Part 11 : Baju

14.8K 379 6
                                    


Undangan pernikahan Miranda bagiku, laksana air garam yang menyiram luka yang belum mengering. Rasanya perih sekali. Setiap sendi seolah ada tusukan belati yang menyayat pedih hingga ke dasar hati. Di dada ini, seakan ada tekanan beban yang sangat menyesakan. Sungguh, bayang-bayang wanita itu masih saja menyelimuti gerak langkahku dan bermain-main curang dalam benakku. Meskipun aku sudah mencoba memusnahkan semua itu, kenangannya tetap nakal menghantui pikiranku.

''Tok ... Tok ... Tok!''

Aku tersentak dari lamunan ketika mendengar suara ketukan pintu kamarku, malam ini.

''Masuk!'' seruku, dan tak seberapa lama pintunya terbuka. Dan dari balik pintu tersebut muncullah sesosok pemuda tampan tetanggaku.

 Dan dari balik pintu tersebut muncullah sesosok pemuda tampan tetanggaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Pria,'' ujarku kaget sembari bergegas bangkit dari tempat tidurku.

''Sorry, apa aku mengganggumu?'' kata Pria datar.

''Ehhh ... tidak!'' jawabku sedikit gugup, ''ada apa?'' lanjutku.

''Aku cuma mau mengucapkan terima kasih, karena kemarin malam kamu sudah menolongku,'' terang Pria pelan.

''Ohh ...'' Aku mengangguk, ''okay, sama-sama!'' imbuhku.

''Aku tidak tahu, apa jadinya aku kalau tidak ada kamu,'' ujar Pria lebih jelas.

''Tidak usah berlebihan, gue cuma melakukan sesuatu yang biasa aja. Dan itu, gue lakukan karena lo adalah tetangga gue.''
Pria tersenyum tipis, mata sipitnya memandangku dengan tatapan yang sedikit berseri-seri. Lalu ...

''Oh ya, aku juga mau mengembalikan pakaianmu yang tertinggal di kamarku,'' kata Pria sambil menyerahkan pakaianku yang sudah terlipat rapi dan wangi ke tanganku. Aku jadi ternganga saat menerima pakaian ini.

''Jangan khawatir, aku sudah me-laundry pakaianmu. Sekali lagi, aku minta maaf karena kemarin sudah mengotori pakaianmu dan juga merepotkanmu,'' ujar Pria menjelaskan panjang lebar.

''It's okay!'' timpalku, ''Lo tidak perlu sungkan!'' imbuhku.

Pria hanya tersenyum, senyumannya nampak tulus. Wajahnya terlihat segar dan tatapan matanya lebih bersinar penuh isi.

''Ada lagi yang ingin lo sampaikan?'' tanyaku.

''Jika tidak keberatan, aku ingin mengajakmu ngopi bareng.''

''Ngopi, di mana?''

''Di cafe, sambil ngobrol.''

''Oh ...''

''Tenang saja, aku tidak akan mentraktirmu jika kamu keberatan untuk aku bayari tagihanmu.''

''Hehehe ...'' Aku jadi tersenyum kaku.

''Bagaimana? Apa kamu menerima tawaranku?''

''Mmm ... baiklah, gue ... eh ... aku ...''

''Tidak perlu canggung, jika kamu tidak terbiasa menggunakan kata aku dan kamu, tidak masalah bila kau menggunakan lo dan gue!''

''Hehehe ...'' Aku jadi tersenyum lagi, ''baiklah gue terima tawaran lo!'' tambahku.

''Kalau begitu aku tunggu kamu di luar, Beno!''

''Okay!''

Pria membalikkan tubuhnya, kemudian dengan ringan kakinya bergerak keluar dari kamarku. Sementara aku sendiri masih terbengong menatap punggungnya yang terlihat lebar. Tubuh Pria memang nampak gagah. Cara jalannya juga tegap seperti seorang tentara. Hmmm ... mengapa aku mendadak memuji-muji tubuh seorang laki-laki. Aneh! Jangan-jangan aku sudah tidak normal lagi. Alamak, pikiran macam apa ini? Huh!

Well,

Tanpa banyak berpikir lagi, aku pun langsung mengganti pakaianku dan berdandan alakadarnya, semprot sana semprot sini biar wangi. Rambut ditata sedemikian rupa dengan gel sehingga aku lebih nampak stylish. Aku tidak mau kalah dalam berpenampilan dengan si Pria. Aku harus terlihat modis dan berkelas, hehehe ... minimal sebanding dengan cowok tampan itu.

Dan yang pasti dan yang lebih penting lagi, aku yang galau karena undangan pernikahan dari sang mantan memang membutuhkan refreshing. Aku harus bersenang-senang untuk dapat menghilangkan kegalauanku. Aku berharap jalan bersama Pria dapat melupakan soal undangan pernikahan Miranda. Semoga!

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang