Part 53 : Terbang

10.4K 333 76
                                    

Roni melolosi kaosnya sendiri, hingga tubuh bagian atasnya terbuka. Nampaklah tonjolan-tonjolan otot yang membentuk tubuh muscle-nya. Dadanya lapang bagai dua roti bantal yang empuk. Perutnya kotak-kotak persis roti sobek, otot bisep dan trisepnya juga bergelombang bagai gumpalan roti bolu. Pahatan tubuh sexy-nya benar-benar perfect laksana patung pancoran. Gagah dan jantan.

Bibirnya melengkung membentuk senyuman yang menawan. Manis dan menggoda dengan takaran yang sangat pas di wajah maskulinnya. Perlahan badan macho-nya merunduk, lalu menempel ke tubuhku hingga menghantarkan gelombang kehangatan yang terpadu. Wajahnya dan wajahku berada dalam jarak yang teramat dekat, hanya beberapa senti saja bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang segar dan wangi.

Aku terpana kala menatap bola matanya yang kecoklatan itu, nampak bening bagai kristal. Sorotannya teduh seperti memancarkan cahaya kedamaian yang hakiki. Alisnya tebal bagai ratusan semut hitam yang sedang berbaris. Hidungnya berkategori mancung ala pria-pria campuran indo-euro. Kumis dan jambangnya tipis tercukur rapi begitu juga dengan jenggotnya. Bibirnya juga tebal seperti marsmellow, lembut dan manis kemerahan. Roni benar-benar seperti seekor Bandot unggulan yang sangat berkelas. Dia sangat pantas untuk jadi hewan Qurban di Hari Raya Idul Adha. Oh tidak, dia lebih pantas jadi korban pelampiasan kepuasan seksualitasku, hehehe ....

''Kenapa lo memandangi gue seperti itu, Dak?'' ucap Roni.

''Gue baru sadar ternyata lo sangat tampan, Ndot!'' jawabku.

''Hehehe ... kemana aja lo baru nyadar!'' timpal Roni seraya menyosor bibirku dan melumatnya seperti melumat kue pancung. Gurih, kenyal dan lumer. Mmm ... bikin ser-seran jantung ini.

''Badak, gue sayang sama lo,'' ujar Roni setelah puas mengenyot bibirku.

''Gue juga sayang sama lo, Ndot!'' balasku.

''Tapi sayang, kita sama-sama laki-laki, Dak ... andai kita berlawanan jenis gue pasti halalin lo!''

''Hehehe ... tidak usah ngaco deh, Ndot!''

''Karena gue terlalu sayang sama lo, Dak. Sungguh!'' Roni mencecep bibirku lagi dan menyeruput dalam-dalam. Tangannya juga sibuk mengusap rambutku dengan penuh kelembutan. Kali ini dia memperlakukan aku lebih halus penuh dengan rasa kasih dan sayang. Aku jadi terharu dibuatnya.

''Rasanya gue pengen selalu begini terus, Dak!'' Roni mengusap pipiku dan mengecup pelan keningku. Lalu dia menjauhkan tubuhnya dari tubuhku. Dia duduk termangu di tepi kasur dan memandang kosong ke arah langit-langit kamarku.

''Bandot ... '' panggilku mesra.

Roni menoreh dan tersenyum simpul, lalu dari mulutnya yang mungil itu dia berujar, ''andai gue tidak terlalu sayang kepada lo, Dak ...''

''Kenapa, Ndot?'' tanyaku heran.

''Sungguh, gue gak tega untuk menusuk lo. Gue gak sanggup melihat lo menderita ...'' jawab Roni dengan suara yang mendadak serak-serak basah.

''Bandot ...'' Aku bangkit dari tempat pembaringanku dan mendekati Roni, lalu memeluknya dari belakang. Aku menyandarkan daguku tepat di bahunya, perutku menempel di punggungnya dan tanganku melingkar di pinggangnya.

''Gue tidak menyangka kalau kasih sayang lo terhadap gue begitu besar, Ndot. Gue juga sayang kok, sama lo ...'' bisikku lembut di kupingnya.

''Ya, gue tahu lo juga sayang sama gue, tapi ...''

''Tapi kenapa?''

''Kenapa gue gak sanggup untuk melakukan ITU!''

''Bandot ... gue sekarang jadi Bot-nya lo, jadi gue rela diperlakukan apa saja sama lo.''

''Ah, yang benar?''

''Iya, Ndot!''

''Coba lo katakan sekali lagi, Dak!''

''Gue rela diperlakukan apa saja sama lo!''

''Itu ... itu yang ingin gue dengar dari mulut lo, Dak!''

''Maksud lo apa, Ndot?''

Roni membalikkan tubuhnya dan menghadap dekat ke arahku.

''Gue ingin lo memberikan ITU dengan suka rela dan tulus hati, bukan karena keterpaksaan, hehehe ...'' Roni menyengir.

''Dasar kampret!'' Aku menabok dadanya dengan kasar.

''Hahaha ...'' Roni tertawa ngakak, ''jadi lo ikhlas 'kan kalau gue menafkahi batin lo, sekarang!'' ucapnya sambil mncolek daguku dengan ganjen.

''Nakal!'' Aku mendorong kepala Roni.

''Tapi lo mau, 'kan?''

''Hehehe ...'' Aku dan Roni jadi tertawa bareng.

Selanjutnya Roni mendekati aku, lalu dengan cepat dia menarik kepalaku dan mencium bibirku kembali dengan rasa yang lebih bergairah. Lebih buas, lebih liar dan lebih binal.

Roni memperlakukan aku layaknya sebuah hidangan yang harus dinikmati dengan maksimal, agar tidak menjadi sia-sia atau mubazir.

Laki-laki bertubuh atletis ini mencumbuiku dengan gelora asmara yang menggebu-gebu. Dia mengantupkan kecupan dahsyat di setiap organ tubuh. Mulai dari kening kemudian pipi dan juga bibirku. Leher dan ketiak pun tak luput jadi sasaran serangannya yang brutal seperti serbuan peluru yang menghantam titik-titik persendianku. Setiap kecupan bibir tebalnya seakan mengandung sengatan lebah yang mampu menggetarkan jiwa dan ragaku. Aku mendesah, menggeliat dan menggelinjang saat-saat cumbuan Roni menghujani wilayah sensitifku. Hingga tanpa aku sadari goresan lidah dan bibirnya yang penuh rasa itu meninggalkan tanda-tanda cinta di sebagian tubuhku.

Ough ... Roni, mengapa engkau melucuti celana kolor dan celana dalamku. Oh tidak, dia tanpa segan menelanjangiku hingga tubuh ini polos tanpa selembar kain pun yang menempel. Membebaskan kontolku dari himpitan kolor dan membiarkannya berdiri tegak menjulang menembus batas cakrawala.

Aaahhh ... Roni, mengapa engkau juga melepaskan celanamu dan memamerkan kontolmu yang berukuran super itu ngaceng seolah ingin menantang untuk bertanding. Ya, kontol jumbo Roni yang sudah tersunat ketat itu juga dalam keadaan ereksi berat. Kepalanya membengkak kemerahan seperti helm baja tentara, batangnya lurus menjuntai seperti belalai gajah dengan hiasan urat syaraf yang menjumbul. Jembutnya rimbun bagai hutan belantara menutupi sebagian area biji kontolnya yang bergelayutan bagai buah kedondong. Uuhh ... pesona kontol yang menggairahkan untuk mata para pria pecinta sesama jenis.

Tubuhku dan tubuh Roni sama-sama bugil, sama-sama bergairah dan sama-sama dalam birahi yang sudah di puncak ubun-ubun. Kami saling merapat. Saling menghangatkan dan saling bergesekan, hingga menciptakan kesyahduan persenggaman ala homoseksualitas.

Di atas kasur dua tubuh telanjang ini bergelimpangan memporak-porandakan sprei, saling memberikan rangsangan kenikmatan untuk meraih ujung syurga duniawi. Kami saling mencumbu dan saling menggerilyakan genjatan senjata, hingga kami sama-sama bergidik menikmati sensasi demi sensasi.

Erangan dan desahan dari mulut bangsat kami juga menambah keharmonisan dalam kegiatan silaturahmi kelamin ini. Kami terus berpacu dalam melodi cinta, lewat kidung-kidung kasmaran yang dapat membawa tubuh polos kami terbang bersama angin kemesraan menuju nirwana yang menjanjikan kebahagiaan batiniah. Tak peduli keringat membasahi tubuh, tak peduli nafas terdengar memburu. Aku dan kekasihku berlomba dalam mengadu kontol untuk mencapai garis finish yang kami harapkan.

''Badak, apa lo sudah siap untuk gue ajak ke singgasana cinta?''

Aku tersenyum dan mengangguk.

''Maka mengangkanglah dan tunjukan lubang durjana lo!''

Aku mengikuti perintah Roni dan aku pasrah dengan apa pun yang akan dilakukan oleh pacar lelakiku itu. Aku sudah siap dan rela, meskipun dia membobol gawang pertahananku. Mungkin inilah yang dinamakan sebuah pengorbanan demi orang yang tersayang. Keikhlasan tanpa unsur keterpaksaan.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang