****
Raka duduk berhadapan dengan pria bertopi yang adalah manajernya. Ia dan pria itu belum memulai pembicaraan satu sama lain, hanya saling tunggu untuk memulai pembicaraan. Selepas menemui Nadia dengan kondisi tubuh yang belum begitu baik, dirinya dipaksa kembali ke rumah dalam keadaan hati yang tidak siap. Pada awalnya, ia berencana merebah seharian di kamar, memberi waktu istirahat bagi tubuh dan otaknya. Tapi Dodi sudah berdiri di ruang tamu bersama Ayah dan Ibunya. Dan disinilah sekarang dirinya duduk, menjauh dari orang tuanya sementara untuk berunding dengan si manajer."Jadi, gimana kesehatanmu?" Dodi memulai terlebih dahulu. Pria itu melirik sekujur tubuh Raka yang masih terbungkus hoody.
"Seperti yang kamu lihat." jawabnya dingin. Raka sempat melempar pandangan ke arah lain selama beberapa detik kemudian menatap kembali wajah setengah tua manajernya.
"Aku mengenalmu sudah lama. Seberat apapun masalahnya, kamu tidak pernah mencoba melanggar prinsipmu. Tapi ada apa dengan..."
"Aku nggak berminat bahas itu." Raka menimpali dan sedikit menatap tak suka. Ia lebih suka membahas hal lain saja dibanding mengungkit kesalahannya.
"Ini soal masa depanmu, Rak. Kamu nggak lihat berita-berita yang beredar? Semuanya membicarakan skandalmu di cafe itu. Memukuli pengunjung cafee dan mabuk sampai pingsan." Dodi sedikit menggunakan nada penekanan namun tetap berusaha tenang. Bicara dengan nada yang tinggi malah terdengar tidak nyaman untuknya dan untuk Raka.
"Semuanya sibuk memikirkan skandalku, tapi tidak sibuk dengan perasaanku."
Suasana kembali canggung saat Dodi tak berani bicara lagi. Sedangkan Raka hanya duduk lesu di kursi kayu.
"Maaf. Mungkin hanya aku yang nggak siap dengan skandalmu. Selama karier, kamu nggak pernah membuat skandal apapun. Jadi semuanya.."
"Aku tau, ujung-ujungnya semua orang hanya menyalahkanku. Kamu pasti kesini juga untuk membahas soal Marissa, kan?" Raka memotong cepat. Ia memperbaiki posisi duduknya yang semula kurang nyaman.
"Nggak, Rak." Dodi menunduk memandang ujung kakinya yang ditutupi kaos kaki abu-abu.
"Sudah aku jelaskan, aku tidak terlibat apapun sama Marissa sejak awal. Aku bahkan hanya dekat dengannya karena drama. Sampai tiba-tiba dia mengusik ketenanganku dengan apa yang dia katakan." Raka menghela nafas. Berusaha bicara tanpa menatap wajah Dodi dan menahan perasaan panas dalam dadanya yang muncul sejak pagi.
"Semuanya sudah terlanjur beredar."
Lagi-lagi Raka menghela nafas berat.
"Ya, mau gimana lagi, kan? Aku harus ambil tanggung jawab untuk sesuatu yang nggak kulakukan."
Raka jujur saja mengumpat. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah. Dunia hiburan tidak semudah yang orang lain bayangkan, kadangkala ia harus berpura-pura baik dalam kondisi yang mengenaskan, bertingkah seolah menjadi pria paling diinginkan untuk mengikat imagenya. Ia mungkin saja bisa kabur dan mencari kebenaran, tapi karirnya juga akan berakhir. Tidak hanya karirnya, masa depan semua pihak manajemennya juga mungkin akan terganggu karena akan mengalami kebangkrutan.
"Rak." Dodi hanya menatap miris. Ia mengangkat salah satu tangannya untuk mengelus bahu Raka dan memberikan ketenangan pada pria itu. Tapi nampaknya tidak berhasil.
"Kalo kamu berat melakukannya, kita adakan konferensi pers. Namamu pasti bersih dari skandal Marissa. Soal Marissa, akan jadi tanggung jawab manajemen." Raka mengangkat kepalanya lebih percaya diri. Seperti kehilangan setengah ton berat beban di lehernya.
"Tapi kamu harus buktikan bahwa kamu memang tidak melakukannya sama Marissa." lanjutnya parau.
****
Nadia selesai mengemas barang dan beberapa lembar pakaian yang akan ia bawa selama beberapa hari tinggal di Semarang. Adi sudah tiba 10 menit lalu untuk menjemputnya, tapi ia baru siap kemudian. Setelah berpamitan pada si kamar kesayangan, ia mengunci kamar. Bergegas menemui Adi dan ibunya yang menunggu di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dia
Roman d'amour[TAHAP REVISI] Nadia kira sudah bahagia dengan pernikahannya. Belum genap setahun, suaminya divonis penyakit langka dan kehilangan banyak jati diri. Satu fakta yang Nadia tahu, suaminya menceraikannya. Melepasnya kepada pria lain. Mengatasnamakan ke...