****
Adi memarkir motor kesayangannya di basement karena gerimis mengguyur sebagian area parkir yang biasa ia gunakan. Jaket kulit hitam kesayangannya sedikit lembab dan basah. Biasanya ia akan membawanya serta ke dalam ruangan, tapi mungkin akan menimbulkan bau kurang enak jika tidak dibiarkan kering.Pria itu masih menyiapkan keperluannya di motor. Meletakkan sebagian besar barangnya yang ikut basah kena gerimis pagi hari. Termasuk membetulkan rambutnya yang berantakan.
Perhatiannya terpancing sejenak pada mobil hitam mengkilat yang baru masuk basement. Ia menatapnya dari jarak 30 meter dan menunggu siapa pemilik mobil itu. Sudah dua tahun dirinya bekerja, ia tidak hapal mobil itu sama sekali. Sampai 5 menit kemudian, matanya memincing melihat Nadia keluar dari mobil hitam tersebut. Nampak berterimakasih singkat di depan pintu mobil.
Adi ingin mendekat dan menyapanya segera. Tidak seperti biasa, Nadia yang selalu datang dengan motor matic dan helm kini datang bersama mobil mengkilat. Adi memincingkan pandangannya lebih dalam. Timbul perasaan tidak tenang dan gelisah sesaat setelah seorang pria tampak keluar dari mobil itu. Mengikuti Nadia berjalan beriringan bersama.
Adi tidak bisa memastikan, tapi ia yakin pria itu bukan orang kantor. Ia spontan mengikutinya dengan mengendap-endap. Seperti maling saja. Ia hanya ingin tau, siapa pria yang datang bersama Nadia pagi itu.
****
"Dimana ruanganmu?" Raka berjalan membersamai Nadia yang sesekali menoleh ke arahnya."Lantai 2. Sebenarnya kamu mau ketemu siapa? Biar aku tunjukin ruangannya." Nadia hanya menawarkan diri. Ia mengajak Raka menuju lantai selanjutnya menggunakan tangga, di banding lift kantor.
"Ahh.." Raka seperti sedang berpikir. Ia mengusap tangannya yang mendadak dingin. Bertemu siapa? Raka tidak tau. Ini bukan jadwal kunjungannya ke perusahaan. Semua jadwalnya sudah diatur Dodi -manajernya-. Berhubung hari ini ia sedang kabur dari pria tua itu, satu-satunya tempat pelarian yang paling logis adalah perusahaan barunya ini.
"Aku cuma mau ngobrol soal iklan kita yang pertama. Aku nggak begitu paham dengan produknya, makanya datang buat tanya-tanya soal itu." Raka tersenyum kaku.
"Kalo gitu biar aku ajak kamu ketemu sama manajerku. Dia orang yang tepat buat kamu tanya-tanya soal konsep iklan kita." Nadia tersenyum kecil menunjuk arah lantai dua di depannya. Berjalan mendahului sambil menenteng tas jinjing kesayangannya.
"Okay." Raka mengiyakan dan mengikutinya di belakang.
Nadia sedikit hati-hati saat melewati ruangan kerjanya. Disana akan banyak karyawan yang sudah datang dan bisa saja memergokinya datang bersama Raka. Sebisa mungkin ia tak menarik perhatian dan berjalan cepat menuju ruangan Adi di ujung lorong. Diikuti Raka yang juga sepertinya membungkam mulut sepanjang jalan.
Tiba di depan ruangan Adi, Nadia menghela nafas cukup panjang. Ia sampai dengan selamat tanpa satupun karyawan lain yang memergokinya. Kondisi kantor masih cukup sepi untungnya. Jadi tidak banyak yang lalu-lalang memergokinya.
"Ini ruangan mas Adi. Manajer bagian promosi dan pemasaran." Nadia menunjukan ruangan berpintu cokelat lengkap dengan nama Adi tertulis di sana. "Kayaknya mas Adi belum dateng. Kamu tunggu saja!" Nadia melirik ruangan yang masih gelap itu.
"Bisa temani sampai manajermu datang?" Raka memintanya. Memohon dengan wajah andalan yang biasa ia pakai saat memelas di sinetron.
"Mas Adi bentar lagi juga datang. Dia nggak pernah telat." Nadia ingin menolaknya. Ia bisa saja menemani Raka sampai Adi datang ke ruangan itu, tapi jika itu terjadi semuanya bisa saja tambah salah paham. Issue obrolan dirinya dengan Raka di toilet tempo hari juga belum mereda. Akan makin gawat jika di tambah isu lain yang tidak bermutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dia
Romance[TAHAP REVISI] Nadia kira sudah bahagia dengan pernikahannya. Belum genap setahun, suaminya divonis penyakit langka dan kehilangan banyak jati diri. Satu fakta yang Nadia tahu, suaminya menceraikannya. Melepasnya kepada pria lain. Mengatasnamakan ke...