Part 37 : Bimbang

9.7K 304 24
                                    

Morning erection itu yang menyebabkan kegugupan di antara aku dan Roni. Sebenarnya sesuatu yang lumrah dan wajar bagi setiap laki-laki, bila mendapati penis berdiri di pagi hari. Karena laki-laki yang sehat akan mengalami ketegangan pada alat vitalnya saat menyambut awal hari. Justru dikatakan tidak normal apabila ketika bangun pagi si otong tak mau mengeras. Bisa jadi mengalami disfungsi ereksi, karena tak bisa ngaceng. Ini baru gawat darurat dan perlu pijit urat pada ahlinya otong marotong, siapa lagi kalau bukan Mbah Erot si Ratu dunia Perkontolan.

Lalu, kenapa aku dan Roni menjadi risih saat kontol kami sama-sama ereksi? Harusnya kami tidak perlu sungkan karena semua ini kejadian yang biasa-biasa saja. Kecuali ada sesuatu yang kami sembunyikan dan kami rahasiakan. Apakah mungkin Roni merahasiakan sesuatu dariku? Atau aku sendiri yang berusaha menjaga image-ku? Ya ... aku memang masih menutupi jatidiriku sekarang yang sebenarnya telah jatuh ke lembah dunia pelangi. Dan aku tidak mau Roni mengetahuinya. Aku tidak ingin Roni berubah sikap terhadapku bila seandainya dia tahu aku yang sesungguhnya.

Huft ... aku benar-benar takut akan kehilangan sahabat semacam dia. Dan aku akan selalu menyembunyikan identitas orientasi seksualku yang kini telah menyimpang. Pokoknya Roni tidak boleh tahu. Titik!

''Kamu baru pulang?'' tegur seseorang saat aku hendak membuka pintu kamar kost-ku. Aku paham betul itu suara Pria. Dia sudah berdiri di depan kamarnya dan kini berjalan menghampiriku.

''Iya,'' jawabku tanpa menoreh ke arahnya.

''Dari mana?'' tanya Pria mengintrogasi.

Aku tidak langsung menjawab. Aku perlahan mendongak ke wajah Pria. Dan aku melihat wajah Pria mencerminkan rasa takut, cemas dan juga pucat.

''Semalam aku mencarimu ... '' ujar Pria lagi, ''mengapa kau tidak mengaktifkan ponselmu?'' lanjutnya.

''Sorry Pria, handphone-ku lowbatt, dan aku lupa me-recharge-nya,'' kataku.

''Aku mencemaskanmu, dan aku menunggumu ...'' Pria mulai menampakan wajah sendunya dengan mata yang berkaca-kaca.

''Maafkan aku Pria, karena sudah membuatmu merasa cemas.'' Aku mengusap pipi Pria dan memperhatikan seluruh wajah Pria. Aku jadi terkejut saat mataku melihat ada luka lebam di pelipis dan pinggiran bibir Pria.

''Pria ... wajahmu kenapa?'' tanyaku, namun Pria tak menjawab dia malah merunduk dan memalingkan mukanya. Dia berusaha menyembunyikan luka-lukanya.

''Pria ... kenapa kamu terluka seperti ini? Kamu habis berantem? Dengan siapa?'' Aku mengangkat wajah Pria dan memperhatikan baik-baik wajahnya yang penuh lebam seperti habis dipukul.

''Katakan Pria siapa yang memukulimu?'' ujarku memaksa Pria untuk membuka suaranya.

''Semalam saat aku menjenguk Ibu, aku bertemu dengan Kak Hendra. Dia membawaku ke sebuah kamar, dia bilang istrinya lagi hamil besar, sehingga tidak bisa melayaninya. Dia lagi sangek, dia ingin melampiaskan hasratnya bersamaku. Aku menolak, tapi dia memaksaku. Aku berontak lalu ... dia memukulku,'' terang Pria dengan deraian air mata yang mengalir deras seperti rinai air hujan.

''Pria ... '' Aku menghapus air matanya dan memeluknya dengan sangat erat, laki-laki tampan ini pun menangis tersedu-sedu dalam pelukanku.

Kemudian aku membawa masuk ke dalam kamarku. Aku mendudukan dia di tepi kasur. Aku segera mengambil betadine dan kapas, lalu mengobati luka-luka di pelipis dan tepian bibir Pria.

''Mengapa Kakakmu berubah jahat seperti itu kepadamu, Pria?'' ujarku sambil mengoleskan betadie di pelipis Pria.

''Entahlah, aku tidak tahu!'' jawab Pria pelan.

''Kau tidak melawannya?''

''Jika aku melawan, nasibku lebih buruk, Ben. Karena ada Ayah di sana. Dan pasti Ayah akan membela Kakakku ...''

''Kasihan kamu Pria, casing-mu doang yang nampak tegar dan kuat tapi sebenarnya kamu rapuh dan lemah!''

''Iya, aku memang payah ...''

''Sudahlah, kamu tidak perlu memikirkannya lagi. Yang penting luka-lukamu sudah diobati!''

''Luka ini tak seberapa sakitnya, Beno, karena luka yang sebenar-benarnya sakit ada di sini, di hatiku ...'' Pria menepuk-nepuk dada kirinya.

''Iya, aku mengerti, Pria!''

Aku dan Pria terdiam sejenak. Aku fokus mengobati luka di pinggiran bibir Pria yang nampak membengkak.

''Beno ...'' ujar Pria setelah aku sudah selesai mengobatinya.

''Mmm ...'' gumanku.

''Kau belum menjawab pertanyaanku dari tadi.'' Kata Pria.

''Pertanyaan yang mana?''

''Sebenarnya kamu dari mana, hingga kamu pulang sampai sepagi ini?''

''Aku dari rumah teman, Pria!''

''Roni?''

''Iya ...''

''Sudah kuduga!''

''Kenapa?''

''Kau menginap di sana, apa kau tidur berdua dengan dia?''

''Pria, pertanyaan macam apa ini!'' tukasku dengan nada suara yang meninggi.

''Apa kau ...''

''Pria ... kamu jangan berpikir macam-macam, Roni itu habis kecelakaan. Dia membutuhkan pertolonganku sebagai sahabatnya!''

''Maafkan aku Ben, aku memang berpikir berlebihan!''

''Iya, harusnya kamu tidak memiliki pemikiran yang negatif!''

''Sorry Ben, aku bersikap begini karena aku memang cemburu,'' Pria serentak memelukku dari belakang, ''aku cemburu karena aku sayang sama kamu, Ben. Aku tidak mau kehilangan kamu!'' imbuhnya yang membuatku jadi tercengang dan tak dapat berkata-kata lagi.

Pelukan Pria kali ini benar-benar seperti lem perekat yang saling menempelkan dan tidak ingin terpisahkan. Dan aku semakin bingung dalam menentukan sikap dan pilihan.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang