Pengakuan Pria yang menyatakan bahwa dia adalah seorang gay benar-benar membuatku terpukul. Aku masih sulit untuk menerima kenyataan ini. Aku tidak tahu harus bersikap apa untuk menghadapi hari-hari selanjutnya. Apakah aku akan tetap berteman dengan Pria atau harus menjaga jarak. Aku sudah kehilangan seorang kekasih, haruskah aku juga akan kehilangan teman yang baik seperti Pria? Sungguh, aku tidak mau itu terjadi.
Sejak malam hari itu, hubungan antara aku dan Pria memang sedikit ada jeda spasi, baik aku maupun Pria seperti memiliki kutub magnet yang sama, sehingga tidak dapat tarik menarik dan berusaha menjauhi satu sama lainnya. Entah, sampai kapan aku akan menghadapi situasi semacam ini. Jiwaku terasa hampa kembali. Meskipun aku berusaha untuk menghibur diri, tapi aku selalu tetap berada dalam rasa kesepian yang mendalam. Aku rindu Pria, rindu akan canda tawanya dan juga perhatiannya.
''Ben ... lo kenapa, sih? Gue perhatiin akhir-akhir ini lo nampak murung sekali, ada masalah apa lagi?'' ucap Roni suatu hari saat aku dan dia bertemu di sebuah mall.
''Ga tau nih, Ron, gue merasa bete aja!'' sahutku.
'' Bete? Butuh Tetek?'' timpal Roni enteng.
''Anying, pikiran lo, Ron!'' Aku menjitak kepala Roni.
''Hahaha ... '' Roni hanya tertawa lebar.
''Gue serius, nih ... please deh jangan becanda, gue lagi males dengan candaan lo yang garing gituh!''
''Cie ... yang lagi serius, gak mau dibecandain, ya udah deh kalau gitu gue diem aja!''
Roni akhirnya memasang wajah manyun dan mulai melakukan aksi berdiam diri seperti patung. Aduh, benar-benar kocak temanku yang satu ini.
''Roni ... lo apaan sih, pakai aksi mematung gini!'' Aku menabok lengan gempalnya.
Roni tak bergeming, dia tetap diam dan mempertahankan aksi mematungnya dengan wajah manyun.
''Hmmm ... '' Aku bersingut, Roni masih saja diam.
''Roni ... Please! Ga usah kayak gini juga kalee ...'' Aku menarik hidung besarnya.
''Aduh!'' teriak Roni kesal, ''gue tuh heran ama lo, Ben. Gue ngomong salah, diem juga tetep masih salah, terus gue kudu piye?'' kata Roni dengan logat Jawa yang kental sehingga terdengar agak lucu.
''Hehehe ...'' Aku jadi tersenyum, ''Roni ... lo kok bisa selucu itu, sih. Kadang gue kepengen hidup kayak lo, bebas lepas seolah tanpa beban ... sepertinya lo tidak pernah punya masalah ...'' ujarku.
''Beno ... '' Roni menarik kepalaku dan menghadapkannya ke arah wajah dia, ''gue itu bukan tidak pernah punya masalah, tapi gue tak pernah menganggap itu sebagai masalah, easy going aja! Enjoy your life!'' lanjut Roni.
''Iya Ron, tapi gue kagak bisa kayak lo ... ''
''Ya udah, lo tak usah pikirin hal itu, mendingan kita ngopi dulu, ayo ngopi yah, ngopi biar fresh!''
''Ngopi mulu, bosen!''
''Terus mau lo itu apa, Cah ganteng?'' Tangan Roni mencolek daguku.
''Entahlah, Ron ... gue pusing!''
''Okay, gue tahu obat pusing buat lo!''
Roni merangkulku dan membawa tubuhku masuk ke sebuah toilet.
''Kenapa lo ngajak gue ke toilet, Ron?''
''Hahaha ...'' Roni hanya cengegesan, ''gue kebelet kencing!'' ujar Roni sambil meringis dan berjalan menuju ke urinoir yang kosong. Selanjutnya dia melorotkan celananya, mengeluarkan alat vitalnya, dan menuntaskan hajat kecilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)
Short StoryUntuk 17++ Aku yang seorang pria normal serta merta harus terjerumus dalam cinta sejenis bersama pria normal yang lainnya. Bisakah aku menghindari kenyataan ini? atau malah justru menikmatinya?