamu yang datang." Nadia bicara pelan dan hati-hati. Suaranya nyaris tak terdengar karena ada suara tv. Ibunya mengeryitkan dahi, lalu mengecilkan lagi suara tv nya.

"Siapa?" Bu Diana menatap wajah Nadia yang berubah merah.

"M-mas Adi." jawabnya ragu. Seperti ada pemberat yang menggantung dibibir Nadia saat ini. "Dan keluarganya." Tambahnya.

Untuk beberapa saat, suasana sempat hening. Tidak ada respon dari Nadia apalagi ibunya yang terlihat bingung dan tak mengerti. Mungkin lebih condong belum paham ke arah mana maksud anaknya bicara. Tapi melihat wajah Nadia yang memerah, Bu Diana mulai berdehem memecah suasana.

"Mau ngapain dateng ke rumah?"

Nadia kembali bimbang. Ia paham respon ibunya yang tidak antusias. Entah karena belum mengerti maksudnya atau pura-pura tidak mengerti saja.

Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang