Kegugupan ini terus menyelimuti perasaanku. Aku mencoba tenang dengan bersikap sewajar mungkin, namun aku tidak bisa mengendalikan rasa aneh ini hingga sesosok lak-laki tegap muncul dari balik tembok. Dia mengenakan jaket hitam dengan mulut yang tertutup masker.
''Pria!'' ujarku seketika itu menyambut kedatangannya, namun laki-laki ini tergeming. Dia hanya menatapku dengan sorot mata yang berapi-api. Untuk beberapa detik lamanya kami jadi saling terpaku.
''Gue Roni, Ben ... bukan Pria!'' tiba-tiba laki-laki di hadapanku ini mengeluarkan suara baritonnya. Suara khas milik si Bandot Garut. Sungguh, kehadirannya membuatku merasa sangat terkejut. Perawakan Roni dan Pria memang serupa baik tinggi maupun lekukan otot-otot di tubuhnya nyaris sama. Jika Roni tidak membuka masker-nya mungkin aku masih mengira dia adalah Pria. Yang membedakan Roni dan Pria hanya wajahnya. Pria memiliki wajah mulus tanpa kumis sementara Roni memilki jenggot dan kumis yang agak tebal.
''Roni ... lo ternyata!'' Tanpa ragu aku menghampiri dia, ''gue pikir lo, Pria. Kok tumben tengah malam gini lo dateng ke tempat gue. Ada apa, sih?'' ujarku sambil memukul-mukul bahu sekelnya karena aku merasa gemas dan kesal.
''Rumah gue ketiban meteor, Ben, jadi gue mau ngungsi ke tempat lo!'' jawab Roni sekenanya.
''Ngaco lo!'' timpalku.
''Hahaha ... '' Seperti biasa tawa Roni renyah seperti kaleng kerupuk.
''Ah, Dodol, kenapa ga sekalian aja lo bilang rumah lo digondol maling, Ron!''
''Emang rumah gue rumah keong bisa digondol maling!''
''Hahaha ...'' Kali ini aku yang ngakak sendiri.
''Sebenarnya, gue mau ngasih kejutan buat lo, Ben. Eh ... tak tahunya lo malah ada di luar kamar. Jadi gagal deh, gue mau ngasih surprise!''
''Ngasih surprise apaan sih, malam-malam gini, kayak gak ada hari esok aja!''
''Kalau besok udah basi, Ben ... jadi kudu sekarang!''
''Sayur asem kali ah, basi!''
''Hehehe ...'' Roni ngekek. Aku bersingut.
''Beno, emang lo gak tahu sekarang tanggal berapa?'' tanya Roni dengan nada lebih serius.
''Mmm ... kemarin tanggal 27 Juli, berarti sekarang tanggal 28 Juli ...''
''Tepat sekali!''
''Emang ada apa dengan 28 Juli, Ron?''
''Ya ampun, Ben. Lo boleh amnesia dengan kenangan-kenangan mantan lo, tapi masak lo lupa sih, sama hari ngebrojol lo sendiri, hadewhh!''
''Astagfirullahaladzim ... sekarang adalah hari ulang tahun gue, ya?!''
''Capcay, deh!'' Roni menepok jidatnya.
Yups, 28 Juli adalah tanggal lahir aku, dan jatuh pada hari ini. Aku benar-benar lupa dengan hari spesialku sendiri. Mungkin karena aku sibuk dengan memikirkan hal-hal yang lain sampai aku melupakan hari ulang tahunku. Ya Tuhan ...
''Roni, lo emang sahabat gue yang paling kece, keren dan terbaik ... pokoke the best, deh!'' Aku memegang kedua lengan Roni dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
''Udah biasa aja, gak usah lebay juga, kalee!'' sergah Roni sambil melepaskan tanganku.
''Hehehe ... '' Aku jadi nyengir.
''Udah make a wish, belum?'' tanya Roni.
''Belum ...'' Aku menggeleng.
''Ya udah buruan pejamkan mata lo terus ujarkan permintaan lo!''
Aku pun menuruti perkataan Roni, perlahan aku memejamkan kedua mataku, kemudian aku berdo'a, ''Alhamdulillah ya, Allah, Engkau telah menambahkan umur hamba hingga saat ini, hamba berharap hamba akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan cepat mendapatkan jodoh yang berbudi. Aamiin.''
''Aamiin!'' timpal Roni turut mendo'akan.
Aku jadi tersenyum simpul.
''Beno ... selamat ulang tahun ya, semoga panjang umur, murah rejeki dan sukses selalu,'' Roni menjabat tanganku dan menepuk-nepuk punggungku.
''Aamiin, terima kasih, Ron ... lo emang sobat sejati gue!''
''Sama-sama!''
Aku tersenyum, dan Roni juga.
''Oh ya, gue punya hadiah buat lo,'' Roni merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak kado kecil, lalu menyerahkannya ke tanganku.
''Apa ini?'' ujarku penasaran.
''Buka aja!'' perintah Roni dan aku mengikuti perintahnya. Aku langsung membuka kotak kado ini dan aku langsung terpana dengan isi hadiah yang diberikan Roni. Sebuah jam tangan branded super mewah berwarna silver.
''Roni ... terima kasih banyak, Bro, gue benar-benar terharu.'' Aku merangkul Roni dan memeluknya dengan sangat erat sebagai rasa terima kasihku yang begitu tulus dari dalam hatiku.
''Kadang perhatian seorang sahabat itu melebihi dari perhatian seorang kekasih,'' ungkapku perlahan-lahan di kuping Roni.
''Udah ah ... gak usah semelankolis ini, gue jijik dipeluk lo lama-lama!''
''Taek!'' Aku langsung mendorong tubuh Roni jauh-jauh dari tubuhku, ''gue juga ogah sebenarnya meluk Bandot Garut macam lo, Nying!'' imbuhku dengan penekanan.
''Hahaha... '' Roni hanya tertawa ngakak.
''Eh Ben, pakai dong arlojinya, itu gue yang milih sendiri lho, bagus 'kan?''
''Boong, ini pasti yang milihin si Ratih, udah deh, ngaku aja!''
''Kali ini gue serius, Ben, kalau arloji itu emang pilihan gue sendiri dan khusus gue berikan buat lo.''
''Oh, ya ... ''
''Iya, Ben ... dan gue harap lo suka ... sini gue bantuin makein lo jam-nya!'' Roni mengambil jam tangan itu, lalu dengan telaten dia memakaikan alat penunjuk waktu itu ke pergelangan tangan kiriku.
''Thanks, Ron ...''
''Lo makin kelihatan gagah dan ganteng memakai jam tangan ini, Ben ...''
''Entah, gue harus ngomong apa kepada lo, Ron. Kamus gue seolah kehabisan kata-kata buat melukiskan kebaikan lo!''
''Lebay!'' Roni menjitak kepalaku dengan keras.
''Anjay, sakit, Dodol!'' rintihku.
''Anggap aja itu tambahan hadiah dari gue!'' ujar Roni enteng sembari ngeloyor masuk ke kamar kostku tanpa permisi. Lalu tanpa basa-basi dia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
''Hey ... siapa suruh lo tiduran di situ, Ndot!''
''Bodoh, gue udah ngantuk gue pengen nginep di sini. Gue pengen kelonan bareng lo!''
''Najis!'' seruku sambil meraih bantal dan memukul-mukulkannya ke tubuh Roni. Dan si Bandot Garut ini hanya ngakak terpingkal-pingkal. Dasar!
Kehadiran Roni yang kocak mampu menghilangkan pikiranku terhadap Pria, aku jadi lupa apakah dia sudah balik ke kamarnya atau belum dan aku tidak memikirkannya lagi.
Beberapa menit kemudian, karena sudah terserang rasa kantuk dan juga malam telah sangat larut, akhirnya aku dan Roni tertidur pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)
Short StoryUntuk 17++ Aku yang seorang pria normal serta merta harus terjerumus dalam cinta sejenis bersama pria normal yang lainnya. Bisakah aku menghindari kenyataan ini? atau malah justru menikmatinya?