My Bad Prince | Chap 22 - A Letter

22.3K 1.4K 32
                                    

Keesokan harinya.

"Boss, ini ada surat untukmu," ucap Kenneth ketika Liam baru saja sampai di penthouse. Tadi dia sempat bersenang-senang bersama kawan-kawannya, minus James karena dia sedang sibuk mengurusi Brianca yang sedang hamil anak kedua mereka.

Liam tidak sangka kalau sekarang sahabatnya itu bisa menjadi seorang ayah yang siaga kapan pun dibutuhkan. Pasalnya, Liam sempat berpikir jika James tidak akan pernah menjadi suami yang baik untuk Brianca, mengingat apa saja yang pernah dilakukan oleh James dulu.

Oh sial ... kenapa dia jadi memikirkan James dan istrinya?

Liam mengambil surat pemberian Kenneth. "Dari siapa?" tanya Liam sembari memperhatikan surat tersebut. Aneh ... biasanya orang menggunakan amplop berwarna putih, tapi kali ini dia malah menerima surat dengan amplop berwarna merah.

"Aku juga tidak tahu, Boss. Surat itu sudah berada di bawah pintu masuk saat aku datang. Awalnya kupikir itu sampah, sampai aku melihat ada namamu tertera di bagian depan."

Liam memperhatikan bagian depan surat tersebut dan benar, surat itu tertuju untuknya. Liam mengambil posisi duduk dan membukanya.

Liam menggenggam surat tadi dengan sangat kencang ketika ia sudah selesai membaca isi dari kertas itu. Walaupun kini dia sedang dalam pengaruh alkohol, tapi dia masih cukup sadar untuk mengerti maksud dari deretan kalimat ini,

"Kenneth! Check CCTV dan lihat siapa yang telah mengirim surat ini!" perintah Liam.

"Baik, Boss!" ucap Kenneth. Lalu ia segera meninggalkan Liam untuk menjalankan perintah yang sudah diberikan oleh atasannya tersebut.

Tidak lama berselang, Kenneth kembali menghadap Liam. "Boss, orang tersebut menutupi wajahnya dengan topi hitam sehingga sulit diidentifikasi, tapi dia adalah seorang pria," jelas Kenneth setelah melihat hasil rekaman CCTV.

"Periksa semua CCTV di luar ruangan ini, termasuk lobi dan juga parkiran!" perintah Liam kembali.

"Baik, Boss!" jawab Kenneth dan segera kembali menjalani perintah yang diberikan.

Liam mengambil handphone-nya dan mengubungi James. "James, aku ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu yang penting yang ingin aku bicarakan."

***

Liam sedang mengendarai mobil menuju kediaman James. Awalnya James menolak untuk bertemu dengan Liam, tapi untunglah Liam memiliki jurus yang handal sehingga pada akhirnya James setuju.

"Shit! Jika saja bukan karena Brianca yang membujukku untuk menerima kehadiranmu saat ini, mungkin aku sudah menyuruh orang-orangku untuk mengunci semua pintu yang ada di rumah ini dengan sangat rapat," protes James ketika Liam baru saja menginjakkan kakinya di ruangan kerja James.

"Apa kau tidak pernah diajarkan cara menerima tamu dengan baik, James?" keluh Liam karena James terlihat sangat terpaksa menerima kedatangannya.

"Well, langsung saja. Apa yang ingin kau bicarakan, Liam?"

"Aku baru saja menerima surat dari orang berinisial W," ucap Liam sembari mengambil posisi duduk di hadapan James.

James menaikkan sebelah alisnya. "Lalu?"

"Isi surat tersebut adalah sebuah ancaman."

"Ancaman?"

Liam mengeluarkan sebuah surat dari balik jas dan memberikannya pada James. James langsung membaca isinya.

"Wilco?" ucap James ketika ia telah selesai membaca isi surat tersebut.

"Aku juga berpikiran sama. Sepertinya dia sudah mengetahui jika anak buahku sedang menyelidiki tentangnya. Aku jadi ingin tahu apa yang sebenarnya sedang ia rencanakan sehingga ia tidak ingin aku ikut campur," balas Liam.

"Jadi, apa yang ingin kaulakukan?"

"Aku ingin mencari tahu lebih dalam lagi siapa dia sebenarnya."

"Kau serius?"

"Tentu, tapi, aku harus meminjam anak buahmu."

"Anak buahku?"

"Ya. Aku tahu, anak buahmu lebih bisa diandalkan daripada bawahanku. Secara hidupmu, kan, jauh lebih banyak masalah dibanding hidupku, jadi mereka semua sudah pasti sangat terlatih, bukan?"

"Sial! Apa kau tidak sadar jika perkataanmu baru saja mengejekku secara tidak langsung, heh?"

"Tenanglah, James ... kenapa kau jadi mudah emosian begini, sih? Padahal dulu kau terlihat sangat menyayangiku."

James mendesis mendengar penuturan Liam dan akhirnya berkata, "Fine! Tapi sebelum itu, aku ingin mengetahui apa tujuanmu melakukan semua ini? Kenapa kau sangat ingin tahu tentang dia? Bukannya mereka tidak mengusik hidupmu?"

"Mereka memang tidak mengusik hidupku. Hanya saja, entah kenapa aku merasa jika Cassey adalah target dari Wilco."

"Oh, Liam! Kau bahkan baru mengenal gadis itu. Untuk apa kau repot-repot mengurusi perempuan yang bahkan bukan siapa-siapamu?!"

"James, kau tidak mengerti!"

"Apa yang tidak aku mengerti, Liam? Apa jangan-jangan benar dugaanku jika kau sudah mulai tertarik dengan gadis itu?"

"Aku tidak tertarik dengannya!" bantah Liam.

"Lalu?"

"Aku hanya tidak ingin apa yang terjadi pada Michelle, terulang lagi pada gadis lain."

"Maksudmu?"

"James, aku masih belum bisa memastikan jika pria yang bersama dengan Cassey waktu itu adalah Demon atau bukan. Bagaimana jika dia ternyata adalah Demon dan lelaki berengsek itu masih hidup?"

"Aku tidak bisa membayangkan jika Cassey akan mengalami hal yang sama seperti dengan apa yang dialami adikku!" sambung Liam.

"Maksudmu kejadian wak--"

"Ya. Kejadian waktu itu. Kejadian di mana Michelle diperkosa oleh Demon dengan keji," ucap Liam. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.

"Aku mengerti. Mulai besok, aku akan mengerahkan semua anak buahku untuk mencari tahu mengenai Wilco sekaligus pria yang sedang dekat dengan Cassey itu."

"Terima kasih, James. Mulai besok aku juga akan kembali mendekati Cassey guna memancing kemunculan Wilco jika memang benar dia mengincar gadis itu. Sekaligus aku ingin mengorek informasi mengenai Wilco yang diketahui oleh Cassey."

"Kau harus berhati-hati, Liam. Kita belum tahu secara jelas siapa lawan kita sebenarnya," ucap James memperingati.

"Dan ingat ... semua bantuanku tidaklah gratis, Liam."

"Shit!"

______________________

TO BE CONTINUED 

Follow instagran : itsviy_ ya 

Terima kasih. 

With love, 

Itsviy (17.07.2018)

Tanggal di publish ulang : 04.01.2020




MY BAD PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang