Part 35 : Mengelap

9.8K 293 15
                                    


''Beno ... '' Tiba-tiba Roni mengeluarkan suara baritonnya.

''Iya ...'' ujarku tergugah dari lamunan.

''Badan gue terasa gerah, pengen mandi, tapi luka-luka gue gak boleh terkena air. Gimana, ya?'' ucap Roni lagi.

''Dilap aja pakai air hangat, Ron!'' usulku.

''Tapi siapa yang mau bantuin ngelap tubuh gue, orang tua dan saudara gue 'kan tidak tinggal serumah sama gue, terus gue juga kagak punya pacar ... oh, sedihnya nasib gue!'' gerutu Roni sok memelas.

'''Kan ada gue?'' celetukku tanpa aku sadari.

''Hehehe ... ''

''Kok, ketawa?''

''Sebenarnya ... itu jawaban yang gue tunggu dari mulut lo, Ben!'' timpal Roni dengan cengiran kuda.

''Dasar! Bilang aja lo minta dilap sama gue, hufft!''

''Hehehe ... please!'' Roni merapatkan kedua telapak tangannya dengan formasi seperti orang memohon, tak lupa dia juga memasang wajah yang super memelas habis.

''Baiklah, gue akan menyiapkan air hangat dan lapnya dulu!'' Aku bangkit dari dudukan di tepi ranjang.

Roni hanya melirikku dengan merubah mimik wajah menjadi lebih sumringah.

Aku berjalan menuju ke ruang dapur, lalu aku mengambil baskom dan mengisinya dengan air panas yang kutuang dari dispenser, lantas aku mencampur dengan air dingin hingga tercipta suhu air hangat sesuai yang aku harapkan. Kemudian dengan gesit aku menyambar handtowel kering yang tergantung di kapstock. Selanjutnya aku membawa baskom serta handuk ini ke dalam kamar Roni.

''Air hangatnya sudah siap, Ron!'' Aku meletakan baskom di atas meja yang dekat dengan ranjang Roni.

''Terima kasih, Ben!'' ujar Roni.

''Mmm ...''

Aku menyelupkan handuknya ke dalam air yang ada di baskom, lalu aku angkat kembali dan perlahan memerasnya sebelum aku memulai mengusapkan handuk ini ke tubuh Roni.

''Badanmu terasa panas, Ron!'' ujarku ketika tanganku mulai menyentuh tubuh Roni.

''Iya, mungkin ini efek dari luka-luka,'' sahut Roni.

''Apa lo sudah meminum obatnya?'' Aku mengusapkan handuk basah ke permukaan dada bidang Roni dengan pelan dan hati-hati.

''Sudah ... tadi minum obat anti demam dan antibiotik yang diberikan dokter!'' jawab Roni.

''Kapan?'' tanyaku sembari mengelap lengan-lengan Roni yang kekar dan juga kedua ketiaknya yang rimbun dengan rambut-rambut halus.

''Tadi sore ...'' jawab Roni.

''Jika lo merasa demam sebaiknya lo meminum obatnya kembali!'' Aku mulai mengelap bagian perut kotak-kotak Roni. Ada rambut-rambut halus di sana yang tumbuh menyambung dan semakin menebal di bagian pubisnya. Saat aku mengelap di bagian itu, Roni nampak terdiam dan tersipu.

''Iya, nanti gue minum lagi obatnya,'' kata Roni.

''Harus, biar lo cepet sembuh!''

''Iya, Pak Mantri!'' timpal Roni.

''Hahaha ... sue, dipanggil Mantri!'' Aku mencubit pinggang Roni hingga dia menggeliat kegelian.

''Hahaha ...'' Tawa Roni terdengar renyah.

''Gue rela deh, sakit terus bila perawat dan mantrinya, lo,'' sambungnya.

''PLAAKK!'' Aku menabok pahanya.

''Aduh! Sakit, Ben!'' seru Roni meringis.

''Lagian lo bego amat sih. Gue yang kagak mau jadi perawatnya, Dodol!''

''Hahaha ... '' Roni kembali terpingkal-pingkal.

''Hmmm ... '' Roni mengelus-elus lututnya, mungkin dia merasakan nyeri.

Aku menatap wajah Roni yang kelihatan memerah seperti udang rebus. Entah kenapa, apakah karena suhu tubuhnya yang tinggi, atau karena malu? Aku tidak tahu, pasti. Roni kembali memejamkan matanya ketika tanganku mulai mengelap kedua pahanya. Saat itu mataku refleks ke area selangkangan Roni yang hanya mengenakan celana kolor pendek yang longgar. Ada sesuatu yang bergerak-gerak seperti makhluk hidup yang mengembang dan membentuk tonjolan besar. Aneh, apa mungkin Roni terangsang saat aku mengusap-usap kedua pahanya. Bisa jadi, stimulasi yang aku lakukan membangunkan angry bird-nya di dalam sangkar.

Ah sudahlah, aku tidak memikirkan hal yang bermacam-macam. Bagiku itu hal yang lumrah, karena aku juga tidak bisa mengontrol gerakan ereksi dedek kecilku saat tangan Pria mengelus-elus pahaku.

Duh, mengapa aku jadi mengingat Pria, ya? Apalagi melihat postur tubuh Roni yang notabene serupa dan sebanding dengan tubuh Pria. Sama-sama berotot, sama-sama bentukan gym dan sama-sama putih. Bedanya Roni memiliki bulu-bulu halus hampir di sekujur tubuhnya sementara Pria lebih mulus dan kinclong seperti porselen.

''Beno ...'' ujar Roni saat aku sudah selesai mengelap semua permukaan kulit tubuhnya, ''gue merasa enakan sekarang ... lo emang perawat gue yang hebat!'' imbuhnya.

''Hmmm ... jangan lebay!''

''Gue gak lebay, Ben. Gue serius, sumpah!''

''Ya, udah kalau lo merasa enakan mendingan lo segera istirahat aja, ini udah malam, gue mau pulang!''

''Iya Ben, terima kasih banyak, ya! Gue tidak tahu harus ngomong apa, Kamus gue kehabisan kata-kata buat menggambarkan kebaikan lo!''

''Anying! Itu bahasa gue, Nying!''

''Hahaha ... '' Roni tertawa, aku juga.

Setetes Madu Pria (SMP Babak 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang