14. Kenangan

1.5K 105 13
                                    

****
Dua jam sebelum pulang, Nadia mendapat pesan singkat di ponselnya. Berisi ajakan makan malam singkat yang datang dari Adi. Gadis itu melompat dari kursi karena terkejut dan senang, sampai Dila berkali-kali bertanya padanya perihal apa, tapi Nadia hanya bungkam dan mengelak menjawab.

Sebenarnya bukan makan malam istimewa apalagi dinner romantis. Nadia yakin Adi bukan tipe pria yang romantis seperti itu. Hanya makan malam dipinggir jalan dan membahas sesuatu. Seperti yang dulu sering ia lakukan dengan Adi saat harus pergi bersama bertemu klien.

Nadia sudah selesai 10 menit lalu. Ia bergegas membereskan berkas di mejanya sambil sesekali melirik handphone. Adi bilang, mereka bertemu di tempat saja. Jadi tak akan ada yang curiga.

"Nad, mau pulang bareng nggak?" Dila menawarinya tumpangan saat tiba di basement kantor. Cuaca gelap karena mendung yang mendasari inisiatifnya pulang bersama.

"Nggak usah, Dil. Aku bawa motor kok." Nadia menolaknya halus. Sambil menyiapkan kunci motornya di dalam tas jinjing.

"Mau hujan lho, Nad. Nggak bareng mobilku aja?" Dila meyakinkannya dan menunjuk ke luar basement. Angin yang berhembus juga mulai dingin dan menusuk tulang.

Nadia sebenarnya juga khawatir, tapi ia harus pergi sendiri dan punya rencana lain setelah ini. Ia harus menunggu Adi sebentar lagi dan berangkat ke tempat yang disarankan Adi untuk makan bersama.

Nadia menggeleng lagi kemudian menolak. Berjanji akan menerima tawaran Dila suatu hari nanti. Gadis itu kemudian mengangguk mengerti, lalu melenggang dan melambaikan tangan setelah menemukan posisi parkir mobilnya.

Nadia ikut melambai sambil bergerak mencari motornya di parkiran. Kemudian mengucap salam dan sedikit berteriak karena Dila sudah lebih dulu siap pulang dengan mobilnya.

Setelah menemukan motornya, Nadia bergegas bersiap dengan helm, sarung tangan dan jaket. Tak lupa mengirim pesan singkat pada Adi bahwa ia sudah siap berangkat lebih dulu. Sesaat sebelum pesannya terkirim, jantungnya melompat-lompat. Nadia seperti bocah SMP yang sedang jatuh cinta dan kasmaran. Apapun yang ia lakukan rasanya indah dan membuatnya keram jantung.

"Nadia!"

Saat sedang asik memasang helm, Nadia mendengar seseorang memanggilnya dari belakang. Ia menoleh segera, memastikan siapa pria yang memanggilnya itu.

"Mas Adi." sahutnya spontan. Nadia turun dari motor sebentar dan memasang standar motornya kembali.

"Sudah mau pulang ya?" katanya terengah-engah. Mungkin karena berlari. Sialnya, Nadia seperti sedang deja vu saat Adi melamarnya.

"Iya. Mas sudah selesai?" Nadia memastikan pria itu takkan pulang bersamanya, karena melihat penampilannya, Adi bahkan tidak menenteng tas kerja.

"Hari ini, kayaknya kita nggak bisa makan malam sama-sama. Ada rapat mendadak sama jajaran direksi." Adi terlihat menyesal. Wajahnya terlihat bimbang dan lelah. Jelas jika sepertinya pria itu sudah lelah bekerja seharian dan harus dapat tambahan jam rapat.

Nadia hanya bisa mengiyakan tanpa menolak. Yaa mau bagaimana lagi kan? Walaupun dirinya memaksa Adi untuk pergi, kuasanya tak akan bisa membuat Adi pergi bersama. Ini perihal pekerjaan Adi sebagai seorang manajer dan Nadia yakin Adi sangat dibutuhkan dalam rapat itu. Lagipula, ia tidak keberatan.

"Ya udah nggak apa-apa mas. Mungkin lain kali." Nadia menerimanya dengan senang hati. Meski ada perasaan kosong yang sempat membuatnya lemas dan kesal.

"Saya minta maaf, Nad. Kalo udah selesai, saya usahakan mampir ke rumah."

Nadia bisa melihat penyesalan dan permintaan maaf Adi tulus dari matanya. Mata manajernya yang selalu tersenyum walau dalam keadaan marah, kali ini terlihat khawatir dan menyesal untuk pertama kali. Dan mata itu ditujukan untuknya.

Untuk DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang