Part 12 : Cafe

13.6K 377 9
                                    

Aku dan Pria pergi ke sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari tempat kost-an. Kami berdua pergi menggunakan motor milik Pria dengan berboncengan. Setelah berjalan sekitar 15 menit, kami pun tiba di pelataran cafe tersebut. Pria memarkirkan motornya di halaman parkir, sementara aku bergerak masuk ke ruang cafe untuk mencari tempat duduk yang masih kosong.

''Selamat malam, Pak!'' sapa seorang pelayan laki-laki menyambut kehadiranku.

''Malam!'' sahutku singkat.

''Untuk berapa orang, Pak?'' tanya pelayan laki-laki berwajah bulat itu.

''Berdua!'' jawabku.

''Mau yang smoking area atau no smoking area?'' tanya pelayan laki-laki berkumis agak tebal ini lagi.

''Mmm ... smoking area, aja!'' celetuk Pria yang muncul tiba-tiba dari belakangku. Dia berkata lebih cepat sebelum aku menjawab.

''Baiklah, mari ikuti saya!'' ujar sang pelayan ini sigap. Lalu dia membawa kami ke tempat duduk yang belum terisi oleh pelanggan.

''Silahkan!'' kata si pelayan laki-laki bertubuh ramping ini sembari menarik satu kursi dan meminta kami untuk mendudukinya.

''Terima kasih!'' ujar Pria sembari duduk di kursi tersebut, sementara aku duduk tepat di hadapan Pria.

''Silahkan, mau pesan apa? Ini buku menunya!'' kata Pelayan laki-laki ini sembari meletakan satu buku daftar menu ke hadapan kami.

Mataku dan mata Pria langsung fokus pada buku daftar menu tersebut, lalu tanpa berpikir lama kami langsung menyebut sebuah menu, ''Frapucino ice blend!'' secara kompak.

Mataku dan mata Pria langsung fokus pada buku daftar menu tersebut, lalu tanpa berpikir lama kami langsung menyebut sebuah menu, ''Frapucino ice blend!'' secara kompak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Jadi, Frapucino ice blend-nya dua, Pak?'' ujar si pelayan itu kurang yakin.

''Yups!'' timpalku dan timpal Pria bersamaan lagi. Dan menyadari hal ini aku dan dia jadi saling berpandangan dan saling melempar senyuman simpul.

''Ada pesanan yang lain lagi?'' tanya Pelayan laki-laki berambut ikal itu lagi.

''Mmm ... untuk sementara itu dulu, Mas!'' kata Pria.

''Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu,'' sahut Si pelayan itu sembari membungkukkan badannya, lalu dia membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat menjauhi meja kami.

''Tak kusangka ternyata selera kita sama ya, Ben?'' ungkap Pria sesaat setelah pelayan laki-laki itu menjauh.

''Hehehe ... iya,'' balasku.

''Kamu merokok?'' Pria merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebungkus rokok mild berserta korek api-nya.

''Kadang!'' jawabku.

''Ambillah!'' perintah Pria sambil membuka bungkus rokok tersebut dan mengeluarkan satu batang rokok. Kemudian batang rokok itu di selipkan di antara kedua bibirnya sembari menyulut ujung dari batang rokok itu dengan korek api.

''Terima kasih, Pria!'' kataku seraya meraih satu batang rokok dan melakukan hal yang sama dengan Pria. Kami berdua sejenak menikmati asap rokok ini.

''Kamu sudah lama tinggal di daerah sini, Ben?'' tanya Pria sambil menghempaskan asap rokoknya.

''Lumayan, hampir 3 tahunan,'' jawabku.

''Wah ... lama juga, ya.'' Timpal Pria.

''Iya ...'' Aku mengangguk pelan.

''Betah?'' Mata Pria menatapku dengan tatapan dalam.

''Betah tidak betah dibetahin aja, Pri!'' jawabku.

''Kamu merantau?'' tanya Pria lagi.

''Iya ...''

''Orang tuamu?''

''Ada di kampung.''

''Masih hidup?''

''Alhamdulillah, masih lengkap ...''

Pria nampak tersenyum getir sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

''Bagaimana dengan lo sendiri, Pria? Apa lo masih punya orang tua juga?'' tanyaku.

Pria tidak langsung menjawab, dia menghempaskan asap rokoknya jauh-jauh sebelum bibir mungilnya berguman.

''Sejak kecil ... orang tuaku berpisah, Ben.'' Suara Pria mendadak jadi terdengar serak.

''Oh ya?'' Aku jadi sedikit membungkukkan tubuhku dan memasang wajah serius untuk mendengarkan perkataan Pria.

''Iya ... Ayah dan Ibuku bercerai. Kemudian Ibuku menikah lagi dengan seorang duda pengusaha kaya beranak satu dan aku tinggal bersama mereka ...'' terang Pria.

''Bagaimana dengan ayah lo?'' ujarku.

''Sampai saat ini aku tidak tahu keberadaan ayah kandungku, sejak orang tuaku berpisah aku tidak pernah bertemu dengannya lagi ...''

''Apa lo tidak berusaha mencarinya?''

''Pernah, tapi aku kehilangan jejaknya, Ben.''

''Tapi, lo tidak membencinya, 'kan, Pri?''

''Tentu saja tidak, aku justru sangat merindukannya. Walaupun dia tidak pernah membiayai kehidupanku ...''

''Bagaimana dengan ayah tiri lo, Pri? Apakah dia menyayangi lo?''

''Sebaik-baiknya ayah tiri, dia tetap ayah tiri. Dia pasti lebih menyayangi anak-anak kandungnya daripada aku ...''

''Apa dia pernah melukai lo?''

''Sering ...'' ujar Pria dengan mata berkaca-kaca.

''Sorry Pria, gue tidak bermaksud mengorek kehidupan lo ...''

''Tidak apa-apa,'' Pria merunduk lalu tanpa sadar dia menitikan butiran air matanya, namun dengan sigap dia segera menyeka air matanya tersebut.

Aku jadi terdiam, aku tidak tahu harus berkata apalagi. Melihat sikap Pria seperti ini aku jadi merasa terenyuh dan ikut merasakan kesedihannya. Aku dan Pria jadi membisu dan larut dalam alam pikiran kami masing-masing.

''Permisi, Frapucino ice blend-nya, Pak!'' Suara pelayan laki-laki tadi melumerkan kebekuan suasana.

''Oh iya ... terima kasih!'' sahutku dan sahut Pria hampir bersamaan. Lalu si pelayan berparas cukup ganteng ini menaruh minuman kopi dingin itu di atas meja.

''Silakan! Selamat menikmati minumannya!'' kata Pelayan itu dengan senyuman yang manis.

''Thanks!'' timpalku, kemudian sang pelayan itu berlalu dari hadapan kami.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang