****
Adi membuka mata perlahan dan melihat hamparan rumput hijau yang luas. Ilalang setinggi badannya tumbuh di beberapa titik. Pria itu menatap sekitar. Menyadari dirinya berdiri menapak dengan tegak tanpa kesulitan. Padang rumput yang sepi dan kosong. Hanya ada dirinya dan angin berembus membelai telinga. Adi masih menetralkan pikirannya. Tentang dimana dia berada, Adi hanya berusaha meyakinkan bahwa ini bukan mimpi.
Pria itu mencubit pipi. Semuanya terasa nyata. Kaki tanpa alas kaki itu bisa berdiri di atas rerumputan. Ia bahkan sudah sangat lama merindukan rasanya menginjak rumput. Adi melangkah perlahan. Mendorong tubuhnya sekuat tenaga agar bisa berlari. Dihitungan ketiga, tubuhnya terangkat. Melesat membelah ilalang tanpa peduli kakinya tak beralas kaki.
Ini mimpi. Adi yakin sekarang. Karena tubuhnya yang nyata sudah tak mampu bahkan sekadar duduk tegak. Semuanya kaku. Ia berlari lagi. Mempercepat langkahnya sampai ia tiba di ujung tebing. Adi berhenti. Manik matanya berkedip menatap sekeliling. Mencari bantuan siapa pun yang bisa membawanya kembali pada kenyataan.
"Mas!"
Adi menoleh spontan. Mendengar seseorang memanggilnya tetapi samar. Adi mencari sumber suara. Bahkan meneliti ke setiap sudut ilalang tinggi tapi tak berhasil menangkap siapa pun.
"Mas Adi."
Suara panggilan itu terdengar lagi. Adi menyahut. Kembali mencari sumber suara dan lagi-lagi gagal. Ia tak melihat siapa-siapa di sekeliling.
"Mas Adi!"
Panggilan ketiga terasa lebih kuat dan memekik di telinga. Adi menutup telinga saking kencangnya teriakan itu. Sesaat kemudian, ia merasakan tubuhnya kembali kaku. Cahaya terang membuat matanya sulit terbuka. Adi memejamkan mata dan terus menutup telinganya serapat mungkin. Apa yang sebenarnya terjadi?
Detik selanjutnya, Adi membuka mata kembali. Cahaya silau menyambutnya pertama kali dan di sana, ia melihat wajah Nadia menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangannya sangat erat. Pria itu semakin membuka mata saat perlahan telinganya membaik. Ia menatap wajah Nadia yang tersenyum haru. Ada apa dengan dirinya? Adi bahkan masih ingat tadi ia melihat hamparan rumput hijau yang luas. Lalu kenapa ia kembali terbangun di rumah sakit?
"Mas lihat aku?" Wajah Nadia mendominasi. Adi mengerjap mata. Menggerakkan kepalanya ke sebelah kanan dan kiri. Di sana, pria berjubah putih lengkap dengan stateskop berdiri mengelilingi.
Adi ingin menjawab lalu memeluk tubuh Nadia. Memberitahu bahwa ia baik-baik saja. Air mata Nadia terasa menusuk jantungnya secara langsung. Adi tak bisa membiarkan itu. Namun bibirnya terasa kaku dan kelu. Meski dalam otak ia sudah siap menjawab, tapi mulutnya menolak terbuka.
Samar, ia melihat dokter Ilhan berjalan mendekat. Nadia sempat mundur memberi jalan membiarkan dokter itu memeriksa keadaannya.
"Adi sepertinya syok. Tapi syukurlah dia nggak apa-apa."
Adi masih tak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya melihat wajah-wajah panik di sekelilingnya. Adi ingin bertanya tapi mulutnya tak kunjung terbuka. Untuk saat ini, ia akan membiarkan kondisinya membaik lebih dulu. Baru setelahnya ia akan bertanya pada Nadia.
****
Nadia menatap wajah Adi yang kembali memejamkan mata. Rasa kantuk di tengah malam sudah tak terasa saking panik. Setelah datang selepas Isya, ia berniat menginap. Mengganti Sarah yang sudah berjaga di rumah sakit seharian. Adena dan Khalid juga tak bisa sepanjang waktu menemani Adi di rumah sakit. Berhubung Aisyah juga akan rewel jika diajak ke rumah sakit seharian.
Untuk itu, ia datang untuk menjaga Adi sepanjang malam. Setelah membiarkan pria itu tidur lelap, ia memilih tidur di kursi dekat dengan ranjang Adi. Karena haus, ia bangun tengah malam. Namun Nadia terkejut mendapati suaminya terlihat tidur sangat tenang. Bahkan tak bernapas dengan baik beberapa saat. Nadia panik dan memanggil dokter Anwar. Memastikan pria itu baik-baik saja. Bahkan Nadia sampai harus berteriak keras demi membangunkan Adi. Nadia khawatir, Adi mendapat serangan saat tidur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Dia
Romance[TAHAP REVISI] Nadia kira sudah bahagia dengan pernikahannya. Belum genap setahun, suaminya divonis penyakit langka dan kehilangan banyak jati diri. Satu fakta yang Nadia tahu, suaminya menceraikannya. Melepasnya kepada pria lain. Mengatasnamakan ke...