Part 42 : Club

9.3K 273 27
                                    

Malam terus merangkak merubah dunia menjadi gulita, tapi tidak untuk Jakarta. Semakin malam semakin gemerlap dan semakin gempita kehidupan kota. Para pemburu hiburan berkelana untuk memuaskan kesenangannya. Saatnya kupu-kupu malam serta kumbang jalang berkeliaran mencari mangsa. Dinginnya udara malam bukanlah sebuah penghalang bagi mereka, tapi justru menjadi semacam stimulus untuk menabur kehangatan. Dan malam pulalah bagi sebagian makhluk untuk meraih pundi-pundi Rupiah.

Aku dan Roni masih di dalam sedan yang melaju tersendat-sendat di tengah kemacetan jalanan ibu kota. Entah, sudah menghabiskan berapa jam mobil ini berkompetisi dengan mobil lain hanya untuk melintasi badan jalan yang terasa semakin sempit untuk warga kota. Suara klakson dan umpatan demi umpatan dari mulut busuk para pengendara kerap kali terlontar tanpa mempedulikan perasaan pengguna jalan yang lainnya. Benar-benar, jalanan seperti hutan rimba yang membebaskan penghuninya berteriak-teriak laksana Tarzan dan kawan-kawan. Bising, tak hanya suara kendaraan bermotornya, tapi juga bahasa sarkasme yang berhamburan tanpa penyaring dan dapat menimbulkan polusi mental.

''Aaaackkhhh ... kapan Jakarta terbebas dari macet!'' gerutu Roni sambil menggebrak-gebrak kesal setir mobilnya.

''Saat lebaran Bro, dijamin kagak macet!'' selorohku yang membuat Roni jadi terpingkal.

''Hahaha ... iya benar-benar, lo emang jenius!'' timpal Roni.

''Beno, gitu lho!'' ucapku sok sombong sembari mengangkat kerah bajuku.

''Woyy ... congkak! Lo emang jenius, tapi kadang-kadang doang, selebihnya Pekok alias Oon bin Dodol!''

''Anyinnggg!'' Aku dorong kepala Roni dengan kasar.

''Hahahaha!'' Roni jadi ngakak, aku juga.

Oke, setelah melewati berbagai belokan dan polisi tidur, akhirnya mobil sedan Roni melipir ke dalam sebuah restoran chinese food. Di sini kami makan malam dengan menu andalan kepiting telor saos Singapore. Tampilan masakannya merah menyala khas kepiting tumis dengan lelehan minyak yang bercampur dengan rempah-rempah khas Indonesia, tekstur daging kepitingnya lembut, bumbunya meresap dengan aroma yang menyeruap hidung, sehingga mampu mengugah selera dan saat dinikmati rasanya benar-benar gurih, perpaduan citarasa lokal dan negeri jirannya terjalin sangat ciamik. Mantap deh! Apalagi ditemani dengan minuman dingin rasa jeruk nipis. Uuuhh ... seger, membuat keringat bercucuran di sekujur tubuh seperti habis melakukan olah raga malam, hehehe ...

Usai makan dan ngobrol-ngobrol tampan, kami melanjutkan perjalanan kembali. Kemacetan jalanan sudah mulai berkurang. Dan kami tidak mendapatkan kendala yang berarti hingga kami tiba di gedung club malam di kawasan kuningan, Jakarta Selatan. Aku melengos ke arah jam tanganku, dan waktu sudah menunjukkan angka 23.46, hampir tengah malam.

Langsung saja, aku dan Roni menuju loket untuk membeli tiket masuk, kemudian setelah tiket tersebut di tangan kami, kami segera masuk ke ruang stadium utama. Musik hip-hop yang rancak serentak menyapa kedua kuping, ketika pintu terbuka lebar. Seorang reseptionis mengucap salam dengan senyuman lebar memamerkan gigi-giginya yang terlihat kinclong terkena lampu-lampu disko yang berwarna-warni. Beberapa langkah kemudian, seorang waiter menyambut kami dengan memberikan jamuan welcome drink sejenis cocktail. Aku dan Roni mengambil minuman itu dan meneguknya perlahan-lahan sambil berjalan menuju lounge.

Aku dan Roni mencari sebuah sofa kosong untuk kami duduki. Setelah tengok kanan dan kiri, akhirnya kami menemukan juga satu tempat duduk yang asik buat kami nonkrong sambil menikmati permainan musik para DJ yang mulai menggoyang panggung dansa.

''Badak, lo ingat gak setahun lalu saat kita berkunjung ke sini!'' ujar Roni berbisik di kupingku، karena kami tak bisa berkomunikasi seperti biasa lantaran suara musiknya yang kelewat keras.

''Ingat, dong!'' sahutku membisikan di kuping Roni.

''Apa lo ingat juga saat insiden yang membuat seisi ruangan ini terpingkal-pingkal karena ulah lo?''

''Iya ... gue ingat. Waktu itu tanpa sengaja gue menumpahkan minuman gue ke baju salah satu pengunjung laki-laki.''

''Hahaha ... dan lo mendapatkan semprotan dari cowok itu, lo dikatain kampungan, lalu para pengunjung jadi tertawa saat lo panik dan berusaha mengelap tumpahan minuman di badan cowok itu. Bukannya lo mengelap baju yang basah, tapi lo malah mengelus-elus kontolnya karena saking gemetarannya tubuh lo ... hahaha, sumpah itu kocak!''

''Hahaha ... iya, gue tidak bisa membayangkan bagaimana wajah amarah bercampur malu dari laki-laki itu ... mungkin dia sangat membenci gue. Padahal gue sudah memohon maaf dan berusaha menyalami tangannya, tapi dia malah menepis tangan gue dan lari ke dalam toilet.''

''Terus lo mengejar dia, tapi lo berhenti ketika bertabrakan dengan seorang laki-laki muda ... Lo tidak memperhatikan laki-laki muda itu karena lo fokus mengejar orang yang lo tumpahin minuman seperti mengejar perempuan cantik ...''

''Hahaha ... anying, lo masih hapal skenarionya, Ndot!'' Aku menampol bahu Roni dengan kuat.

Roni hanya cekikakan saja. Lalu tak seberapa lama, tiba-tiba dia menghentikan tawanya.

''Tunggu ...'' ujarnya dengan jidat yang mengkerut seolah sedang mengingat atau memikirkan sesuatu.

''Ada apa?'' tanyaku heran.

''Jika tidak salah ingat, sepertinya laki-laki muda itu adalah Pria ...''

''Pria? Maksud lo Pria tetangga gue?''

''Iya ...'' Roni mengangguk lesu.

''Hahaha ... itu cuma perasaan lo aja kali, Ndot!''

''Iya, tapi jika dugaan gue benar, lo kudu hati-hati dengan Pria, Dak!''

''Emang kenapa?''

''Entahlah, tiba-tiba saja gue merasakan ada firasat yang buruk.''

''Ah lo, jangan nakut-nakutin gue dong, Ndot!''

''Tapi sudahlah, tak perlu lo risaukan ucapan gue, yang penting sekarang kita nikmatin malam ini, Ayo!''

Roni bangkit dari tempat duduknya dan menarik tanganku. Lalu kami bergerak ke lantai dugem untuk berjingkrak-jingkrak mengikuti hentakan musik yang memancing tubuh bergoyang-goyang. Let's dance together!

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang