Part 10 : Undangan

17.6K 415 11
                                    

Fajar di cakrawala melukis langit dengan warna kuning keemasan menyambut dunia. Aku terbangun dari jagad mimpiku, ketika cahaya sang surya menyiram sekujur tubuhku dengan kehangatannya. Aku bergegas bangkit dari tempat peraduanku dan bergerak cepat menuju ke kamar mandi. Seperti biasa, ritual pagi. Buang air besar, kemudian dilanjutkan dengan acara siraman. Usai mandi, aku menyiapkan sarapan. Segelas Susu Kental Manis (Oh ya, sekarang sudah berganti dengan nama Krimer Kental Manis, karena konon produk tersebut tidak mengandung susu, atau hanya sedikit sekali kandungan susunya dan lebih banyak kandungan gulanya) Hmmm ... pantas saja perutku buncit tiap hari mengkonsumsi minuman ini. Selain segelas susu, aku juga mengisi perutku dengan seiris roti sandwich yang kuisi dengan selembar keju dan taburan meises. Alhamdulillah, kenyang!

Oke, setelah makan, aku langsung berangkat pergi ke tempat kerjaku. Sebelum menutup pintu kamar kost-ku, aku melirik ke arah kamar Pria. Pintunya masih tertutup rapat. Aku tidak tahu apakah dia masih di dalam kamarnya atau telah pergi beraktivitas. Aku tidak terlalu memikirkannya, aku hanya berharap kalau dia akan baik-baik saja dan bisa melakukan kegiatan kesehariannya seperti biasa.

Dan singkat cerita, akhirnya aku berada di tempat kerjaku. Aku langsung mengerjakan tugas-tugasku dengan penuh rasa tanggung jawab hingga jam istirahat siang tiba. Oh ya, perlu kalian tahu bahwa aku itu bekerja di salah satu gedung perkantoran yang ada di kawasan Jakarta Pusat. Profesiku sebagai customer service pada sebuah Bank swasta yang cukup terkenal di Indonesia.

''Selamat siang, Pak Beno Raharjo!'' celetuk suara laki-laki yang sudah sangat familiar di indra dengarku. Aku tahu itu suara bariton si Roni, sahabat kentalku.

 Aku tahu itu suara bariton si Roni, sahabat kentalku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Hai, Roni ... tumben lo dateng kemari ada angin apa?'' ucapku girang.

''Gue kangen sama lo, Ben ...'' jawab Roni enteng.

''Anying ... najis gue dikangenin ama lo, Ron!'' timpalku sok kesal.

''Hahaha ... sue!'' Roni menjitak kepalaku, ''emang gue gak boleh apa kangen sama lo, Ben ... lo tuh Jahaaat tahu gak, sih!'' imbuhnya dengan gaya bicara dibuat semirip suara Cinta dalam film AADC.

''Anying ... sumpah deh Ron, gue jijik banget lihat gaya lo begini ... ''

''Hahaha ...'' Roni hanya ngakak.

''Udah deh, lo tuh to do point aja! Sebenarnya ada apa sih sampai lo bela-belain datang kemari?''

''Mau tahu aja, atau mau tahu banget!''

''Hmmm ... mulai deh, ngalay ... kebanyakan main Tik Tok nih, pasti!''

''Hahaha ... kampret!'' Roni kembali menjitak kepalaku.

''Please, seriusan deh, Ron ... ada urusan apa?''

''Gue mau ngutang sama lo, Ben ... Gue lagi kere, nih!''

''Emang lo ini, ya ... doyan bercanda, dasar!'' Aku menyiku perut datar Roni dengan keras hingga dia meringai.

''Oke ... Boss, tapi lo janji, ya ...''

''Janji apaan sih, Ron?''

''Lo gak boleh baper!''

''Baper kenapa?''

''Karena apa yang gue sampaikan ini pasti akan mencabik-cabik perasaan lo ...''

''Hahaha ...'' Aku jadi tertawa.

Roni memandangku dengan tatapan yang lebih serius, lalu dia mengambil sesuatu dari dalam tas rangselnya.

''Ini ada titipan buat lo!'' Roni menyerahkan sebuah kertas tebal bersampul merah muda ke tanganku.

''Apa ini?'' Aku mengkerutkan keningku.

''Kartu undangan pernikahan Miranda buat lo!'' terang Roni, ''dia menitipkan itu kepada Ratih, dan Ratih meminta gue untuk menyerahkannya kepada lo, Ben!'' lanjutnya.

Aku langsung membuka sampul undangan itu dan membaca tulisan yang terukir indah pada undangan tersebut. Mata ini melihat dengan jelas, ada sebuah nama Miranda yang tercetak di situ. Tanpa berpikir panjang aku langsung membuang undangan ini ke dalam tong sampah.

''Beno ... kok lo buang undangannya ke tong sampah!'' tegur Roni.

''Buanglah mantan pada tempatnya!'' timpalku.

''Beno ... apa lo masih baper?'' tanya Roni.

''Tidak!'' jawabku tegas.

''Terus kenapa lo membuang undangan dari dia?'' tanya Roni lagi.

''Lantas apa yang harus gue lakukan?'' balasku, ''menyimpannya untuk dijadikan kenangan, begitu?'' imbuhku.

Roni hanya terdiam sejenak. Lalu ...

''Apa lo tidak ingin menghadiri pesta pernikahannya, Ben?'' kata Roni.

''Haruskah gue datang?'' tanggapku.

''Iya, lo harus datang, Bro!''

''Mengapa?''

''Tunjukan pada dia, bahwa lo cowok tegar, lo mampu bertahan walau tanpa dia!''

''Begitukah?''

''Iya, begitu!''

''Entahlah, gue tidak tahu, Ron ... gue harus bagaimana?''

''Tenang aja, Ben. Gue akan selalu menemani lo.''

''Baiklah, gue akan mengikuti saran lo ....''
'
''Nah, gitu dong! Itu baru temannya Roni.''

''Hahaha ... bisa aja lo, Bandot Garut!''

''Anjriit ... ngatain gue, lo! Dasar Badak Ragunan!''

''Hahaha ...'' Aku dan Roni tertawa lepas.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang