Part 33 : Panggilan

9.3K 280 31
                                    

Setelah memakan perjalanan kurang lebih sekitar 1 jam 30 menit, aku dan Pria akhirnya tiba di depan kost-an. Wajah lelah sekaligus ceria tersemat di muka kami. Namun keceriaan ini mendadak sirna tatkala kami mendapati seorang perempuan muda yang berdiri termangu tepat di depan kamar Pria. Perempuan berambut lurus panjang sepinggang dengan poni rapi di atas alisnya itu tersenyum tipis menyambut kedatangan kami. Matanya yang bulat dengan bulu mata yang lentik itu menyorot fokus ke arah Pria. Dan Pria nampak tercengang menatap keberadaan perempuan cantik berhidung mungil serta memiliki dagu yang lancip itu.

''Indri, kaukah itu?'' ucap Pria berjalan menghampiri perempuan berkulit kuning langsat tersebut, ''mau apa kamu datang kemari? Dan bagaimana kamu tahu aku tinggal di sini?'' lanjutnya saat pas di hadapan perempuan itu.

''Tidak penting aku tahu dari siapa Kakak tinggal di kost-an ini, aku cuma datang ke sini untuk menjemput Kak Pria ...'' balas perempuan berginju merah jambu itu.

''Menjemputku, buat apa?'' tukas Pria dengan nada agak kesal.

Perempuan itu tak segera menjawab, matanya yang indah seperti bola kelereng itu melirik ke arahku. Dia masih enggan bersuara, karena melihatku berada di antara mereka. Sepertinya apa yang hendak dia bicarakan sesuatu hal yang serius dan sangat rahasia, entahlah!

''Oh ya Indri, dia adalah Beno. Dia tetangga sekaligus teman dekat Kakak!'' ucap Pria memperkenalkan aku pada perempuan itu.

''Beno ... ini adik tiriku, Indri namanya!'' sambung Pria.

Aku dan Perempuan itu saling berpandangan dan saling melempar satu senyuman.

''Aku dan Beno saling terbuka, dan tidak ada satu pun yang perlu disembunyikan. Jadi, kau tidak perlu khawatir, Indri!'' kata Pria lagi.

''Tidak apa-apa, jika ada hal penting yang ingin kalian bicarakan. Sebaiknya aku pergi dulu. Permisi!'' tukasku sambil sedikit merundukkan tubuhku dan hendak pergi.

''Beno ... kau adalah sahabatku, jadi kau juga tak perlu sungkan!'' cegah Pria dan dia melarangku untuk masuk ke kamarku. Aku jadi berdiri terpaku. Suasana mendadak kaku seperti kanebo kering.

''Oke ... apa yang akan aku sampaikan bukanlah suatu rahasia penting kok, aku hanya ingin memberitahukan pada Kak Pria bahwa Ibu sedang jatuh sakit. Beliau sangat merindukan Kak Pria, Beliau ingin bertemu dengan Kak Pria, aku ditugaskan membujuk dan mengajak Kak Pria untuk pulang lalu menjenguk Ibu'' kata Indri mencairkan suasana.

Aku dan Pria jadi saling berpandangan. Saat itu mata Pria seolah berkata bahwa dia ingin mengetahui pendapatku tentang ajakan Indri, adiknya tersebut.

''Pergilah Pria, ikuti kata adikmu dan jenguklah Ibumu!'' ujarku sambil mengusap-usap bahu Pria. Pria hanya menganggukan kepala.

''Terima kasih, Kak Beno, karena sudah membantuku membujuk Kak Pria,'' kata Indri.

''Iya Indri, sama-sama!'' balasku.

Sejurus kemudian kakak beradik itu beruntutan melangkah dan pergi menggunakan mobil yang sedari tadi terparkir di seberang jalan. Mereka berlalu dari pandanganku yang berdiri terpana menatap kepergian mereka.

Aku menghela nafas dalam setelah bayangan mobil itu hilang dari pandangan mataku, lalu aku masuk ke kamar kost-ku tanpa pikiran apa pun yang mengganjal. Aku hanya merasa lelah dan ingin segera beristirahat.

Namun, baru beberapa menit aku merebahkan tubuhku di empuknya kasur, tiba-tiba nada dering ponselku berbunyi nyaring. Ada sebuah panggilan suara. Dan pada saat aku menengok ke layar handphone tertulis nyata bahwa nama kontak Ratih sedang memanggil ...

Aku lngsung mengangkat panggilan tersebut, ''Hallo!'' sapaku.

''Hallo, Bang Beno!'' sahut Ratih dari pesawat teleponnya, ''Lo ada di mana Bang?'' lanjutnya.

''Ada di kost, kenapa?''

''Bang ... lo bisa datang ke apartemennya Bang Roni gak, sekarang?''

''Emang ada apa, Rat?''

''Bang Roni kecelakaan!''

''Hah, apa? Innalillah!'' Aku membelalakan mataku karena merasa sangat terkejut.

''Masih hidup Bang, dia cuma luka-luka ringan aja kok, tapi dia masih nampak shock gituh, sih ...''

''Kok bisa sih, gimana ceritanya ...''

''Mendingan Abang ke sini aja deh, temenin Bang Roni, bantuin nenangin dia!''

''Ya, udah ... gue ke sana!''

''Oke Bang Ben, kami tunggu, ya!''

''Iya ...''

''Thanks, beforehand!''

''Emm ...''

Tut ... Tut ... Panggilan suara berakhir.

Dan tanpa ba, bi, bu, aku pun segera melenggang ke apartemen Roni. Cuzzz!

 Cuzzz!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang