Part 1 : Beno

52.4K 821 105
                                    

Aku duduk terbengong menatap wajah langit yang tampak mendung tertutup awan tipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk terbengong menatap wajah langit yang tampak mendung tertutup awan tipis. Tak ada bintang di sana, hanya ada pantulan cahaya rembulan redup yang melukis siluet gerombolan awan. Angin dingin datang menerpa tubuhku hingga aku bergidik dan membuyarkan semua lamunanku. Aku tersadar bahwa aku masih berada di sebuah taman dan duduk manis membelakangi Miranda, perempuan berambut panjang sebahu yang kukenal sejak dua tahun lalu. Dia merunduk lesu setelah mengucapkan kata perpisahan sebagai akhir sebuah hubungan percintaan.

Perempuan beralis melengkung bagai bulan sabit ini memutuskan aku sebagai kekasihnya dengan alasan bahwa dia mendapat lamaran dari seorang laki-laki yang menjadi pilihan kedua orang tuanya. Sungguh, ini membuat hancur hatiku karena Miranda lebih memilih untuk melupakan kenangan indah bersamaku dan bersanding dengan laki-laki itu.

 Sungguh, ini membuat hancur hatiku karena Miranda lebih memilih untuk melupakan kenangan indah bersamaku dan bersanding dengan laki-laki itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Maafkan aku, Ben!'' kata Miranda dengan suara yang lirih.

Aku hanya terdiam.

''Aku terpaksa melakukan ini, karena aku tidak mau menjadi anak yang durhaka!'' ujar Miranda lagi.

Aku masih terdiam seperti manekin.

''Ben, bicaralah ... dan jangan membuatku merasa semakin bersalah!'' Miranda menyentuh pundakku perlahan, tetapi aku tetap bergeming.

''Aku ingin meskipun kita tak lagi menjadi sepasang kekasih, aku berharap kita masih bisa menjalin persahabatan dan jangan ada permusuhan di antara kita!'' imbuh Miranda.

Aku menghela napas panjang. Perlahan aku mendongak ke arah Miranda. Wajahnya tampak sendu dengan mata yang berkaca-kaca.

''Mira ... kamu tahu pisau?'' ucapku, Miranda hanya ternganga mendengar ucapanku.

''Jika pisau itu ditusukan ke tubuhmu apa yang kamu rasakan?'' kataku lagi dengan nada penuh penekanan. Miranda jadi merunduk.

''Sakit, bukan?'' tanyaku, ''tapi itu belum seberapa Mira, bila dibandingkan dengan apa yang kamu lakukan padaku!'' lanjutku dengan suara yang geram.

''Kamu tahu di mana rasa sakitku akibat ulahmu, Mira?''

Tubuh Miranda tampak gemetar. Matanya sayu penuh dengan pelu.

''Di sini, Mira!'' Aku menepuk-nepuk dada kiriku tepatnya di jantung hatiku. Berulang-ulang dengan sangat keras.

Miranda jadi tak kuasa melihatku, air matanya tak bisa terbendung lagi. Dia menangis tersedu-sedu sambil bergerak cepat memeluk tubuhku.

''Beno, please ... jangan kamu seperti ini, mengertilah dan jangan membuatku semakin bingung ... aku sangat sayang sama kamu, tapi aku juga tidak mau mengecewakan orang tuaku,'' kata Miranda masih dengan terisak-isak.

''Lepaskan aku!'' bentakku sembari melepaskan pelukan Miranda dari tubuhku. ''Aku benci kamu!'' lanjutku menghardik. Dan Miranda hanya bisa terpaku dengan uraian air mata yang tak berhenti mengucur membasahi kedua pipinya.

''Aku tidak akan memaafkan kamu!'' tandasku seraya membalikkan tubuhku dan segera berlalu dari hadapan Miranda.

''Beno, Ben!'' seru Miranda menahan langkahku. Namun aku tidak sedikit pun menggubrisnya.

''Beno!'' ujar Miranda dengan oktaf tertingginya. Akan tetapi aku tetap tidak mempedulikannya. Aku terus berlari dan berlari menjauhi taman yang sudah memberikan kenangan pahit pada malam hari ini.

 Aku terus berlari dan berlari menjauhi taman yang sudah memberikan kenangan pahit pada malam hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beno

Aku, Beno Raharjo, laki-laki keturunan Jawa berusia 22 tahun, dengan tinggi badan 169 cm, berat badan 59 kg, berambut ikal dan berkulit sawo matang tidak akan melupakan kejadian malam ini. Malam di mana seorang wanita yang aku cintai dengan segenap jiwa ragaku tega memutuskan secara sepihak hubungan kasih yang sudah terjalin hampir dua tahun ini. Pacarku yang aku banggakan itu memaksaku untuk menyebutnya sebagai mantan. Dan aku harus terima dengan semua ini. Tidak ... tentu saja aku tidak terima, aku hanya terpaksa untuk menerimanya.

Menerima untuk menjadi seorang jomlo lagi. Menerima untuk rela mendapatkan luka yang menganga di relung hati yang paling dalam. Dan yang pasti, menerima rasa sakit yang terlalu perih untuk dinikmati.

Entah, bagaimana cara aku melupakan dia, dan butuh waktu berapa lama untuk bisa memaafkannya.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang