Part 16 : Baper

11.7K 344 4
                                    

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya aku dan Roni tiba di depan gedung besar dan luas, lokasi di mana resepsi pernikahan Miranda dilangsungkan. Hiasan umbul-umbul dan janur kuning melengkung melambai seolah menyambut kehadiran kami. Para tamu undangan sudah memenuhi sebagian area pesta perhelatan resepsi. Pelaminan yang megah juga nampak kokoh berdiri indah dengan hiasan warna-warni aneka rupa kembang dan juga tata lampu yang menawan. Aku terpukau dengan pemandangan yang super wah ini, hanya orang-orang yang berduit teballah yang mampu menyenggarakan pesta perkawainan seelegan dan semewah ini.

Aku mendadak terpaku menatap semua kemewahan ini, karena secara pribadi aku tidak akan mungkin bisa membiaya acara pernikahan yang seheboh itu, aku yakin untuk menyelenggarakan perhelatan sementereng ini pasti mengeluarkan deretan digit angka 0 (Nol) yang super panjang. Dan aku cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala. Aku jadi merasa kerdil dan tak berarti bila dihadapkan pada kenyataan ini. Pantaslah Miranda meninggalkan aku dan lebih memilih laki-laki itu. Dia memang lebih segala-galanya bila dibandingkan dengan aku.

''Ben ... ada apa? Kok bengong?'' celetuk Roni membubarkan semua pikiranku.

''Entahlah Ron, tiba-tiba saja gue jadi tidak percaya diri,'' ucapku dengan gundah.

''Please, calm down! Kita sudah sampai di sini. Yang lo perlukan cuma akting natural buat menghadapi situasi semacam ini, Bro!'' Roni menepuk pundakku.

''Gue tidak bisa berpura-pura, Ron ...''

''Ayolah Ben! Lo pasti bisa. Anggap saja kita sedang menghadari pesta rakyat. Mereka raja dan ratunya dan kita cuma rakyat biasa. Lo tau raja dan ratu itu, tapi mereka tidak tahu siapa lo. Jadi, enjoy the party, Bro!''

''Okay, i will try!''

''Gitu dong!''

Akhirnya dengan langkah yang ragu, aku dan Roni masuk ke ruang podium utama setelah sebelumnya kami mengisi daftar tamu di depan resepsionis yang berdandan adat Jawa.

Suasana di ruangan ini sangat ramai. Dengung suara gending musik Jawa begitu kentara. Suara lengkingan sinden menyanyikan tembang kasmaran dalam bahasa Jawa juga nampak jelas. Para tamu undangan berjejal dan mengantri untuk bisa bersalaman dengan kedua mempelai yang tengah berdiri memasang wajah sumringah menyambut doa restu para tamu. Sebagian memenuhi area pelaminan dan sebagian lagi mengular di area catering makanan. Mereka memenuhi meja prasmanan untuk berburu santapan yang telah dihidangkan.

Dari kejauhan sini, aku fokus memandang ke area pelaminan, dan lebih tepatnya menatap mempelai pengantin wanita. Wanita itu adalah Miranda. Mantan pacarku. Dia nampak anggun dengan balutan baju adat Jawa. Riasan di wajahnya juga terlihat memukau dan memberikan kesan natural namun membuat pangling. Aku juga tidak percaya kalau perempuan yang berdiri penuh rona wajah bahagia itu adalah mantan kekasihku. Sungguh, aku tidak kuasa melihat dia bersanding dengan laki-laki lain di panggung pelaminan itu.

''Roni ... '' Aku menepuk punggung Roni yang sedang berdiri mengantri bersama tamu undangan lain.

''Iya, ada apa, Ben?'' sahut Roni.

''Gue mau ke toilet dulu, ya!'' kataku setengah berbisik.

'' ... '' Roni hanya mengkerutkan keningnya.

''Gue kebelet pipis!'' kataku lagi.

''Iya udah sana! Jangan lama-lama!'' timpal Roni.

''Iya ...''

Aku berjalan mundur dan perlahan menjauhi tubuh Roni juga para tamu lain yang sedang berjubal. Aku bergerak gesit mencari tempat rest room di gedung ini. Aku mondar-mandir tak jelas hanya untuk mencari sebuah toilet, hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang security. Lalu aku bertanya pada petugas keamaan ini dan dia memberikan petunjuk di mana letak toilet yang jaraknya memang agak jauh dari ruang resepsi.

Well, tanpa banyak berpikir aku pun langsung bergegas ke arah yang ditunjukkan oleh security tersebut. Setelah berjalan beberapa meter akhirnya aku menemukan ruangan yang aku cari.

Di ruangan ini aku berdiri di depan kaca wastafel. Aku memandangi wajahku sendiri yang nampak pucat dan tak berseri-seri. Mataku mendadak berkaca-kaca, tubuhku gemetar dan bumi seakan bergoyang-goyang seperti terjadi gempa tektonik.

Entahlah, apa yang sedang aku rasakan, aku hanya merasa geram, kesal dan sakit. Sekujur tubuhku seakan sedang dikuliti, perih dan tersiksa. Aku merapat ke sebuah tembok dan tanpa sadar memukul-mukul dindingnya dengan keras hingga kepalan tangan ini memar dan berdarah. Aku ingin menangis dan berteriak, namun aku tahan. Aku hanya bisa mengerang dengan mengepal kedua tanganku untuk menahan sesak di dada ini.

''AAAAACCCKKKHHHHHH!''

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang