****
Dua puluh lima menit Raka menunggu di dalam mobil. Alunan musik pop terbaru mengisi kesepiannya di dalam sana. Matanya bergerak ke kanan dan kiri. Mencari gadis belia berseragam putih abu-abu diantara kerumunan siswa yang baru keluar gerbang sekolah. Ini sekolah SMA-nya dulu. Tempat ia menghabiskan waktu 3 tahun yang berharga. Secara kebetulan, ia kembali ke sana. Bukan untuk bernostalgia, melainkan menjemput seseorang yang sudah berjanji akan bertemu dengannya hari ini.
Raka masih mencari di sela-sela siswa yang lewat di sekitar mobilnya. Ia tak bisa keluar sekarang, kalau tidak keselamatannya akan terancam. Walau bagaimanapun, dirinya masih menjadi pria idaman yang mencolok perhatian. Raka merogoh ponsel miliknya di saku celana. Mencoba mengirim pesan.
Belum lama setelah pesan terkirim, seorang gadis mengetuk kaca mobil. Raka sempat terperanjat namun tersenyum lega. Ia membuka kunci pintu agar gadis itu masuk dengan mudah.
"Maaf, nunggu lama ya, A?"
"Nggak, kok. Gimana? Udah selesai?" Raka menyambutnya. Meminta gadis itu memasang seatbelt dengan benar.
"Tadi ada ulangan harian dulu," katanya membela diri sambil memasang sabuk pengaman.
"Jadi ... kita mau kemana?" Raka mulai melajukan mobilnya perlahan. Membelah jalanan yang ramai pelajar.
"Terserah A Raka. Yang penting kita bisa ngobrol secara pribadi."
"Sambil makan siang?" Raka mengusul. Gadis yang duduk disebelahnya hanya mengangguk menyetujui.
"Gimana kabarmu, Ia?" Raka mulai kembali membuka pembicaraan setelah hening beberapa saat. Mobilnya melesat meninggalkan kawasan sekolah dan mulai belok ke jalan besar.
"Alhamdulillah, sehat A. Aa gimana? Udah lama banget nggak liat Aa di TV." Dania, gadis itu menoleh sesekali ke arah Raka yang sibuk menyetir.
"Alhamdulillah. Sekarang kerjanya nggak cuma akting, sih." Raka tersenyum halus dan penuh kepercayaan diri. Menatap jalanan yang mulai ramai.
"Maaf ya, A. Jadi harus repot-repot ketemu sama Ia." Dania memeluk tas gendong ukuran sedang miliknya. Menggenggam erat kerudung yang menjuntai menutupi dada.
"Nggak masalah. Kalo perlu apapun, jangan sungkan minta bantuan, ya." Raka tersenyum kecil. "Kayaknya ada sesuatu yang serius, ya?" tambahnya menerka.
Dania terdiam sejenak. Memalingkan wajah ke jendela mobil sebelum akhirnya menoleh ke arah Raka kembali.
"Ini soal teh Nadia," ucapnya lemah.
"Nadia?"
****
Nadia pulang diantar Khalid menggunakan mobil yang biasa dipakai Adi kemanapun. Setelah berterima kasih, Nadia keluar mobil. Melambai dari pinggir jalan dan membiarkan kakak iparnya kembali melesat dengan mobil itu.
Ia tersenyum simpul. Menatap haru arah mobil Adi menghilang. Sudah berapa lama ia tak pergi keluar bersama Adi? Setahun? Ahhh.. apa sebaiknya nanti ia minta izin untuk membawa pria itu jalan-jalan keluar?
Nadia menghela napas. Berbalik memasuki gerbang besi yang tingginya sama dengannya. Di teras, ia sudah melihat Diana berdiri menyambut kepulangan dirinya.
"Assalamualaikum, Bu." Nadia menghampiri Diana lalu menyalami tangannya sebagai tanda hormat.
"Waalaikumussalam, Nad. Pulang diantar Khalid?"
"Iya bu," jawabnya.
Diana melirik wajah Nadia yang berseri-seri. Sudah beberapa hari ini, setiap pulang dari rumah sakit untuk menemui Adi, Nadia selalu tersenyum sepanjang malam. Sebahagia itukah puterinya saat hubungannya dengan sang suami mulai membaik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dia
Romansa[TAHAP REVISI] Nadia kira sudah bahagia dengan pernikahannya. Belum genap setahun, suaminya divonis penyakit langka dan kehilangan banyak jati diri. Satu fakta yang Nadia tahu, suaminya menceraikannya. Melepasnya kepada pria lain. Mengatasnamakan ke...