Aku tiba di Apartemen Roni.
Aku mengetuk pintunya beberapa kali, dan tak lama kemudian pintu ini terbuka. Nampaklah Roni dengan ekspresi wajah terkejut melihat kehadiranku.
''Beno ... '' sapanya.
''Gue dengar lo kecelakaan, Ron?'' ujarku langsung seraya memperhatikan Roni yang terlihat shirtless. Dia hanya mengenakan celana pendek kolor dan memamerkan badan seksi bentukan fitnes-nya. Siku serta lututnya nampak tertutup kapas dan plester. Di situ nampak jelas ada noda darah yang mengecap di kapasnya.
''Pasti si Ratih yang memberitahukan lo, ya?''
''Iya ... ''
''Dia emang ember dan lebay, padahal gue tidak apa-apa ... Cuma kecelakan kecil, kok!'' Roni membalikkan badannya, lalu berjalan dengan agak pincang menuju tempat tidur.
''Walaupun kecil lo terluka juga 'kan, Ron?''
''Hanya luka ringan, lecet-lecet aja!''
''Tapi sakit, 'kan?''
''Dikit ...''
Roni duduk di tepi ranjang, aku duduk di sebelahnya.
''Ron ... luka-lukanya udah diobati?'' tanyaku.
''Udah ... nih, lihat aja badan gue penuh tambalan kapas, perban dan plester!'' Roni menunjukkan luka-lukanya.
''Syukurlah, gue harap lo cepet sembuh!''
''Aamiin!''
''Oh ya, gimana kronologinya, sampai lo ngalamin kecelakaan, Ron?''
''Gue naik motor.''
''Terus?''
''Di jalan tiba-tiba ada bapak-bapak tua nyebrang, gue menghindari dia dan membelokkan diri ke samping ... eh malah gue nabrak pohon gede, jatuh deh!''
''Hahaha ... ada-ada saja, terus itu pohonnya gak apa-apa 'kan?''
''Kok, lo malah nanyain pohonnya sih, jelas pohonnya gak apa-apalah!''
''Hehehe ... kirain pohonnya roboh atau pingsan gitu, 'kan kasihan pohon tak bersalah lo tabrak!''
''Anjriittt ... lo malah peduli sama pohon daripada gue!'' Roni menabok bahuku dengan keras.
''Hahaha ...'' Aku hanya ngakak. Roni jadi manyun memasang wajah kesal.
''Ndot, kalau gue gak peduli ama lo, gue gak ada di sini sekarang!'' kataku.
''Jadi lo peduli ama gue, Dak?''
''Iya gue cemas dan takut lo kenapa-kenapa!''
''Serius?''
''Iya, kalo lo kenapa-kenapa nanti gak ada lagi yang gue ceng-cengin dan gue bully!''
''PLAAAK!'' Roni menjitak kepalaku.
''Aduh sakit, Ndot!''
''Bodo amat!''
''Hehehe ... ngambek, ya?''
''Kagak!''
''Gue tidak mau kehilangan sahabat seperti lo, Ndot.''
Roni melirikku lalu tersenyum.
''Gak usah lebay!'' kata Roni sambil mendorong tubuhku.
''Siapa yang lebay?''
''Lo!''
''Lo, kali!''
"Lo!''
''Lo!'' Aku menyiku tubuh Roni dan pas mengenai lengannya yang terluka. Roni jadi meringai kesakitan.
''Aduh!'' jeritnya.
''Ogh ... sorry Ron, gue gak sengaja!'' Aku segera mengelus-elus tangan Roni, ''sakit, ya?'' imbuhku.
Roni hanya mengangguk pelan-pelan.
''Lo sih, banyak gerak! Seharusnya lo diem aja!'' Aku meniup-niup luka Roni lalu mengusapnya perlahan.
''Thanks ya Ben, lo udah sudi datang kemari ...'' Suara Roni mendadak melunak.
''Iya, sama-sama, sebagai sahabat kita memang harus saling men-support!'' timpalku masih mengelus-elus lengan Roni.
''Gue senang punya sahabat macam lo, Ben. Gue juga tidak mau kehilangan sahabat seperti lo.''
Mataku dan mata Roni saling berpandangan, dan saat itu aku merasakan ada desiran aneh yang tak pernah aku rasakan sebelumnya, pandangan mata Roni seperti ada aura magis yang mampu menggetarkan jiwa dan perasaanku.
''Sebaiknya lo istirahat saja, Ron. Biar luka-luka lo cepat membaik!'' ujarku.
''Iya!'' Roni menganggukan kepala sembari membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Aku masih duduk di tepi ranjang dengan tatapan sendu memandang tubuh Roni yang terbaring dengan beberapa luka di bagian siku dan lututnya. Sesekali dia nampak meringai menahan nyeri.
''Oh ya, Ben, gimana jalan-jalan lo di Bogor? Seru?'' Celetuk Roni.
''Iya, lumayan seru ...'' jawabku.
''Lo menikmati acaranya?''
''Tentu saja.''
''Berapa orang, sih?''
''Ber-tujuh.''
''Oh ya, siapa aja?''
''Selain anggota club, gue juga mengajak Pria ...''
''Pria?'' Roni mengkerutkan keningnya, ''tetanggamu itu?'' lanjutnya.
''Iya ...'' Aku menganggukan kepala.
''Oooh ...''
''Kenapa?''
''Gak papa.''
Aku dan Roni jadi terdiam. Cukup lama. Entah, tiba-tiba kami kehilangan bahan untuk obrolan. Roni nampak memejamkan matanya dan larut di dalam alam pikirannya sendiri. Sementara aku merasakan ada gelombang keanehan dari sikap Roni. Mungkinkah dia mengetahui ada hubungan khusus antara aku dan Pria? Apakah Roni akan membenciku, bila seandainya dia mengetahui kalau aku menjalin hubungan kasih terlarang bersama Pria? Apa dia akan menjauhi aku, karena aku sudah tidak normal lagi? Mungkinkah dia akan merasa jijik dengan kisah cinta sejenis begini. Aackh ... aku jadi bingung. Aku harus bagaimana?

KAMU SEDANG MEMBACA
Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)
Short StoryUntuk 17++ Aku yang seorang pria normal serta merta harus terjerumus dalam cinta sejenis bersama pria normal yang lainnya. Bisakah aku menghindari kenyataan ini? atau malah justru menikmatinya?