Aku keluar dari ruang pesta, kemudian diikuti Roni dari belakang. Temanku itu rupanya tidak tega aku berjalan sendirian, sehingga dia turut mengekori aku juga.
''Beno ... lo kenapa sih, habis dari toilet kok jadi kayak orang kesambet!'' ujar Roni nerocos, ''serius lo mau balik, Ben?'' lanjutnya.
''Iyalah, gue serius mau pulang, kalo lo masih betah di sini gak apa-apa ... biar gue naik ojek aja!'' sahutku.
''Hmm ... mana bisa begitu, gue tuh tipe orang yang setia hewan ... eh maksud gue setia kawan, hehehe ...'' Roni tersenyum garing sambil garuk-garuk kepalanya.
Aku melirik wajah culunnya dengan sorotan tajam.
''Tenang, Bro,'' Roni merangkul pundakku, ''kita datang bareng, pulang pun juga bareng!'' imbuh Roni sembari menepuk pipi chubby-ku.
''Hmmm ...'' Aku bersingut.
Roni menekan tombol kunci mobilnya, Twitt ... Twiit ... lalu kami mulai berjalan menghampiri mobilnya yang terparkir cantik di antara kendaraan mewah yang lainnya. Namun saat Roni mulai membuka pintu mobilnya, tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara teriakan seseorang yang tidak jauh dari keberadaan kami. Aku dan Roni pun kaget, lalu dengan gesit kami berdua bergerak ke arah sumber suara tersebut. dan dari jarak beberapa langkah aku dan Roni menyaksikan seorang pemuda tampan yang sedang diseret oleh dua security berbadan kekar. Aku benar-benar terbengong melihat kejadian ini, karena pemuda yang sedang diseret paksa itu adalah si Pria, tetanggaku.
''Lepaskan!'' teriak Pria sambil berontak dari cengkraman tangan para security, ''aku bisa pergi sendiri!'' lanjutnya sambil menghempaskan tangan-tangan security itu hingga terlepas.
''Jangan sentuh aku!'' ujar Pria dengan tegas mengancam kepada para security itu, dan kedua security tersebut jadi terdiam dan membiarkan Pria berjalan tegap menuju tempat parkir motor.
''Pria!'' Tanpa sadar aku berseru, lalu dengan refleks aku mengejarnya.
''Ben ... Beno, lo kenal pemuda itu?'' teriak Roni turut berlari di belakangku.
Aku tidak menggubris teriakan Roni, aku hanya fokus mengejar tetanggaku itu.''Pria ... lo tidak apa-apa?'' tanyaku pas aku tiba di dekat dia. Pria tidak menjawab apa pun, dia hanya menatapku dengan tatapan tajam yang kurang bersahabat. Mimiknya juga berubah lebih jutek antara kaget dan tak percaya pokoknya penuh dengan teka-teki ketika dia melihat kehadiran Roni di sampingku.
Kemudian tanpa satu pun kata yang keluar dari bibir ranumnya, dia ngibrit dengan sepeda motornya meninggalkan aku dan Roni yang masih berdiri terpaku melihat kepergiannya.
''Siapa cowok itu, Ben?'' tanya Roni pada saat bayangan Pria sudah menghilang dari pandangan kami. ''sepertinya aku pernah melihat dia, tapi aku tidak mengingat di mana ketemu dia,'' tambah Roni dengan nada penasaran.
''Dia adik suami Miranda,'' jawabku.
''Hah ... kok lo tahu, apa lo mengenalnya?'' tanya Roni lagi.
''Iya ... ''
''Terus kenapa dia diseret-seret oleh security dan pergi meninggalkan pesta pernikahan kakaknya, aneh!''
''Gue tidak tahu, Ron ... ini bukan urusan kita, sebaiknya kita pulang saja!''
''Kok lo tidak tahu sih, harusnya lo tahu dong, Ben!''
''Anying, emang gue Mbah Gugel yang serba tahu segalanya!''
''Hahaha ... gue pikir lo cucunya Mbah Gugel ternyata lo cuma cucunya Mak Erot yang tahunya gedein dan manjangin peler doang!''
''Kampreettt!'' Aku menonjok bahu sekel Roni.
''Hahaha ...'' Roni ngakak terpingkal-pingkal. Dasar sableng!
''Udah ah, balik yuk!'' kataku.
''Ayuk!'' Roni merangkulku dan membawaku masuk ke body mobilnya. Lalu tak lama kemudian kami pun pergi meninggalkan gedung resepsi pernikahan itu.
Selama perjalanan pulang, Roni terus mengajakku bercanda. Namun, aku tidak bisa menyatu lepas dengan candaannya. Karena aku masih kepikiran pada diri Pria. Entahlah, tiba-tiba aku merasa tidak tenang bila memikirkan nasib yang menimpa Pria. Aku yakin saat ini dia membutuhkan orang yang bisa memahami dirinya. Butuh sandaran. Butuh tempat yang bisa menenangkan dirinya.
''Terima kasih, Ron, lo sudah menjemput dan mengantarkan gue pulang!'' ujarku saat aku turun dari mobil Roni pas di depan kost-an.
''Okay, My Bro!'' sahut Roni enteng seraya ngacir meninggalkan aku sendiri.
Aku yang masih berdiri di pinggir jalan dengan pikiran yang sedikit kacau. Bukan karena masalahku sendiri tapi karena ada teman yang sedang menghadapi masalahnya yang jauh lebih rumit. Dia adalah Pria, lelaki tampan tetanggaku yang beberapa hari ini telah mengoleskan cairan madunya dalam kehidupanku. Sehingga aku bisa merasakan betapa manisnya saat-saat bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)
Short StoryUntuk 17++ Aku yang seorang pria normal serta merta harus terjerumus dalam cinta sejenis bersama pria normal yang lainnya. Bisakah aku menghindari kenyataan ini? atau malah justru menikmatinya?